"Ada yang gangguin lo? Gengnya Amber berulah lagi?"
Vanilla masih tidak bergeming.
Ia mengucek-ngucek matanya dan mendapati air mata, dikira ia mulai mengantuk. Namun ternyata ia salah, ia sadar bahwa ia tidak sedang mengantuk. Ia menangis.
Vanilla menangis tanpa suara, sampai-sampai perutnya kesakitan dan hidungnya benar-benar tersumbat. Awalnya, ia berusaha keras agar air matanya tidak jatuh membasahi pipi.
Namun, tampaknya hormonnya pun tahu bahwa melepaskan semuanya dengan tangisan bisa membuat gadis itu merasa sedikit lega. Vanilla benar-benar tidak tahu apa yang ada dipikirannya sekarang, entah itu malu, kecewa, sedih, marah, atau apapun itu.
Yang ia pikirkan hanya ibunya, ia ingin memeluk ibunya dan meminta maaf. Itu saja. Sampai akhirnya, tangisnya mulai mereda. Ia bisa merasakan aturan napas yang mulai kembali normal.
Namun, itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba saja ia merasa mual dan ingin muntah. Bahkan ia membuat suara-suara jelek sembari menutup mulutnya.
"Nih," ucap Biru.
Laki-laki itu menyodorkan kantong kresek yang entah darimana ia dapatkan. Lalu menempatkannya tepat di bawah dagu Vanilla.
"Pegang sendiri, gue lagi nyetir."
Vanilla mengambil kantong kresek tersebut, memuntahkan semua yang sempat terjebak di kerongkongannya ke dalam kresek tersebut. Bahkan, ia juga membiarkan hidungnya mengeluarkan ingus ke dalam kantong kresek tersebut.
"Duh," gumam Biru agak kesal.
Ia menepikan mobilnya ke kiri jalan. Memandangi Vanilla sebentar dengan raut wajah kesal. Namun, ia tetap mengelap wajah Vanilla dengan tissue basah sampai bersih. Ia juga memberesekan kantong kresek Vanilla tadi, meski dengan setengah hati.
"Berasa ngurus bayi nih, gue," sindir Biru.
"Diem jangan gerak," perintah Biru. Ia mengelap wajah Vanilla.
"Minum dulu," kata Biru sambil menyodorkan botol berisi air mineral.
"Makasih," balas Vanilla.
"Mau gue bantu?" tawar Biru.
"Nggak usah."
"Nih," kata Biru menyodorkan pispot yang masih bersih kepada Vanilla.
Gadis itu bahkan tak sempat berpikir, darimana Biru bisa mendapatkan pispot tersebut.
"Jaga-jaga kalau lo mau muntah lagi."
"Sorry, Bi. Dan..." Vanilla menerima pispot tersebut, ia juga mengelap wajahnya dengan tissue.
"Makasih."
"Jangan geer, gue cuma nggak mau mobil gue kotor gara-gara lo."
Vanilla ingin membalas ejekan Biru, namun untuk saat ini ia memilih diam saja.
"Iya," jawab Vanilla. "Lagian mana mungkin juga Biru peduli sama gue."
"Bagus, sadar diri."
"Mikirin apa sih, sampai mual gitu? Hamil, lo?!"
"Tuh 'kan, ngaco!" ujar Vanilla yang mulai kesal dengan memasang raut wajah cemberut.
"Nggak usah sok imut kalau di depan gue. Gue nggak suka."
LAH. Siapa juga yang sok imut, bambang!
"Jangan muntah lagi," kata Biru dingin.
Vanilla menoleh.
YOU ARE READING
VANILLABLUE
Teen Fiction[ dimuat dalam reading list "Goresan Kisah Kasih di Sekolah" @teenlitindonesia ] ❝Jangan kayak limit Matematika, dong! Cuma berani mendekati tanpa memberi kepastian!❞ ~ Vanilla Addara M. Ada dua rumor mengenai Biru. Rumor pertama menga...
🌊 (log 25 + log 5 + log 80) + 13
Start from the beginning
