ANH CHAU - PART 2

19 6 0
                                    

Ah, itu dia!

"Ibu!"

Aku memeluknya dan dia tidak memberontak. Agak aneh memang, tetapi aku senang melihatnya baik-baik saja.

"Kamu siapa?" ujarnya melepas pelukanku kasar hingga membuatku sedikit terdorong.

"Ibu, di sini tidak aman. K-kita harus pergi bersama yang lain."

Ada yang aneh, tercium bau alkohol. "Ibu mabuk?"

"Mabuk? Aku?" Dia menunjuk diri sendiri, lalu tertawa. "Aku hanya minum sedikit sekali. Iya, sedikit," sambungnya dengan memperlihatkan buku telunjuknya.

Wajahnya tiba-tiba berubah sedih. "Semua meninggalkanku, tidak ada yang peduli. Aku hanya buangan! Anak bodoh itu kubiarkan hidup di luar sana. Aku mengusirnya." Sekejap kemudian dia terkikik geli.

"Ssttt." Ibu menatapku dengan serius, melihat-lihat sekitar seperti waspada sebelum membisikkanku sesuatu. "Dia bukan anakku. Dia anak buangan. Suamiku yang bodoh memungutnya dan menghabiskan semua uang untuk anak jalanan itu. Jadi aku mengusirnya!" Ibu bertepuk tangan senang.

Aku sangat ingin untuk tidak memedulikan ucapan itu. Namun, sebagian emosiku menjadi bergejolak ketika mendengarnya. Tamparan keras mendarat di pipiku, yang saat kusadari pelakunya, mata dan hatiku memanas.

"Aku menamparnya, aku menampar anak itu!" ucapnya riang dan menari-nari.

Aku tersungkur di atas beton, kakiku lemas sekali. Jadi, siapa orang tuaku? Mengapa sewaktu hidup Ayah tidak memberitahu apa pun?

Ah, ternyata benar aku hanya anak pungut.

Badanku bergetar. Sesak ini sangat menyiksa. Kakiku berat untuk pergi. Ancaman zombi itu tidak penting lagi sekarang, karena bahkan rasanya aku ingin menyerahkan diri.

Pendengaranku kacau, begitu juga penglihatan yang penuh tangis ini.


Akan tetapi, samar-samar kudengar seseorang berteriak. Aku tidak tahu bagaimana, tapi tubuhku hilang kesadaran saat itu juga.


***


Tubuhku terasa begitu lemas. Mataku menolak untuk terbuka sepenuhnya. Namun, samar terlihat ruangan putih ... dan terdengar suara-suara orang.

Inikah kehidupan setelah menjadi zombi? Apakah aku sudah digigit?

Ibu ... ah, dia bukan ibuku ....

Di sini sangat hangat dan nyaman. Kelopak mataku akhirnya terbuka.

"Akhirnya sadar, kamu baik-baik saja? Hei, bisa dengar aku, 'kan?"


Dia adalah pemuda genius itu. Aku tidak mau berharap, tetapi wajahnya dapat kulihat dengan jelas, terlihat khawatir? Ya, orang yang sama.

"Iya ..., di mana kita?" Mataku meneliti seisi ruangan. Mereka pasti orang-orang yang berhasil selamat.

"Perhatian semua," ujar seseorang dengan pengeras suara. "Kalian bisa merasa tenang karena kita berada di tempat yang cukup aman dari infeksi zombi-zombi itu, tetapi kita tidak akan selamanya terbebas di sini. Kami tidak memaksa, tapi kami bersedia melatih kalian untuk menyelamatkan diri saat terkepung. Menghindari pertemuan langsung memang pilihan terbaik. Namun, setidaknya kalian tahu cara mempertahankan diri."

Aku merasakan bahuku ditepuk. Siapa lagi kalau bukan pemuda itu. "Kita harus ikut."

Tentu saja, tidak akan kulewatkan hal ini.

Di sinilah kami berada sekarang. Berbagai usia kecuali di bawah umur delapan tahun dan lansia. Sejurus kemudian aku melihat perempuan yang berbicara dengan mic tadi, mengenakan pakaian khusus dengan almamater bertuliskan 'Pasdup'.

Sci-fi Project : How We Survived SeriesWhere stories live. Discover now