"Apa?"
"Lo tuh kayak soal Matematika," kata Vanilla.
"Hah?"
"Kadang-kadang, i hate being confused, intimidate, and embrassed by math... Sama kayak lo."
"Nggak," sanggah Biru cepat. "Kalau gitu, your problem is with how it's taught."
"Pokoknya lo kayak soal matematika, susah buat dimengerti," kata Vanilla tak mau kalah.
"Kadang dingin, jutek, ngeselin, irit ngomong. Tapi kadang, lo bersikap seolah lo peduli sama gue. Seriusan deh, sampai sekarang gue nggak bisa mengerti lo."
"So, if I am like math, hard to understand but impossible to live without. Correct me, huh?"
"Nah kan, ini yang gue maksud," kata Vanilla.
"Bisa-bisanya ngegombal tapi wajahnya jutek banget kaya gitu."
Biru hanya mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sementara itu Vanilla tetap tersenyum.
"Gue masuk dulu kalau gitu, sampai nanti..." kata Vanilla dan mulai berjalan ke arah pagar rumahnya.
"Oh ya, soal omongan gue di mobil tadi...," Vanilla menggantung kalimatnya.
"Kalau bisa lo lupain aja. Gue emang lagi stress kayaknya, hahaha..."
"Nill," kata Biru lembut sembari menarik siku Vanilla ringan.
Laki-laki itu menarik tubuh Vanilla pelan ke dalam pelukannya. Menempatkan kepala gadis itu tepat di depan dadanya yang bidang. Membiarkan Vanilla merasakan detak jantungnya untuk beberapa saat.
Biru mulai bisa merasakan deru napas Vanilla yang mulai tidak terkontrol atau mencium wangi rambutnya yang khas.
Namun di sisi lain, Biru bisa merasakan ketenangan dalam diri Vanilla. Dilingkarkannya tangan Biru di pinggul Vanilla, mendekap erat gadis tersebut.
Waktu, tolong berhenti sejenak...
Sebentar lagi saja, Waktu.
Hanya sebentar...
Sementara itu, Vanilla benar-benar mematung tidak bergeming. Ia tidak tahu harus apa dengan tindakan Biru yang tiba-tiba ini.
Apakah normal jika ia membalas pelukan erat Biru?
Tapi, ia tidak mungkin melakukan itu.
Namun, ia rasa ia tidak punya keberanian cukup untuk melepaskan paksa pelukan laki-laki itu. Lebih tepatnya, ia mulai merasakan kenyamanan. Karena mau tidak mau, pelukan spontanitas Biru berhasil membuat jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya.
"Maaf."
"Maaf Nill," kata Biru pelan, pelan sekali. Sambil mengusap-usap lembut rambut panjang Vanilla.
Entah permintaan maafnya terdengar oleh Vanilla atau tidak.
"Lo berhak buat marah atau kesal, Nill. Gue tahu ini berat buat lo. Tapi seenggaknya jangan pernah menyalahkan diri lo sendiri apalagi menyalahkan Tuhan atas semuanya," kata Biru lembut.
Ia masih memeluk Vanilla erat, seolah tidak akan melepaskannya.
"Bi..." ucap Vanilla pelan.
"Hm?"
Biru bahkan tidak tahu betapa meronanya pipi Vanilla sekarang!
"Ma-ma...lu..." cicit Vanilla kecil.
"MA-MALU TAHU PELUKAN DI DEPAN GANG GINI!" tambah Vanilla setengah berteriak.
Vanilla akhirnya mendorong tubuh Biru kasar, menjauh darinya. Sembari menyembunyikan rona merah di pipinya yang nampak jelas seperti terpanggang dalam oven dengan suhu tinggi.
VOUS LISEZ
VANILLABLUE
Roman pour Adolescents[ dimuat dalam reading list "Goresan Kisah Kasih di Sekolah" @teenlitindonesia ] ❝Jangan kayak limit Matematika, dong! Cuma berani mendekati tanpa memberi kepastian!❞ ~ Vanilla Addara M. Ada dua rumor mengenai Biru. Rumor pertama menga...
🌊 (log 25 + log 5 + log 80) + 13
Depuis le début
