37. Bohong Kalau Tak Rindu

61 0 0
                                    

Malam ini hujan kembali mengguyur Ibu Kota tepat tengah malam. Aku belum terpejam, masih berkutat dengan buku dan pena. Lagi-lagi rindu yang ku bahas. Tidak pernah bosan. Tidak pernah muak.

Sedang di luar hujan begitu deras. Boleh aku curiga pada sesuatu di balik hujan malam ini?

Saat ingatanku kembali ditarik pada satu minggu yang lalu tepat di hari rabu. Kamu menelponku. Di seberang aku dengar suara air jatuh begiru deras dan berisik terdengar di ponselku.

"Di Bandung hujan, Kak?" tanyaku kala itu.

"Iya nih. Deras banget, dek."

Kamu tahu aku adalah tipe perempuan yang senang bergurau, maka tepat malam itu aku berinisiatif untuk mengatakan sesuatu dengan lelucun.

"Kakak tahu kenapa di sana hujan deras?"

"Kenapa?"

Aku tersenyum antusias, aku rasa di seberang sana ia juga sama tersenyum juga.

"Soalnya ada yang sedang rindu, seseorang itu tidak tahu bagaimana mengungkapkannya, lalu rindu menjelma jadi hujan yang sangat deras."

Dia terkekeh pelan,"Kira-kira siapa yang rindu dengan siapa?"

Ingin sekali aku menjawab,"aku Kak. Aku yang rindu sama Kakak!" tapi tidak bisa. Aku lemah bicara soal rindu.

"Dek..."

Aku tersentak, aku terlalu lama diam sampai lupa aku sedang menerima telepon darinya.

"Eh, i-iya Kak?"

Aku mendengar dia menarik napas perlahan, gusar, seperti ada beban di dadanya.

"Kamu kangen sama kakak?" dia bertanya, pelan. Sangat pelan dan hati-hati.

Aku diam lagi.

Bohong kalau aku tak rindu, Kak!

"Berdoalah. Doakan semoga Kakak sehat terus."

Seketika air mataku meleleh. Tidak tahu kenapa tiba-tiba menangis. Rasanya sesak, sedih tapi tak bisa dijelaskan lebih rinci.

Pasti. Sebelum kamu memintaku untuk mendoakanmu, aku sudah melakukannya tanpa disuruh. Bahkan aku serindu itu.

"Pasti Kak."

Hanya itu yang mampu ku ucap.

Rajutan Kalimat RinduWhere stories live. Discover now