5: Gara-gara Bekal

Start from the beginning
                                    

Dino? Jelas dia melotot pada mahasiswi yang menurut dia setiap detik otaknya bergeser itu. Apa-apaan perkataannya barusan?

Dino berdiri dan siap angkat kaki. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski sebenarnya dia sangat ingin menyirami Vania dengan kata-kata pedasnya. Tapi Dino berpikir dua kali. Yang dia hadapi adalah Vania yang urat malunya sudah putus semua, sekalipun dibentak dengan kata-kata pedas tidak akan pernah mempan pada gadis di depannya ini.

Baru saja Dino ingin melangkah, Bu Hanifah datang membawa nampan berisi nasi timbel beserta teman nasinya plus sayur sop lengkap dengan ceker ayam favoritnya. Tidak lupa air mineral pun menjadi pelengkap sarapannya itu. Dino itu manusia berperut lokal, jadi perutnya akan tetap meronta-ronta jika belum diisi nasi.

Bu Hanifah segera memberikan menu sarapan yang Dino pesan. Lalu segera angkat kaki setelah Dino mengucapkan terima kasih. Bu Hanifah tahu meja yang ditempati Dino mulai memanas, jadi dia tidak ingin terlibat.

"Pak... itu buat siapa?" tanya Vania seraya menunjuk makanan di depan Dino yang kini sudah kembali duduk di tempatnya semula.

"Saya." Jawab Dino tegas," dan kamu bisa tolong tinggalkan saya? Saya ingin makan dengan tenang tanpa gangguan sedikitpun."

"Loh tapi... Nia kan udah bawain bekal buat bapak." kata Vania setengah mengiba. Tapi Dino tidak mengindahkannya, dia tetap khusu berdoa.

"Pak... bekal dari Nia gimana?" Ada nada merengek dipertanyaan Vania.

"Kamu masih mengerti tiap arti kosa kata bahasa Indonesia kan?" tanya Dino yang kini sudah mulai geram. Matanya mendelik tajam Vania yang tengah mengangguk selayaknya anak kecil ditanya ingin mainan atau tidak.

"Kalau begitu kamu harusnya paham dengan apa yang saya katakan."

"Nia paham, Pak," jawab Vania. "Bapak nyurun Nia pergi biar gak ganggu acara makan bapak kan? Tapi Nia gak maksud ganggu, Nia cuma pengen nanya aja sama bapak bekal dari Nia gimana."

Menghela nafas dan membuangnya dengan kasar, Dino pun semakin menatap Vania yang sangat memuakkan itu.

"Saya kasih ke kucing yang kelaparan."

"APAAAAAAAAA?" Vania bertanya dengan ekpresi kagetnya yang sangat berlebihan. Nada suaranya yang bisa dikategorikan teriakan berhasil menyedot perhatian seluruh penghuni kantin lebih banyak lagi.

Kekesalan Dino sudah sampai di ubun-ubun. Laki-laki itu lantas menyimpan sendok yang sejak tadi dia pegang dengan sedikit membantingnya lalu melangkahkan kaki dengan kekesalan yang tiada taranya. Jangan sampai dia ngamuk dan mengacak-acak kantin ini.

Selamat tinggal sayur sop.

"Pak, tunggu." Vania kembali membuka suara.

"APA LAGI HAH?" tanya Dino yang sudah kehilangan kesabarannya. Dadanya sampai naik-turun karena kekesalannya yang sempat terendam akhirnya bisa disemburkan.

Vania sedikit mengkerut karen kaget, tapi detik selanjutnya dia kembali tersenyum. Senyum manis yang di mata Dino sangat memuakkan karena dianggap sangat tidak tahu malu dan tidak tahu etika.

"Nia ga-"

Belum sempat Vania menyelesaikan kalimatnya, seseorang telah lebih dulu menarik tangan Vania hingga mau tak mau Vania mundur beberapa langkah ke bekalang. Vania menelirik ke samping untuk mencari tahu siapa dalang dibalik penarikan dirinya. Wajah tegas om Tayonyalah yang menghiasa pandangan Vania.

Fian, pemuda berperawakan tinggi itu melangkah ke kedepan melewati Vania dan berdiri tepat di depan gadis pembuat onar itu sebagai tameng.

Vania sendiri mendadak bingung karena Reyvan, Sarah, Mutya, dan Giovany pun ikut serta menghampirinya. Dia tidak tahu kapan teman-temannya datang, tahu-tahu sudah ada di sampingnya saja.

Jatuh Cinta Itu...🍎 [New VERSION]Where stories live. Discover now