1. Surat Cinta dan Tameng

123 9 12
                                    

"Emang kenapa kalau gue panggil nama lo di depan anak OSIS?" sungut Kaisar.

Renka melirik pemuda yang berjalan di sampingnya dengan geregetan. Sejatinya, gadis itu hanya sedang berpura-pura sebal untuk menyembunyikan rasa senang karena berada di dekat Kaisar.

"Temen, tuh, emang kayak kepompong. Kalau nggak kepo, ya, rempong," olok Renka untuk menutupi rasa antusiasnya. "Turutin aja perintah gue. Bawel amat!" lanjutnya masih dengan nada pedas.

Kaisar memelotot, jelas tidak terima jika dirinya disebut sebagai seseorang yang mempunyai sifat selalu ingin mengetahui urusan orang lain atau kepo.

"Dasar Guci," balas Kaisar tak kalah sengit.

"Hah?" Mata Renka membeliak.

"Elo, Guci." Kaisar menunjuk Renka yang sedang mengernyit bingung. "Kalau nggak gunjing, ya,mencaci," lanjutnya dengan gaya bicara menyebalkan, walau sebenarnya ia juga bahagia karena bisa bercanda dengan gadis itu.

Dengkusan sebal lolos dari hidung gadis berambut sebahu itu. Renka pun menggerakkan sikunya untuk menyodok pinggang Kaisar. Namun, karena Kaisar menghindar dengan cepat, Renka malah terhuyung dan sukses membuat teman satu kelasnya itu terkekeh pelan. Beberapa murid yang berpapasan dengan mereka juga tertawa saat melihat kejadian itu. Renka yang kepalang malu hanya bisa memelotot pada Kaisar. Namun, entah sejak kapan wajah Kaisar sudah berubah datar seperti biasanya.

"Apa?!" gertak Kaisar.

Renka menggeram. Gadis itu melipat tangan di depan dada lalu bersungut-sungut, "Dih, sok ganteng banget sih lo!"

"Pokoknya nanti kalau lo ngobrol sama gue, usahain jangan sebut nama," peringat Renka sebelum kakinya tepat berhenti di depan ruang OSIS, ruangan yang sebenarnya enggan ia datangi.

Kaisar hanya menanggapi perintah Renka dengan gumaman yang tidak begitu jelas. Pemuda itu memilih duduk di bangku semen seperti beberapa perwakilan kelas lainnya dan membiarkan Renka yang kini mendadak berubah menjadi gadis anggun.

Namun, dalam diam, sebenarnya Kaisar merasa ganjil dengan perubahan sikap gadis itu. Menurut sepengetahuannya, gadis bernama lengkap Renata Kaftiarani itu adalah sosok yang mudah mengakrabkan diri. Kaisar makin penasaran tentang sebab yang menjadikan Renka membisu seperti saat ini.

Sekitar lima menit menunggu, dua anggota OSIS datang. Mereka tersenyum sopan sebagai bentuk terima kasih pada semua yang bersedia menghadiri undangan rapat ini. Setelah merasa cukup dengan ramah-tamah singkat itu, salah satu dari keduanya segera membuka pintu ruangan yang terkunci.

Renka masuk paling akhir. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Renka yakin pasti sekarang wajahnya tampak kebingungan karena kursi yang tersedia hampir terisi semua. Apalagi, kehadiran dia di tengah-tengah rapat kecil ini membuat semua pergerakan yang ia lakukan terasa kikuk dan tidak bebas.

"Ren!" Suara Kaisar yang sangat Renka hafal terdengar begitu jelas.

Rega yang bersiap membagikan juklak festival band pada peserta technical meeting yang hadir, refleks menegang saat mendengar seruan tersebut. Mata yang dinaungi alis tebal itu langsung menyapu ruangan.

Sementara itu, alih-alih merespons Kaisar, Renka yang baru saja merasa terpanggil justru menahan napas dan menggigit bibir menahan emosi yang siap meledak. Padahal, kesempatan untuk bisa dekat dengan Kaisar bisa dikatakan langka, tapi saat hal itu datang, pemuda itu malah membuat masalah.

Si Kaisar mulutnya bener-bener minta ditabok, ya! Batin Renka.

"Renka!" seru Kaisar kembali menggema.

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang