66. Hujan dan Rindu

52 3 0
                                    

Mendung.

Siang ini mentari nampak murung. Padahal tadi pagi cuaca terik dan bersahabat. Aku duduk di kursi panjang taman pusat kota, tidak sendiri, aku ditemani Paduka yang sudah janji semalam ingin mengajakku pergi jalan-jalan.

"Kamu tau kenapa siang ini mendung?" Tanyanya sambil menggambar sesuatu. Paduka memang senang membuat sketsa, setiap kami menghabiskan waktu berdua dia tidak pernah lupa membawa skectbook miliknya.

"Ya, karena mau hujan makanya mendung."

Dia melirikku sekilas, lalu tersenyum lebar."pinter."

Anak TK juga tau, kali.

"Tapi bukan itu jawabannya," lanjutnya.

Keningku berkerut.

"Apa dong?"

Paduka menutup skectbook miliknya, pandangannya terarah ke wajahku. Tidak biasa ditatap aku memilih memalingkan wajah, malu-malu.

"Kamu, kok, lucu ya." Tangannya mengelus pucuk kepalaku. Aku tertunduk dan tersenyum.

"Jadi, kenapa siang ini mendung?"

"Karena...."

"Karena?"

"Karena langit sedang ingin menangis. Barangkali rindu dengan tanah di bumi. Lainnya, gak setiap orang kuat menyimpan perasaan rindu, mungkin aja selama ini, bisa jadi kamu sering menangis 'kan karena kangen sama aku? Hahaha." Dia tertawa lepas usai menjelaskan.

"Ih apa sih." Aku mencubit perutnya jahil. Dasar Paduka!

"Loh aku benar. Langit bisa setiap saat terik, tapi jangan lupakan hujan pun bisa datang suatu waktu. Sama halnya dengan manusia, bisa tersenyum, bisa menangis."

"Sejak kapan kamu bijak?" Tanyaku meledek.

"Haha! Aku kan belajar dari kamu."

Lalu tak lama hujan turun. Aku berlari mencari tempat untuk berteduh. Paduka di sampingku, turut berlari.

Aku tau langit memang bisa menangis suatu waktu, tapi tidak untuk selamanya.

Begitu pun dengan aku, menangisimu karena rindu tidak selamanya kulakukan. Lihat hari ini aku bahagia meski dalam rengkuhan rindunya hujan.

Rajutan Kalimat RinduWhere stories live. Discover now