🌊 (log 25 + log 5 + log 80) + 13

Mulai dari awal
                                        

Sial, Mas Biyuu!

Lo sejak kapan bisa buat pipi gue merah kayak kepiting rebus gini, sih?

Duh jangan sampai gue suka sama lo. Bisa repot!

"Sa...saya Biru, Kak," kata Biru memperkenalkan diri dengan sedikit terbata-bata.

"Siapanya Vanilla? Pacar?!" tanya Vania judes.

Vania Arashta, putri tertua keluarga Marwanda, yang juga merupakan kakak perempuan satu-satunya Vanilla. Memiliki hidung mancung yang sama seperti Vanilla, lengkap dengan tahi lalat kecil di hidungnya.

Usianya hampir dua puluh dua tahun, dan kini berstatus sebagai mahasiswi jurusan hukum di Universitas Negeri Jakarta.
Vania baru saja hendak pergi melakukan pekerjaan part time-nya sore ini, sampai kemudian ia tak sengaja menemukan pemandangan di mana Vanilla dan Biru sedang berpelukan di depan rumahnya.

Biru terdiam. Vanilla juga begitu, ia hanya bisa menarik-narik rok abu-abunya.

"Pacar lo, Nill?" kini Vania bertanya kepada Vanilla.

Raut wajahnya masih sama, menyeramkan.

Vanilla menggeleng ragu-ragu. Dan memilih melempar pandangan ke jam dinding. Lalu ia putar bola matanya,

"Kak, udah jam lima lebih. Biru harus pulang. Ya 'kan, Bi?"

"Kalian nggak pacaran, kok lo berani-beraninya peluk Vanilla di depan rumah? Apa?! Proses PDKT atau gimana?!" tanya Vania lagi.

"Eh? Bu... Bu-bukan, Kak. Ki-kita cuma te... temen. Nggak ada PDKT-an, nggak ada," elak Biru salah tingkah.

Sementara Vanilla masih menunduk.

"Lah? Lo pikir Vanilla apaan? Barang, hah? Seenaknya aja lo peluk-peluk gitu. Pacarnya juga bukan," omel Vania.

"Lo juga, Nill. Mau-maunya dipeluk gitu aja sama cowok nggak jelas!"

"Ma-maaf, Kak..." kata Vanilla pelan. "Biru tadi cuma itu, Kak... Ng- dia..."

"Eh... Sa... Sa-saya yang ng-salah, Kak. Saya," kata Biru gelagapan berusaha menyelamatkan Vanilla agar tidak kena omel kakaknya.

"Lo belain dia? Ngapain? Dia 'kan bukan cewek lo juga," tantang Vania.

"Duh, lagian kalian ini masih kecil. Belum tahu apa-apa soal cinta-cintaan, jadi jangan sok tahu. Sok tahu," omel Vania yang kemudian memukul Vanilla dan Biru dengan bantal sofa beberapa kali, membuat kedua remaja itu mengaduh kesakitan.

"Tugas kalian tuh belajar, biar dapat nilai bagus. Bukannya pelukan di depan rumah orang. Bukan muhrimnya! Malu sama tetangga, malu! Jangan mentang-mentang lo cowok jadi bisa sembarangan ke cewek, ya!" kata Vania menatap tajam ke arah Biru yang masih menunduk.

"Lo juga, Nill. Kamu tuh cewek, ya Tuhan... harusnya bisa jaga diri, jangan mau dipegang-pegang cowok. Jangan mau. Aduhhh, belajar aja yang rajin kalian tuh."

"Maa-maaf, Kak. Maaf..." kata Vanilla.

"Iya, maaf. Nggak akan lagi!" janji Biru sembari mengangkat kedua tangannya bak orang yang tertangkap basah oleh polisi.

Vania mengembuskan napas pendek, lalu berhenti mengomel untuk sejenak.

"Yaudah, Kakak mau kerja dulu. Jalanan Jakarta pasti macet banget jam segini, takut telat."

"Gara-gara lo peluk-peluk adek gue, gue jadi telat," ujar Vania melayangkan tatapan sinis ke arah Biru. Laki-laki itu masih tertunduk.

"Perlu saya antar, Kak? Mmm...," kata Biru menawarkan diri.

Vania menatap sinis ke arah Biru.

"Lo pikir gue bakal langsung kasih restu kalau lo nganterin gue, hah?! Mimpi aja."

"Maaf, Kak..."

"Dah lah, gue berangkat. Dan elo, Ungu!" kata Vania.

"Ungu?" tanya Vanilla bingung.

"Biru Kak, nama saya Biru," kata Biru mengoreksi.

"Yaudah itulah pokoknya," ucap Vania malas. "Lo jangan berani meluk-meluk adek gue lagi. Ngerti lo?!"

"I-iya, Kak. Maaf."

Vania beranjak dari sofa, melangkahnya kakinya yang jenjang keluar rumah.

Namun, perempuan berambut pendek itu berhenti di ambang pintu, kembali melirik Vanilla dan Biru yang masih di dalam. "Ng..."

"Kenapa, Kak? Ada yang ketinggalan?" tanya Vanilla.

"Lo kenapa masih duduk di situ? Nggak akan balik lo, hah?" tanya Vania judes kepada Biru.

"Eh, saya?" Biru menunjuk dirinya sendiri.

"Ya siapa lagi..."

"Ini sa-saya baru mau pulang, Kak."

"Gue duluan, awas lo macam-macam sama adek gue," ancam Vania.

"Saya pulang sekarang, Kak," kata Biru cepat. "Gue balik, Nill."

"Iya, makasih udah antar ya, Bi..." kata Vanilla tersenyum. Biru balas tersenyum tipis. Sebelum akhirnya melangkah keluar saat Vania kembali mengingatkannya.

"Buruan!"

"Ini Biru juga mau pulang, Kak. Sabar," kata Vanilla menenangkan.

Vanilla hanya cekikikan sendiri melihat Biru dan berjalan di belakang kakak perempuannya, menyusuri gang ini.

Rasanya ia ingin cepat-cepat memberi tahu Vania bahwa cowok yang ia marahi barusan adalah putra dari pemilik yayasan yang telah memberikan beasiswa penuh bagi Vanilla untuk bisa bersekolah di Harba.

⭑*:༅。.。༅✼✿𝓥𝓪𝓷𝓲𝓵𝓵𝓪𝓫𝓵𝓾𝓮✿✼༅。.。༅:*⭑






[ᵃᵘᵗʰᵒʳ ⁿᵒᵗᵉˢ]

Hi, gimana pt. ini?

Kamu masih Kapal Aksa?

a t a u

Udah oleng ke Kapal Mas Biyuu?



Udah oleng ke Kapal Mas Biyuu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
VANILLABLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang