| who she?

268 42 5
                                    

Kepalaku masih belum bisa mencerna kejadian ini.

Bagaimana kalau Appa benar-benar tidak ada?

Bagaimana kalau hanya aku dan Eomma saja yang selamat? Aku tidak suka ini.

Aku pun bangun dari dudukku sambil mengelap ingus dan air mata. Melihat ke belakang dan depan jalan.

Masih sepi seperti tadi. Entahlah ini pukul berapa.

Matahari sudah ada diatas sana.

Aku pun berlari kembali ke rumah dengan sisa-sisa tangisku dan kekesalan terhadap diriku sendiri.

Aku tidak bisa tenang jika tidak ada Appa. Appa tidak mungkin bekerja, ia tidak memilikinya.

Dia hanya diam di rumah.

Lututku mulai terasa sakit. Seperti sudah tidak bisa digerakan lagi.

Aku tetap memaksakan berlari lagi pulang ke rumah--sekalipun disana hanya ada Eomma.

Ditikungan jalan selanjutnya, saat aku hampir jatuh.

Aku melihat anjing yang seharusnya diam di rumah tetanggaku malah berlarian bebas di jalan.

Aku menatap heran pada anjing berbulu putih itu. Dia terlihat sedang bermain dengan seseorang.

Buktinya, ia mengambil sebatang ranting kecil di belakangku jauh beberapa meter.

Aku masih tidak percaya.

Bukankah tadi gerbangnya saja di kunci?

Aku mengikuti pergerakan anjing itu. Saat ia berlari ke depan, kulihat seseorang berdiri disana.

Aku tidak bisa melihat wajahnya. Tapi dia jelas pria dewasa.

Tangan-tangan besar itu yang mengangkat ranting itu seperti aku mengenalnya.

Senyum itu seperti memanggilku.

Aku segera menegakkan kakiku. Dengan napas yang tersisa, aku bergegas ke sana.

Mungkin saja itu Appa yang sedang bermain dengan anjing itu. Aku yakin sekali.

Hanya Appa yang bermain bersama anjing dengan ranting.

"Appa!!"

Orang itu malah pergi menjauh dari tempatnya tadi.

Padahal tadi saja sudah jauh sekali, sekarang makin menjauh.

Padahal aku belum tahu siapa itu. Aku hanya berasumsi itu Appa.

Aku semakin berlari mengejarnya. Lututku yang semakin sakit tidak aku hiraukan.

Aku ingin bertemu Appa sekarang.

"Appa!!!!"

Siluet itu hilang bersama anjing itu. Tidak bersisa. Langkah kakiku semakin tidak terkendali.

Aku tersandung sesuatu. Lututku akhirnya berdarah. Piyama pendekku tidak bisa menutupinya.

































"Hatiku tidak tahan melihat sosoknya pergi begitu saja. Aku merasa bersalah sekarang" -Kim Yoohyeon.































Datang dari depanku, sebuah mobil berjalan cepat. Aku berteriak keras karena mobil itu hampir menabrakku.

Untung tidak mengenaiku. Sorot lampunya membuat mataku tidak bisa melihat jelas sekitar.

REPLAY -hiatusWhere stories live. Discover now