Delapan

19 3 2
                                    

"Dave?"

"Apa?" Ia menatap mata Elena begitu lekat, Elena bahkan sampai tidak berani menatapnya lama-lama.

"Kamu pernah kecewa sama diri kamu sendiri?"

"Pernah?"

"Terus gimana caranya kamu bisa baik-baik aja sama perasaan itu?"

"Aku nggak punya pilihan, El, Aku cuma bisa biarin itu terjadi dan biarin semua itu berlalu dengan sendirinya."

"Aku bingung, Dave, kenapa ya dunia ini selalu penuh dengan kekecewaan. Aku cuma mau kebahagiaan, aku mau cari itu."

"Bahagia,kan adanya dari dirimu sendiri. Kamu yang ciptain."

"Tapi aku nggak bisa."

"Mungkin karena kamu nggak nerima semua yang terjadi."

Elena kembali diam, Dave benar-benar membuatnya tersadar jika dirinya selama ini hanya menuntut pada takdir, bahkan tanpa dia tau sebenarnya takdir itu yang akan membuatnya menjadi lebih baik dan seseorang yang lebih kuat.

"Kalo aku bisa, Dave, aku mau semua orang di dunia ini bahagia. Nggak perlu cari dimana kebahagiaan itu ada."

"Kebahagiaan itu gampang di cari, Elena."

"Dimana? Dimana aku bisa temuin itu?"

"Di orang yang tepat."

"Siapa?"

Dave tertawa pelan, "Aku mau ajak kamu cari kebahagiaan itu, tapi aku takut jadi orang yang malah ngehancurin kebahagiaan yang sebenarnya udah kamu punya."

"Dave, nggak perlu kamu,kan? Nggak perlu orang lain, tapi itu pasti ada di suatu tempat,kan?"

"Itu bahkan udah ada di diri kamu."

"Dave, manusia itu emang cukup tapi, itu bukan aku."

"Kamu bilang begitu berarti sebenarnya kamu yakinkan kalo hiudpmu cukup bahagia? Cuma kamu minta lebih, mangkanya kamu merasa kalo diri kamu nggak pernah cukup."

"Semua orang seenggaknya punya satu orang dalam hidupnya yang bisa bawa kebahagiaan. Sedangkan aku? aku sempet nggak percaya kalo kebahagiaan itu di ciptain buat aku." Dave berdiri, ia berjalan ke kolam ikan yang berisi puluhan ikan arwana.

"Emang bukan sekarang, Elena."

"Terus kapan?" Dave terdiam. Elena banyak bicara pada manusia yang baru ia temui beberapa hari ini, bahkan ia mempertanyakan segala hal yang mungkin Dave juga tidak punya jawabannya.

Dave masih tidak menjawab, ia tengah menyerok-nyerok air kolam ikan yang mungkin bisa mengalihkan suasana canggung ini. Elena tidak menunggu jawaban Dave, ia juga sadar tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanya itu.

"Besok, habis pulang sekolah aku tunggu kamu di pertigaan jalan."

"Mau ngapain?"

"Cari kebahagiaan."

Sekarang Elena yang terdiam. Apa benar? apa benar itu bisa terjadi? Tadi kamu bilang takut jadi orang yang ngehancurin kebahagiaanku, sekarang berani bilang begitu. Aku sendiri sebenarnya takut Dave cari kebahagiaanku sendiri, takut nggak nemu dimanapun. Gumamnya.

☂️

Di sekolah, semua membicarakan acara Prom Night. Itu membuat Elena sedikit khawatir karena ia belum menjawab ajakan Faisal.

"Lo ikut Prom Night, El?" Reyy duduk di sebelah Elena dengan bubur sate yang masih panas.

"Siapa yang mau ajak Elena sih? Paling kalo ada dia tolak."

"Nggak tau tapi gue diajak Kak Faisal." Reyy dan Ajeng nggak percaya mendengarnya. Ya, memang sih Faisal keliatan begitu ingin mendekati Elena. Tapi gadis itu selalu jual mahal. Bukan, ia tidak mau menyakiti perasaanya lagi.

"Kok bisa?" Tanya Ajeng.

"Kenapa nggak bisa?"

"Elena, lo harus terima kesempatan itu. Buktiin ke satu sekolah, kalo Elena yang Unfamous ini bisa di gaet sama Kakak Osis tercool se-jakarta. Eh, mantan Osis." Ralat Ajeng.

Reyy melirik Ajeng karena ucapannya yang bilang kalo Faisal adalah Osis tercool adalah kekeliruan baginya.

"Gue nggak tau, masalahnya gue udah ada acara sama Atta."

"Ngapain?" Tanya Reyy dengan mulut yang menarik usus sate.

"Dateng ke lulusannya."

"Lah emangnya Atta nggak bareng temen-temennya?"

"Sekolahnya,kan nggak kaya kita, Reyy. Mereka tuh datengin keluarga gitu loh, kayak wisuda anak kuliah."

"Terus gimana jawaban lo ke Kak Faisal."

"Belom gue jawab."

"Jangan Php-in anak orang. Kalo dia ajak gue, pasti gue langsung terima."

"Ah, lo mah murahan." Reyy melemparkan tusukan sate ke Ajeng dan membuatnya kesal.

"Prom Night, kan malem. Acara Atta pasti pagi, lo bisalah ikut. Daripada di rumah terus."

"Lo ngajak siapa, Reyy? Kan lo ketua Osis sekarang."

"Gue ajakin semua murid cewek di sekolah ini palingan mereka juga mau, jadi nggak perlu repot-repot mikirin begituan."

"Halah, lo, kan tukang ghosting." Ajeng kembali melemparkan tusukan sate tadi ke arah Reyy.

Benar juga, acara Atta pasti pagi nggak mungkin malam. Nanti deh gue tanya Atta dulu. katanya dalam hati.

🌳

TeduhWhere stories live. Discover now