Longing - Orion

603 49 2
                                    

( Orion - Khenzi Yonezu )

Maaf, jika hati ini menaruh hati kepada orang lain. Dan, maaf jika kelak hati ini tidak sepenuhnya untumu.

|| HAPPY READING ||

Ternyata, ini hanya inisiatif dari Delano mengajak Aileen kerumahnya. Bukan karena Deta yang ingin bertemu dan bukan pula orang tua Delano yang ingin bertemu. Aileen ingin pergi tapi tidak bisa. Sebab kini mereka sudah duduk di bangku tamu rumah Delano.

Di kelilingi orang-orang yang baru Aileen kenal. Orang tua Delano dan adiknya. Aileen begitu malu, ia mengutuk Delano dalam hati.

“Oh, jadi ini pacarnya Delano?” tanya Kinan. Pertanyaan itu membuat Aileen tercengang. “Ha? Buk—“

“Yaudah, sih. Dulu tante juga malu-malu kalau mau ngakuin pacar sendiri.” Kinan memotong ucapan Aileen. Gadis itu mengerutkan keningnya kurang suka. Aileen melirik Delano dengan sinis. Pria itu hanya tersenyum manis.

“Kak Aileen, cantik.” Deta tampak lucu saat mengatakan kelimat itu. Membuat Ayah dan Ibu serta Delano tersenyum. Rasanya Aileen ingin keluar dari rumah ini.

“Gak salah milih cewek kan gue,” kata Delano menyiku lengan Aileen. Ayah Delano lebih banyak diam tapi dia tetap ikut tertawa jika menurutnya lucu.

“Besok, kami akan balik ke Korea. Sayang sekali Delano tidak membawa kamu lebih awal.” Yang De bersuara. Terdengar aneh tapi Aileen paham. Aileen hanya membalasnya dengan senyuman.

Kinan melihat jam, ternyata sudah kan setengah enam. Ia meminta Delano untuk membawa Aileen pulang. Syukurlah, Aileen pikir ia akan ikut makan malam bersama keluarga Delano dan untungnya tidak.

•••

Tidak banyak yang mereka bahas. Tapi, Aileen begitu sangat kesal saat ibunya Delano salah paham.

“Kak Delano bilang kita pacaran yah sama orang tua Kakak?” tanya Aileen terdengar cutek. “Enggak,” Delano menggelengkan kepalanya. “Nanti jelasin sama Ibu kak Delano kalau semua itu salah paham. Aku gak suka.”

Delano anggap acuh ia fokus kedepan. “Tapi gue suka.” Aileen hanya berdecih sebal. Aileen menunjukan alamat rumahnya. Kata Delano ia tau di mana rumah Latania. Jadi, dia tidak perlu memberi tau arah ke rumahnya.

Dan, mereka berhenti di depan rumah abu-abu. Warna rumah yang sama seperti Delano.  “Ternyata warna rumah kita sama yah?” Aileen hanya berdehem. Membuka pintu dan turun tanpa sepatah kata.

“Aileen, makasih yah tumpangannya!” sorak Delano dari dalam mobil. “Iya sama-sama. Hati-hati.” Aileen melenggak masuk tanpa menunggu Delano pergi. Dasar, tidak sopan.

•••

Pagi ini, Aileen datang sedikit lebih lambat tepatnya terlambat. Entahlah, tidurnya begitu pulas bahkan ia tidak membalas pesan Raga.


R

Hai, Len.
Kmn aja? Gk ngechat.
20.10


Sorry, Ga
Tidur pulas.
07.17

Hanya itu yang Aileen balas. Ia rasaya ingin menangis karena terlambat. Abangnya juga tidak mengantarkannya kesekolah. Hal hasil ia naik bis yang padat dan terlambat.

Aileen berdiri dengan wajah lelah di depan pagar sekolah yang tertutup. Seseorang dari jauh menghampirinya. Siapa lagi kalau bukan Buk Ketos, Latania.

“Nama?” tanya Latania dari balik pagar. “Kan kak Lata udah tau nama, ku.” Jawab Aileen. Latania memutar matanya malas. “Gue taunya nama lo, Aileen. Gak tau nama panjang lo. Rambut lo nutupin name tag lo.” Kaliamta yang lengkat dan cukup yang Latania ucapkan. Membuat Aileen mengangguk serta kesal.

“Aileen Eliandry. 10 Bahasa 2.” Latania menulis semua itu di sticky note nya. Tampaknya hanya Aileen sendiri yang terkurung di luar pagar. Latania melihat Aileen dari bawah hingga ke atas.

“Lo gak bisa ikut upacara. Tunggu di luar.” Kalimat terakhir yang Latania ucapkan lalu ia pergi. “Apes bener dah.” Aileen menggerutu menghentakkan kakinya kesal.

Hal hasil, Aileen berdiri menunggu di izinkan untuk masuk ke perkerangan sekolah hingga upacara selesai. Sejujurnya, dia sangat malu. Menjadi pusat bukanlah yang dia inginkan.

•••

Selama beberapa menit akhirnya upacara selesai. Satpam membuka pintu gerbang untuk Aileen agar masuk dan tidak lupa ada Latania di sana. Aileen menunduk, menuju kelas tapi,

“keliling lapangan atau hormat bendera?” tanya Latania membuat Aileen berhenti melanjutkan langkahnya.

“Kalau keliling lapangan, berapa keliling?”

“Enam. Hormat bendera sampai pergantian les.”

Aileen diam. Mempertimbang hukumannya. Kalau lari, lelah. Kalau hormat bendera sampai pergantian les. Mending gue lari ajalah, biar sehat. Batin Aileen.

“Lari aja deh kak,”

Latania mengangguk. “Silahkan.”

•••

“Gini bener ta gusti. Gue kira lari doang tanpa menjadi pusat. Eh ternyata pakai kertas beginian.” Gumam Aileen sambil berlari.

“GUE TELAT KARENA NGEBUCIN.” Salah satu anak murid membacakan kertas yang menggantung di leher Aileen cukup kuat. Membuat yang lain tertawa.

“AILEEN, SEMANGAT, EMBUN MEMBANTU DENGAN TAWA!” Embun si recok ternyata juga ikut mengabadikan momen yang langka. Sebab Aileen memang baru pertama ini terlambat. Bacot aja tuh anak. Decih Aileen dalam hati.

Kini ia benar-benar menjadi pusat. Aileen berlari dengan cepat dan akhirnya hukumannya selesai. Sudah enam putaran. Nafas Aileen memburu, keringatnya juga bercucuran. Kini ia mandi keringat.

“Huh ... udah kak,” kata Aileen menghampiri Latania. “Yaudah, ke kelas sana.” Aileen hanya berdehem ia berlari menghampiri Embun yang menunggunya di depan bangku kelas. Embun memang sedang free les.

“Lo gak ada minum?” tanya Aileen duduk mengatur nafasnya. “Ada, beli di kantin.” Jawab Embun cengengesan. “Pen nampol tapi sayang.” Gumam Aileen memalas.

“Cie, lo sayang gue ya Len? Gue juga sayang lo kok.” Dengan senangnya Embun memeluk Aileen yang berkeringan. Bahkan ia tidak penting jika keringat Aileen menempel.

“Lepasin Embun. Penyet gue.” Gerutu Aileen. Tapi Embun enggan untuk melepaskan pelukannya.

“Ehem,” keduanya saling melihat sumber suara. Tapi Embun tidak melepaskan pelukannya. “Eh, kak Yudha.” Embun pun melepaskan pelukan. Dan menyimak percakapan Yudha dengan Aileen.

“Buat lo,”  Yudha menyodorkan handuk kecil dan sebotol aqua. Aileen menerimanya. “Makasih, kak,” kata Aileen manis. “Lain kali jangan terlambat.” Wajah datar yang Yudah berikan. Bahkan wajah itu sudah membuat Aileen senang dan luluh.

“Iya, kak.”

Yudha mengangguk dan kembali menuju kelasnya.

“Ciee ... cieee, senyum-senyum gak jelas.” Embun meledek Aileen yang berbunga-bunga. “Apaan sih. Kak Yudha manis banget, Mbun.” Aileen jadi senang tak karuan.

“Iri gue, kenapa gak ada cogan yang yantol ke gue.” Cibir Embun.

“Karena lo kurang beruntung. Ayo, mari coba lagi,”

Kata Aileen mencubit pipi Embun. Dan pergi ke kelas membiarkan Embun mengoceh.

TBC


selalu mengucapkan terimakasih kepada kalian yang masih menetap membaca Longing. Semoga betah hingga akhir :')




mwah kyososate

Longing [COMPLETED]Where stories live. Discover now