(2)Semester Satu: Masa Kuliah Penuh Kesempatan

1K 21 1
                                    


Sejak perkenalannya dengan Febi, Robi tanpa ragu menunjukkan ketertarikannya pada Febi. Di kelas, ia selalu berusaha duduk di sebelah Febi. Robi bahkan tanpa sungkan berkali-kali bertanya pada Febi untuk menjadi pacarnya. Seringkali juga Robi mengatakan pada teman- temannya bahwa Febi adalah pacarnya. Walaupun hal itu dilakukannya dengan setengah bercanda, tapi hal itu membuat Febi menjadi risih. Dan yang paling membuatnya kesal adalah, Alwi pun beberapa kali melihat bagaimana Robi menggoda Febi.

...

"Dia bercanda...kami nggak pacaran kok." Jelas Febi suatu kali ketika Alwi sedang duduk di lobi dan Robi dengan suara kencang menggoda Febi. Alwi hanya tersenyum melihat gelagat Febi yang begitu kuatir ia salah paham.
"Febiku...bukannya kita sama-sama suka?" Sekali lagi Robi mengeluarkan kalimat yang membuat orang-orang di lobi juga jadi risih.

"HEH!" bentak Jennifer dengan suara kencang ke arah Robi. "Siapa yang suka sama elo! Elo kali yang ngejar-ngejar Febi!"
Kemudian Jennifer melihat ke arah Alwi dan berkata, "Kak Alwi, jangan percaya sama Robi. Febi gak pernah suka dia kok."

Alwi menatap Febi dan tersenyum.
"Iya, aku tahu itu kok" jawabnya lembut membuat Febi seperti terbang ke awan-awan. Lalu Alwi segera pergi meninggalkan Febi yang tersenyum-senyum sendiri dan menundukkan kepalanya.
"Ups," celetuk Jennifer sambil menyenggol lengan Febi dengan bahunya, "serasa ditembak panah cupid."
Iya benar! Febi begitu bahagia hanya dengan satu kalimat lembut dari Alwi tadi dan beruntung karena Jennifer selalu menjadi advocatenya di depan Alwi. Melihat Febi tersenyum malu-malu setelah mendengar perkataan Alwi membuat air muka Robi jadi berubah. Dengan wajah sedikit kesal ia melihat ke arah Febi.

Di pojok lobi, duduk seseorang yang sedang memperhatikan semua peristiwa itu. Ian, tatapannya dingin tapi melihat peristiwa yang terjadi di lobi siang itu, ia memiringkan bibirnya tersenyum, senyuman yang membuat bulu kuduk orang berdiri.

...

Suatu siang...
Jam menunjukkan pukul 12:05, waktu istirahat makan siang sudah hampir selesai. Febi dan Jennifer sedang berlari-lari kecil menuju kantin.
"Kita punya waktu makan gak nyampe dua puluh menit nih" kata Febi dengan nada tersengal- sengal.
"Gara-gara ngeprint paper lama banget, iiih!" Sahut Jennifer.

Begitu tiba di kantin, mereka langsung menuju ke stand bakso malang karena itu adalah makanan yang paling cepat saji. Kedua gadis itu segera memesan dua porsi. Kantin sudah mulai sepi dan banyak tempat yang kosong. Sambil membawa bakso yang masih panas, mereka segera menuju ke meja paling dekat. Belum sempat kedua gadis itu duduk, tiba-tiba Ian menyerobot tempat itu, duduk dan makan di sana dengan cepat. Melihat kejadian itu Jennifer sangat kesal dan ingin mendamprat Ian tapi Febi segera memanggil Jennifer agar tidak perlu menanggapi perilaku Ian. Dan mereka mengambil tempat lain yang masih kosong.
"Kenapa sih kak Ian itu?" ucap Jennifer terheran-heran. "Aku rasa dia sentimen sama kamu lo."

Febi terdiam mendengar analisa dari Jennifer. Febi pun merasakan yang sama mengenai hal ini.
"Tadi waktu ngeprint juga..." lanjut Jennifer, "kamu minta tolong karena gak bisa ngeprint, eh dia malah sengaja nyuekin kamu"

Febi hanya bisa diam sambil terus berusaha menghabiskan semangkuk baksonya. Apa yang dipikirkan Jennifer benar. Semuanya benar. Ian memang tidak suka dengan Febi dan Febi juga merasakan yang sama. Hanya saja...bersengketa dengan Ian...adalah hal yang sebaiknya dihindari. Mengapa? Pertama, Ian adalah senior. Kedua, Ian adalah mahasiswa dengan GPA tertinggi. Ketiga, Ian adalah mahasiswa yang paling dipercaya oleh dosen-dosen, bahkan beberapa dosen pun segan terhadapnya. Keempat, terlalu banyak cewek-cewek yang menyukai Ian. Ini berarti, ... bermusuhan dengan Ian akan menimbulkan masalah dengan segala penghuni Gedung FH dari segala kalangan. "OOOH TIDAAAK...!" Febi hanya bisa menjerit dalam pikirannya sedangkan dari luar Febi tidak bisa menunjukkan reaksi apapun, hanya bisa diam menghabiskan baksonya.

...

Hari itu Febi belajar di perpus hingga tak terasa waktu sudah larut malam. Ia melemparkan pandangannya ke sekeliling ruang di perpus, kursi-kursi kosong, semua buku-buku telah tertata rapi kembali ke rak-rak yang tinggi itu. Suasana perpus di waktu malam terasa begitu berbeda dengan suasana di siang hari yang dipenuhi dengan para mahasiswa, pendingin masih tetap menyala penuh membuat suasana terasa makin dingin. Tidak ada seorangpun kecuali dirinya. "Waduh...dah malem banget ya," pikirnya, "pulang deh."

Kemudian Febi membereskan buku-buku dan laptop yang ada di depannya dan ia segera beranjak menuju ke luar kampus. Kost yang ditinggali Febi berjarak kira-kira 30 menit dari kampus dengan berjalan kaki. Seperti biasanya, dari kampus Febi berjalan kaki menyusuri jalanan besar yang di tepi kirinya adalah tanah kosong yang ditumbuhi rumput-rumput liar. Setelah berjalan selama sekitar 20 menit menyusuri tepian tanah kosong, di ujung terdapat gang kecil yang membatasi hamparan tanah kosong itu. Gang itu begitu gelap dan tidak terlihat seorangpun lalu-lalang melewatinya.

"Minggu depan ujian..." ucapnya pelan memecahkan keheningan yang pekat.
"Kalo bisa dapet A semua, semester berikut pasti aku ambil sks lebih lagi..."lanjutnya.
Febi diam sambil terus berangan-angan mendapatkan hasil sempurna di semester 1ini. Ia terus melangkah mendekati kost, diayunkannya langkahnya dengan santai,tapi...apa ya? ... Febi melambatkan langkahnya mulai sedikit sensitif. ... Iamelangkahkan kakinya lebih perlahan lagi sambil mencoba membuka telinganyalebar-lebar, sepertinya ada suara yang lain selain langkah kakinya. ... suaraitu begitu tipis. Lalu Febi melangkah berhati-hati dan kemudian berhenti.Krrrk!

Pengakuan PsikopatWhere stories live. Discover now