🌊 (log 25 + log 5 + log 80) + 13

Start from the beginning
                                        

"Kenapa?"

"Lo jelek banget kalau muntah."

Tampak jelas wajah Vanilla memerah. Bukan karena tersipu, melainkan karena kesal sekaligus geram dengan laki-laki di sampingnya sekarang.

"Tenang, gue nggak akan muntah lagi!"

Biru menghela napas sebelum akhirnya melirik spion lalu kembali menjalankan mobilnya. "Lagian..."

"Gue 'kan udah bilang, habis ambil tas langsung cabut. Kenapa nggak nurut?" bentak Biru.

"Acha sama Mozza ngajak ngobrol dulu."

"Bilang aja lo buru-buru," kata Biru.

"Ya nggak enak atuh, Bi. Tadi katanya 'kan anak kelas juga khawatir gara-gara gue sempat ngilang," sanggah Vanilla.

"Khawatir atau kepo? Gini nih, kalau kebanyakan ha he ho, bego lama-lama..."

"Ngeledek aja terus," gumam Vanilla sedikit kesal.

"Fyi, mereka beneran khawatir kok," kata Vanilla sangat yakin.

"Aksa aja sampai marahin Amber di kelas," kata Vanilla. "Sweet banget, ya?"

"Bukan berarti Aksa peduli sama lo," sanggah Biru. "Inget, Nill."

"Apa, sih? Aksa mah beneran peduli sama gue, nggak kayak lo!"

"Dia itu KM, wajar aja dia bertindak kayak gitu. Elonya aja yang kebaperan."

"Yaiya sama aja kan, Aksa peduli sama gue," kata Vanilla berisikukuh membela Aksa-nya.

"Makanya, jadi cewek jangan bego. Lo disekolahin buat jadi pinter, bukan buat jadi gampang baper."

"Kok lo hobi banget ngeledekin gue sih, Bi?!"

"Gue ngasih tahu, Nilla!"

"Lagian, kalau lagi sama gue yaudah, nggak usah bawa-bawa Aksa," tambah Biru.

"Kenapa emangnya? Orang gue sukanya ngomongin Aksa, lo keberatan?" tantang Vanilla.

"Ini mobil gue, suka-suka gue," kata Biru tak mau kalah.

"Ckk, bilang aja cemburu kalau gue ngomongin soal Aksa," ledek Vanilla.

"Diem deh, Nill. Lo jangan ngajakin gue ribut. Ini gue lagi nyetir," bentak Biru. "Bisa nggak sih, lo duduk tenang, huh?"

Vanilla terdiam. Memang benar, dari semua siswa yang ia kenal di Harba, Biru adalah yang paling buruk.

"Gimana? Udah enakan? Mau pakai kayu putih, nggak?" tanya Biru lembut setelah beberapa lama terdiam.

"Iya, udah," jawab Vanilla jutek.

"Kita mampir beli makan mau? Lo lapar?"

"Gue beneran nggak apa-apa kok, Bi. Seriusss..."

Biru mengangkat bahu, tersenyum setengah hati.

"Terserah."

Vanilla menatap Biru sesaat. Laki-laki itu benar-benar tidak bisa dipercaya. Tentang bagaimana mungkin sikapnya bisa berubah hanya dalam hitungan menit, bahkan detik.

Tentang Biru yang lekat dengan sifat dingin, jutek, kasar, dan sombong. Namun beberapa hari terakhir ini, Vanilla justru merasakan kebalikan dari sifat Biru terhadap dirinya. Yang secara garis besar bisa dibilang; kepedulian. Vanilla bahkan tidak sepenuhnya yakin dengan siapa ia bicara sekarang.

Biru Sakala Dewa?

"Lo baik-baik aja?" tanya Biru dengan suaranya yang khas, terkesan berat dengan sedikit serak-serak basah.

VANILLABLUEWhere stories live. Discover now