[EVALARA • 22]

Começar do início
                                    

"Ras, ini ada kotak depan rumah. Gatau siapa yang ngasih, tiba-tiba ada didepan pintu," ujar Evan. Laras juga kaget, ia menghentikan kunyahan martabak di mulutnya.

"Masa iya kado ulang tahun? Ulang tahun aku masih lama," jawab Laras. Ia penasaran dengan isi kotak misterius itu. Tak ada nama dan alamat pengirim disana. Laras akhirnya mengambil alih kotak yang ada di tangan Evan. Ia membuka kotak itu dengan hati-hati.

Alangkah terkejutnya saat melihat katak yang tubuhnya terpotong-potong tak beraturan di dalam sana. Banyak darah yang ada di sekitar tubuh katak itu.

Ia menutup kotak itu dan melempar kotak tersebut dengan perasaan takut. Ia menekuk lututnya, dan menangis saat itu juga. Evan terkejut karena tiba-tiba Laras melempar kotak itu dan menangis ketakutan.

Evan merengkuh tubuh Laras untuk menenangkan gadis itu. Ia melirik tajam kepada kotak yang tadi dilempar oleh Laras. Elsa turun dari lantai atas, terkejut dengan putrinya yang menangis di pelukan Evan,

"Van? Laras kenapa?" Tanya Elsa khawatir. Ia duduk di sebelah Laras dan mengelus puncak kepala Laras lembut.

"Gatau, tiba-tiba nangis setelah ngeliat isi kotak merah itu," jawab Evan sambil melirik kotak itu sekilas. Lalu kembali memeluk tubuh Laras,

"Nanti aku buang kok. Kamu jangan takut lagi,"

Laras masih menangis. Ia tidak tahu siapa yang berani mengirim kotak dengan isi menyeramkan seperti itu.

Elsa beranjak dari posisi duduk menjadi berdiri. Lalu pergi ke dapur untuk membuatkan Laras minuman agar sedikit tenang. Evan mengambil kotak itu dan melihat isinya. Ia mengumpat kasar, dan mengepalkan sebelah tangannya. Lalu mengambil lipatan kertas yang ada di dalam sana. Kertas itu pun juga terdapat bercak-bercak darah akibat katak yang ada didalamnya. Ia membaca isi kertas itu dengan seksama,

Gimana? Takut kan? Haha, itu belum seberapa gaes. Selamat datang di permainan gue.

Selamat menangis-nangis ria, cantik:)

I hate you!.

Evan mengepalkan kedua tangannya. Ia merobek kertas tersebut dan membuang semuanya ditempat sampah. Ia kembali mendekat ke arah Laras yang sedang minum teh hangat buatan Elsa.

"Tante, saya izin pulang ya. Ada hal yang harus saya selesaikan," pamit Evan dengan nada datar. Elsa mengangguk dan akhirnya memandangi pemuda tersebut keluar dari rumah. Ia melirik Laras,

"Udah mendingan?" Tanya Elsa, Laras mengangguk lemah,

"Laras takut, ma," lirihnya.

"Ada mama, ada Evan. Ga ada yang perlu kamu takutin. Kalau ada yang berani macem-macem sama kamu, bilang aja,"

Di lain tempat, Mila dan kedua sahabatnya bertos ria saat setelah menyelesaikan misi pertama mereka menghancurkan Laras. Ya, mereka lah yang mengirimkan kotak tersebut didepan rumah Laras.

"Tenang, itu masih pertama. Besok akan ada yang lebih seru lagi!" Ujar Mila sambil tersenyum licik. Senyumnya pudar saat mendengar dering telepon berbunyi dari tas nya,

"Iya Yah?"

"....."

"Iya, ini Mila pulang. Tunggu sebentar,"

"...."

Tut tut tut

Mila mendengus sebal sambil menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. Cinta dan Askia menatap bingung Mila,

"Kenapa lo?"

"Bokap nyuruh gue balik. Gatau ada apa. Kayaknya penting,"

"Yaudah, tapi anterin kita balik dulu lah," kata Cinta bersemangat, begitupun dengan Askia. Mila memutar bola matanya malas. Dan akhirnya mengangguk,

Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil milik Mila.

"Lagi diskors, tapi malah keluyuran. Sini, kasih kunci mobil kamu ke Ayah!" Telapak tangan Ayah terbuka, menagih sesuatu. Mila menggeleng cepat,

"Gak!" Bantah Mila yang langsung saja berlari ke kamar. Membanting pintu secara keras, dan menguncinya agar Ferdi tidak masuk.

Ferdi mengepalkan kedua tangannya, anak tirinya itu sangat susah di atur. Kalau boleh ia memilih, ia lebih baik mengatur Laras dibanding Mila.

Di lain tempat, Evan memilih untuk ke rumah Sadam. Sadam yang merasa kedatangan tamu pun segera membuka pintu rumahnya,

Terkejut ketika melihat Evan datang dengan wajah datar nan dinginnya.

"Ngapa lo, bro? Ada masalah?" Tanya Sadam bingung. Evan tak menjawab, dan malah nyelonong masuk begitu saja, lalu duduk di sofa ruang tamu,

"Bantuin gue, Dam,"

"Bantu apa?"

"Laras lagi dalam masalah. Ada orang yang neror dia,"

"Neror? Maksud lo?" Tanya Sadam tak mengerti.

"Tadi ada yang ngirim kotak gitu. Gatau siapa yang ngirim, tiba-tiba ada didepan rumah. Pas Laras buka, ternyata isinya bikin Laras takut setengah mati,"

"Apaan emang isinya?"

"Tubuh katak yang di mutilasi," jawab Evan datar, tatapannya serius menghadap ke arah Sadam. Sadam mengepalkan kedua tangannya setelah mendengar jawaban sahabatnya itu,

"Sialan! Selain katak ada apa lagi?"

"Ada kertas, tulisannya ya gitu. Katanya kalau itu belum seberapa. Gue yakin, Dam, pasti tuh orang bakal nyelakain pacar gue lagi. Gue gak bisa diginiin, gue gak mau pacar gue terluka sedikitpun,"

Sadam menghela nafas gusar, "gue juga ikutan khawatir nih, Van. Kalau ngga, tuh si peneror bakalan ngelukain Laras,"

Evan mengangguk dan melepas dasi abu-abu yang terasa tercekik di lehernya. Ia merasa tidak tenang sekarang, ia takut Laras kenapa-napa. Kalau sampai gadis itu kenapa-napa, bisa dipastikan kalau Evan tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

EVAN LAGI NYARI SIAPA YANG NEROR TUH. KALAU KALIAN PASTI SUDAH TAHU KAN SIAPA YANG NEROR? WKWK.

YUK, IKUTI TERUS KISAH CINTA EVAN DAN LARAS.

THANK YOU!



EVALARA [✔] Onde histórias criam vida. Descubra agora