12. Perjalanan Pertama

10 4 2
                                    

≠≠≠

"Tempat yang aneh" gumam Zya memperhatikan sekelilingnya. Dia dan Kei memasuki sebuah kuil bawah tanah yang lumayan gelap karena cahaya obor yang menyinari kuil itu sangat kecil.

Dari luar terlihat seperti rumah biasa dengan dinding batunya yang sudah ditumbuhi lumut ditambah tempatnya yang cukup tersembunyi. Dimana-mana hutan dan disebrang nya sungai, itu terlalu pelosok.

Semakin dalam. Zya dan Kei berjalan diantara lorong yang terangnya hanya minim cahaya dari obor-obor tersebut.

Kei membuka sebuah ruangan yang pintunya sangat kecil dan terdapat ukiran-ukiran unik dan berlambang singa, sepertinya ukiran itu memiliki arti tersendiri.

"Masuklah" Kei sudah ada didalam sana diikuti Zya yang masih dipenuhi dengan perasaan aneh dan sangat sulit untuk mendeskripsikan ekspresi nya melihat bangunan ini.

"Duduklah" ujar Kei lalu pergi kearah lemari yang dipenuhi gulungan dan buku-buku tebal.

Meja bundar coklat yang terdapat kursi disekitar sana, Zya duduk disalah satu kursi itu. Tangannya terus menggerayangi bagian atas meja merasakan halusnya benda itu mengingatkannya kepada rumah.

Alis Zya mencuram ketika tangannya meraba sesuatu dibawah meja dan dia memencetnya. Alhasil tombol yang ditekan oleh Zya tadi mengeluarkan sebuah tempat buku ditengah-tengah meja.

"Trims..." Kei datang dengan sebuah buku tebal dan juga beberapa gulungan kertas yang ia taruh diatas meja dan si buku tebal di tempat benda yang tadi Zya tidak sengaja keluarkan.

"Ini adalah catatan kerajaan. Didalamnya tentang negri admars dan kerajaan." Kei membuka halaman pertama.

Zya masih tidak mengerti dengan tujuan Kei membawanya kesana. Dia hanya bisa memperhatikan saja tidak memberikan ulasan apa-apa.

"Lihat siapa yang menulisnya" Zya membaca bagian utama buku terdapat tulisan yang begitu ruwet dan pastinya warna tulisan yang hampir pudar karena jamur.

"Al–farisi? Maksudnya?"

Kei tersenyum ramah dan berbisik. "your mom"

***

Suara hewan kecil yang saling bersahutan pada siang hari begitu berisik memenuhi hutan. Pepohonan besar dan rimbun mampu menghalangi cahaya matahari yang hanya tembus dari celah-celah kecil ranting pepohonan.

Tara dan Jaya sedang melihat latihan Gio di halaman rumah. Dia sedang melatih kecepatan dan ketangkasan nya menggunakan pedang.

"Perang ini seperti mainan baginya" ujar Tara terkekeh menarik perhatian Jaya yang lagi sibuk memfokuskan tatapannya kearah Gio.

"Sepertinya kau sadar?!" Timpal Jaya dengan dingin.

"Pada akhirnya kita akan menghadapi perang yang bukan untuk kita"

Jaya membuang napas berat. Udaranya terasa terhimpit ketika dia mendengar lagi tentang perang. Tara yang selalu memulainya dulu sehingga dia pusing untuk menjelaskan nya.

"Tar! Ngga usah bahas itu. Saat ini keadaaan sudah lumayan normal dari kemarin-kemarin"

"Kau tidak pernah mengerti, Jay! Ketika seorang anak menyaksikan kematian keluarganya didepan matanya sendiri, itu... Sakit, Jay!" Tara menunduk dalam merasakan tangannya bergetar dan juga sakit yang tiba-tiba datang melukai hatinya.

Jaya menatap lekat Tara, sorot matanya layu. Terlihat Tara yang menahan sakit dengan memegangi dadanya dan mengatupkan bibirnya rapat. Rasa sakit yang dialami Tara berhasil Jaya rasakan, dia tahu betul rasa ini pernah dia alami saat di dunia manusia dulu menemani Zya.

"Maaf!" Lirih Jaya lalu mengusap pelan bahu Tara. Dia juga pernah mengenal rasa sakit ketika didunia manusia. Semenjak dia ditugaskan mengawasi Zya didunia manusia, Jaya banyak belajar tentang hati.

"Jay, ada kabar dari Kei?" Tiba-tiba Gio datang yang sudah berdiri disamping Jaya dengan napas yang masih tidak normal dan keringat diwajahnya baru selesai latihan.

Jaya menggeleng. "belum"

"Sudah beberapa jam, mereka belum juga kembali" Gio mengayunkan tangannya perlahan dan seketika ditangannya sudah ada lap kecil untuk mengusap wajahnya yang basah penuh keringat.

"Tumben kau khawatir"

Aktivis nya terhenti, dia menatap Jaya tajam. "Aku hanya bertanya"

"Hanya bertanya?" Jaya membeo.

Lap kecil yang ada ditangan Gio pun hilang dengan sendirinya dan mulai berkacak pinggang dengan matanya yang menjadi tajam.  "kau itu kenapa sih, huh?"

Jaya tertawa lebar mendengar suara Gio yang mulai meninggi dan juga terdengar marah karena Jaya yang menggodanya. Dia menepuk pundak Gio.

"Ok ok, santai masnya"

Perdebatan kecil mereka selesai dan disambut oleh Kei dan Zya yang baru datang dari tempat gua dengan membawa beberapa buah-buahan untuk bekal.

"Hei kalian" teriak Kei berjalan menghampiri mereka bertiga.

"Kalian kenapa baru sampai?" Tanya Gio dingin berpandangan tidak suka. Lelaki itu sangat sewot dan sinis membuat Zya menjadi muak lama-lama melihat wajahnya.

"Kepo" ketus Zya yang melipat tangannya didada sambil melirik kearah lain. Jawaban itu membuat Gio naik darah ingin menyentil kening Zya sampai bolong.

"Nanti sore kita akan bergerak ke kota sihir. Dua jam lagi darkness akan sampai disini"

"Apa mereka tahu kalau pearl life itu ada ditangan kita?" Tanya Tara dengan yakin.

"Kurasa tidak, jika mereka tahu mungkin saja sekarang mereka sudah mengobrak-abrik admars untuk mendapatkan mutiara itu secara paksa"

Mereka semua mengangguk paham. Ketenangan ini tidak akan bertahan lama. Masih ada kegaduhan yang mampu menghancurkan kedamaian dan juga kenyamanan rumah yang tidak lama lagi akan hancur karena perang.

***

Don't forget buat vote.

Author hargai kalian yang ngga jadi silent reader. Ngga ada masalah beban idup, cuman klik bintang susahnya minta ampun.

Sorry, author sewot;)

PEARL OF LIFE- (Revisi)Where stories live. Discover now