UN

3.6K 197 30
                                    

Minjoo melihat keadaan restoran keluarganya hancur.

Restoran mungil yang menjadi satu dengan rumahnya kini berantakan dengan piring pecah dimana-mana serta perabotan yang hancur bertebaran. Matanya dengan cepat melirik ke beberapa pria yang memakai jas berwarna hitam dan kacamata hitam sedang menodongkan pistol pada kepala kedua orangtuanya.

Apa yang terjadi?

"Ah, kau pasti Kim Minjoo?"

Seorang pria yang tak jauh darinya, bertanya padanya dengan ekspresi malas dan tidak tertarik untuk bertanya. Namun keterpaksaan membuat pria itu harus memastikan.

"Y-ya... ada apa ini? Siapa kalian?!"

BRAK!

Tiba-tiba saja tubuhnya didorong dengan kuat hingga menabrak dinding di belakangnya dengan sebuah tangan mencengkram kuat leher mungilnya. Dengan susah payah, Minjoo berusaha untuk memberontak meskipun mustahil. Tangan pria itu sama sekali tidak bergerak dari lehernya.

Tenaga seorang wanita tidak pernah mengalahkan pria.

"Diam dan putuskan," ujar pria itu menunjuk kedua orangtuanya. "Ikut kami atau mereka mati."

Jantung Minjoo seakan berhenti mendadak.

Ia harus memutuskan dua pilihan yang tidak diinginkannya. Seakan ia mengerti maksud pria berambut hitam itu, bahwa ia akan menjadi tawanan pengganti orangtuanya. Tapi, apa yang terjadi?

"S-sebenarnya... ada apa ini?" tanya Minjoo parau, menahan rasa sesak di dadanya

Seingatnya, mereka baik-baik saja sebelum ia berpamitan untuk pergi berbelanja bahan dapur. Tetapi saat ia pulang dan menemukan pintu restoran keluarganya rusak, ia menemukan mimpi buruk di baliknya.

"Kau tidak perlu tahu! Sekarang, putuskan sebelum aku kehilangan kesabaran!"

Mata Minjoo melirik kedua orangtuanya yang juga menatapnya dengan rasa penyesalan yang tidak dapat dikatakan. Ia memang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi jika ia bisa menyelamatkan kedua orang yang sangat berarti di dalam hidupnya, ia akan melakukannya.

Airmata mengalir dari matanya, berharap jika keputusannya dapat menolong kedua orangtuanya yang sudah membesarkannya dan melindunginya selama ini.

"A-aku akan ikut denganmu."

Senyuman kepuasan terpancar di wajah pria itu kemudian melepas Minjoo yang jatuh terbatuk karena cengkraman pada lehernya. Ia menatap kedua orangtuanya yang masih terduduk dengan tangan diikat dan mulut disumpal.

Air matanya semakin deras melihat hal itu. Ia tahu, ini akan menjadi menit terakhir ia melihat kedua orangtuanya.

"Berdiri," perintah pria itu lagi

"T-tunggu," Minjoo berkata.

"A-aku ingin mengucapkan selamat tinggal pada mereka."

Pria itu berdecak, "Cepatlah!"

Minjoo langsung berlari ke tempat orangtuanya, melepaskan sumpalan di mulut mereka dan memeluk keduanya dengan air mata masih membasahi wajahnya. Ia harus mengingat harum tubuh mereka. Mengingat kehangatan dan tubuh mereka yang tidak akan pernah ia bisa rasakan lagi.

"Maafkan kami, Minjoo." bisik sang Ayah menangis tertunduk.

"Kami menyesal, maafkan kami." kali ini bisikan tersedu sang ibu

"Jaga diri kalian baik-baik setelah ini," ujar Minjoo mencium kedua pipi mereka

"Kami pasti akan menemukan cara untuk membawamu kembali," ucap sang Ayah menatap kedua mata putrinya

Marry the DevilWhere stories live. Discover now