🌊 (log 25 + log 5 + log 80) + 13

Start from the beginning
                                        

"Lagian nih," kata Biru geram. "Tau Nadine yang anak kelas XI MIPA 7? Menurut gue, dia lebih cantik dari lo."

"Pede banget lo ngerasa cantik,"cibir Biru.

"People are always judging me by my look. Some girls even hate because of my appearance."

"Lagian percuma kalau cantik, tapi otaknya kosong," ledek Biru.

"Lo mungkin bingung, how can being pretty be a problem? It can be and it is. You may never be able to see things my way unless ur in the situation as mine."

"Tapi coba bayangkan, saat gue dituduh pakai make up berlapis ke sekolah, padahal nyatanya gue cuma pakai tabir surya," kata Vanilla mempertahankan argumennya.

"Dah lah, lo nggak akan ngerti."

"Konsepnya gini, Bi... Like when someone is beautiful, people just think the person is rude selfish and dumb. Mereka pikir gue ini barbie doll yang cuma modal tampang tapi otaknya kosong..."

"Dan lo pikir cuma elo yang merasakan hal seperti itu? Orang lain nggak?!"

"Tapi mereka nggak sekacau gue, karena mereka punya uang dan kekuasaan. Simpel."

"Dan gue? Udah beruntung gue bisa sekolah di Harba gratis."

"Kids in Africa said I dont have any food, but I am grateful for being alive. Dan lo? Lo benar-benar nggak tahu caranya bersyukur?!"

"Yang salah bukan soal keadaan lo, atau wajah lo. Tapi apa yang ada dalam diri lo. Bego."

"Lo nggak tahu apa-apa. Terlalu realistis."

"Seenggaknya gue masih bersyukur bisa menghirup oksigen secara gratis," gumam Biru.

"Nggak kayak lo, selalu lihat ke atas, membandingkan diri lo dengan yang lebih tinggi. Tapi lo nggak mau lihat ke bawah."

"Lo sadar nggak sih?! Lo itu bener-bener nggak tahu diri!"

Vanilla diam sejenak. Entah mengapa, hari ini ia benar-benar merasa kacau. Ia sendiri bahkan tidak tahu apa yang sedang ia katakan.

Yang jelas, perkataannya barusan hanya akan membuat Biru semakin turned off kepadanya.

Bukan lagi dicap narsis, tapi lebih ke mencoba menarik perhatian atau semacamnya.

Mungkin besok-besok, Biru tidak akan mau lagi berbicara kepada Vanilla.

Ah, Vanilla benar-benar menyesal atas kebodohannya barusan.

Entah mengapa perjalanan menuju rumah Vanilla terasa begitu lama setelah perdebatan antara dirinya dengan Biru barusan. Bahkan sudah tidak terdapat pembicaraan lagi setelah itu, keduanya saling terdiam. Sampai kemudian mereka berdua sampai di depan gang menuju rumah Vanilla.

Dan Biru memarkirkan mobilnya di sebuah lahan kosong yang tak jauh dari sana, lalu ikut berjalan bersama Vanilla, mengantar gadis itu sampai ke ke depan gerbang rumahnya.

Vanilla sendiri pun tidak menolak saat Biru ikut turun dan berjalan bersamanya. Ia hanya terdiam tanpa berani menatap mata Biru apalagi sampai memulai sebuah pembicaraan. Tak lupa mengucapkan terima kasih saat mereka sudah sampai di depan rumah Vanilla.

"Seharusnya lo nggak perlu repot-repot."

"Jaim amat," ledek Biru. "Tinggal bilang makasih aja susah."

"Iya makasih Biru," kata Vanilla setengah hati.

"Ya," balas Biru datar.

"Tuh kan," oceh Vanilla.

VANILLABLUEWhere stories live. Discover now