ANH CHAU - PART 1

19 5 1
                                    

Aku Anh Sang, membuat pernyataan ini atas permintaan seseorang yang kuhormati. Semalam, pria berwajah ramah datang ke rumah dengan sejenak singgah. Dia mengabarkan keinginan mulianya untuk mengabadikan kisah beberapa orang atas peristiwa itu. Aku merasa tersanjung menjadi salah satunya.

Jadi, untuk itulah tulisan ini dibuat.
Demi mengingatkan semua orang pada potret kelam yang masih diperbaiki, karena dunia memerlukan kita untuk sembuh dan tumbuh.
Aku selalu bersyukur ada di sini bersama Sang-ku.

Untuk kalian yang masih berjuang, naluriku sangat yakin bahwa keajaiban akan datang pada mereka yang dalam hati kecilnya tidak henti berharap.

Waktu itu, hari damaiku rusak tanpa bisa dicegah. Prim sp. telah merusak hidupku dengan cepat seperti tiap sel yang mengalami dekomposisi ketika terinfeksi mikrob tersebut. Menjadikan mereka sebagai mayat hidup.

Dimulai dari hari itu, tahun 2019.

***

Semua berubah menegangkan ketika laba-laba aneh di depan sana terlihat liar dan mulai menyerang sesamanya. Mereka saling mencabik dengan kaki-kaki banyak, menggigiti satu sama lain untuk menang.

Sebuah panggilan menepis iklan video itu dari layar ponselku. Lagu lawas kesukaan ayah terdengar. Kusapu halus dengan jari telunjuk dan mendekatkannya ke telinga. Pandanganku menerawang pada ingar bingar di balik jendela bus. Terlalu gaduh ..., Bình Thạnh memang seperti ini. Sebetulnya tak seramai Pasar Bến Thành, tetapi cukup membuatku merasa risi.

"Halo," sapaku pada seseorang di seberang sana.

"...."

"Iya, aku akan segera tiba membawakan polis ayah. Ibu jangan ce-"

Panggilan dimatikan satu pihak.
"-mas."

Aku tersenyum tipis menatap ke arah ponsel. Segalanya memang berakhir sejak kepergian ayah seminggu lalu. Ibu mengusirku dari rumah, tapi untunglah tabunganku cukup untuk mengontrak rumah kecil. Sampai tadi, dia menelepon untuk minta dibawakan surat perjanjian ayah dengan pihak asuransi.

Aku tidak mengetahui hal ini sebelumnya, sampai beberapa hari yang lalu seseorang menelepon, lalu memberikan surat wasiat ayah kepadaku.

Aku tidak masalah karena ibu sangat berhak mengambilnya.

Perhatianku terpecah oleh kericuhan di depan sana, sopir bus yang entah meributkan apa.

"Apa-apaan orang itu?! Hei, minggir dari sana!" pekiknya dengan panik. Bus berdecit ketika remnya diinjak kuat-kuat, membuat tubuh semua penumpang sontak terdorong ke depan. Aku mengaduh karena sakit yang terasa saat kepalaku terbentur kursi di muka.

Huh, ini contoh hukum newton pertama. Beruntung kami dalam bus, bukan mobil.

"Dasar sinting!" Tidak henti sopir itu menyerapahi. Namun, wajahnya benar-benar merasa lega. Kernet bus turun untuk memeriksa. Tiga menit berlalu, tetapi orang tersebut belum juga kembali. Aku merasa resah, semua di sekitarku pun begitu. Jangan-jangan bus ini sempat menabrak seseorang?

Sopir bus berdiri dari kursi kemudinya, kemudian berucap keras-keras, "Jangan ada yang turun, aku akan memerik-"

Pekikan perempuan terdengar, tidak lain adalah orang yang duduk di sampingku.

"M-monster mencakari bus!"

Aku langsung melihat ke arah yang dia tunjukkan. Benar, ada sesuatu di sana, pucat, dan tidak memiliki pupil mata. Sebelah tangannya hilang, tapi dia hidup. Perutku ngilu mendengar cakarannya pada jendela tepat di sampingku. Sebelum sempat mencerna yang terjadi, bus ini bergerak cepat sebelum sosok tadi berhasil memecahkan kaca.

Sci-fi Project : How We Survived SeriesWhere stories live. Discover now