ALPHA - PART 1

137 13 33
                                    

"Wawancara?" tanyaku seraya menatap suamiku, Aata, yang tengah menggendong putri kami, Moana.

Aata mengangguk. "Dia mengaku bernama Hussein Alatas, berasal dari Indonesia, ingin mewawancaraimu tentang kejadian enam tahun yang lalu di New Zealand. Sepertinya ia sedang menulis buku tentang para penyintas. Apakah kau mau menemuinya sebentar? Kasihan, lelaki itu jauh-jauh datang ke New Zealand hanya demi menemuimu." 

Aku mendesah. "Baiklah, biarkan ia masuk." 

Suamiku segera berbalik menuju pintu di ruang tamu setelah memberikan Moana Kecil padaku, yang seketika memelukku erat. Aku mengecup lembut kepala bocah berusia empat tahun itu. 

Sebuah wajah terbayang di benakku. Moana, sahabatku yang tak berhasil selamat dari serangan zombi. Mataku pun mulai berkaca-kaca. Tak lama kemudian suamiku kembali masuk ke kamar. "Ia sudah kuminta menunggu di ruang tamu." 

Aku memberikannya anggukan seraya bangkit dari tepi ranjang. Kuserahkan kembali si Moana Kecil padanya sebelum menghapus air mataku. Aata mengangkat tubuh putri kami tinggi, hingga gadis kecil itu memekik sambil tertawa geli. 

"Siapa yang paling cantik? Putri Papa!" Aku hanya tersenyum melihat keakraban mereka berdua sebelum mempercepat langkah menuju ruang tamu. Kulihat seorang lelaki muda berambut hitam dan berwajah ramah tengah duduk di sofa. Ia buru-buru berdiri begitu melihatku muncul. 

"Good morning, Nyonya Tangaroa, aku Hussein Alatas. Aku mengetahui alamatmu dari ayahmu. Ia menceritakan sedikit tentangmu. Kuharap kau tak keberatan dengan kedatanganku yang mendadak." 

Aku mengangguk, sedikit lega dengan sikapnya yang sopan. "Good morning, Tuan Alatas. Tidak apa-apa, silakan duduk." 

Ia pun kembali menduduki sofa. "Pertama-tama, aku minta maaf karena datang tanpa memberitahumu sebelumnya. Aku sedang berada di salah satu penginapan di India ketika ayahmu menghubungiku dan memintaku menemuimu. Ia bilang telah mendengar soal keinginanku untuk mewawancarai para penyintas. Menurut Beliau, mungkin aku akan tertarik dengan kisahmu saat menyelamatkan diri dari zombi bersama lelaki yang kini menjadi suamimu, serta dua temanmu yang lain. Karena itu, aku pun memutuskan kemari secepatnya."

Aku lagi-lagi mengangguk sembari tersenyum. "Aku mengerti, terima kasih sudah mau datang menemuiku. Entah apakah kisahku akan menarik, tetapi aku bersedia menceritakannya kembali untuk Anda." 

Dia segera mengeluarkan alat perekam, buku catatan, dan pulpen, siap mencatat ceritaku. "Silakan, Nyonya." Aku menghela napas, mencoba mengingat kejadian enam tahun silam.

***

Namaku Alpha, gadis keturunan campuran Maori dan Eropa. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan berhasil selamat dari para zombi, saat berlibur bersama teman-temanku di Rotorua, New Zealand. Ditambah lagi, aku menemukan seseorang berharga yang kini menjadi bagian dalam hidupku. Meskipun, aku juga harus kehilangan seseorang yang penting. 

Kisah ini bukan hanya tentang perjuanganku menghadapi para zombi. Namun, ini juga tentang proses persahabatan yang berujung pada sebuah cinta. 

Semua berawal dari sebuah tiket ke New Zealand, hadiah ulang tahunku yang kedua puluh dari kakak perempuanku, Luna. Sahabatku, Lea, memutuskan ikut menemani, sekalian kami bermaksud mengunjungi teman facebook kami, Moana, yang tinggal di Pulau Selatan New Zealand. 

Singkat cerita, kami segera dijemput oleh Moana begitu tiba di bandara internasional Auckland. Lea pun kebagian tugas menyetir menuju Pulau Utara, mengikuti petunjuk Moana. Kami memutuskan ke sana lebih dulu sebelum ke Pulau Selatan. 

Sepanjang jalan, aku cukup menikmati pemandangan. Meskipun, Moana bilang masih kalah indah dengan Pulau Selatan, menurutku suasananya cukup nyaman. Namun, kuakui kondisi jalan raya yang ramai membuat perjalanan cukup melelahkan. 

Sci-fi Project : How We Survived SeriesWhere stories live. Discover now