🍀sembilan;

11.2K 1.5K 79
                                    

🔞 ; Warning ya anjir:(

(.)(.)

Pukul dua lebih tiga belas menit. Aku mengintip dari ponsel Jeno yang menyala. Ini dua malam tepatnya. Kami menghabiskan waktu sejak pukul delapan untuk membuat kue. Gila. Pipiku merona. Sekarang aku paham apa itu membuat kue.

Sekarang posisi kami adalah telentang, Jeno memang orang yang sopan, dia meminta izinku sebelum memasukan dirinya sepenuhnya di dalam diriku.

Tapi dia itu beringas. Sambil mengecupi bibir dan pipiku, dia memainkan lubangku dengan gerakan yang sukar aku jelaskan, namun itu nikmat, dan sakit.

Di bawah selimut dia merengkuh pinggulku, kami masih sama-sama tanpa busana. Tangannya bermain di pinggangku sejak tadi, aku kelelahan tapi mataku tak mau terpejam.

"Jeno, nanti jika aku hamil bagaimana?"

"Ya sudah, maka hamil,"

Aku menggeram, "bukan begitu, bodoh. Aku ingin berkuliah lagi!"
Aku menerima elusan lembutnya di pinggul sampai ke pantat, sesekali menggeliat dan mendesah lirih jika dia meremas pipi pantatku.

"Masih ada waktu satu tahun, sayang. Kamu bisa melahirkannya dulu, teman-temanmu bahkan masih berlibur di rumahnya."

Aku agak termangu. Benar juga.

"Sshh, Jenhh-"
Tanpa sadar aku mendesah lagi. Tangannya mengelus dan meremas lembut pahaku, sedari tadi aku memang menekuk lutut dengan posisi paha tertutup rapat. Tapi sekarang menjadi mengangkang karena perlakuannya, ah Jeno...

"Sayang, terbangun,"
Suara seraknya mengalun di telingaku. Wajahku memerah kala dia memainkan kepunyaanku di bawah selimut.

"Anghh, umm..."
Aku semakin melebarkan paha. Jarinya menggesek di sekitaran lubangku, kurasakan ujung jari kakiku berlipat, pelampiasan, sialan.

"Sayang..."
Hidung mancungnya mengusal di leherku, turun ke dada, menyesap dan mengulum putingku. Aku mabuk.

"Haaahh- Jeno-hh,"
Aku gelisah, menggelengkan kepala dengan ribut kala dia melemparkan selimut ke lantai. Tangannya menekan lututku untuk semakin mendekat pada dada, aku tidak kuat untuk tidak mendesah dengan keras ketika miliknya memasukiku, menghentakku sedemikian kuat, membuatku mendesahkan namanya sepanjang malam.

"J-jenhh, ahh- ummh,"
Rasanya kepalaku pusing. Tangannya dengan gesit menahan kedua tanganku di sisi kepalaku, menunduk untuk mengecup dan mengulum bibirku, kemudian lidahku, kemudian saliva kami saling menetes. Saat dia melepas pagutannya, aku kembali berteriak tanpa tahu diri. Memintanya untuk terus bergerak pelan-pelan, namun juga ingin dia merusak-ku dengan amat cepat.

Jeno meremas kedua pergelangan tanganku, menggigit bibir bawahnya, "ohh, sayang, jangan menjepit!"

"Tidaaak-hhh,"
Racauku agak keras. Ranjang tidak berderit, padahal geraknya sangat cepat dan tak beraturan.

"Ohh- ohhhh Jenohh,"

Entah sudah berapa kali cairanku mengotori bagian tubuhku. Malam ini aku lepas tanpa bantuan tangan Jeno, mengerikan!

"Sayangh, aku ingin bayihh."

"Akhh- akh, yaaahㅡ"

"Lee Jaemin,"

"Umhh, Jenoyaahhㅡ"

Aku lepas. Begitupula Jeno. Dia mengeluarkannya begitu banyak di dalamku, aku mengeluarkan banyak tanpa henti bahkan ketika Jeno sudah menindihku sepenuhnya karena merasa lelah. Aku tidak lelah, hanya lemas, sungguh!

Aku mengatur napas. Jeno juga. Dia mengecup putingku, bekas tanda yang ia lukis di leherku, daguku, kemudian bibirku yang agak lama dikulumnya. Terakhir dia mengecup keningku.

"Besok aku tidak bekerja,"

Aku mengangguk lemah, "mengapa?"
Mengernyit ketika merasakan lidahnya menyapu putingku dengan geli.

"Lelah, sayang. Kita akan tidur. Jika kamu bangun, maka jangan harap kamu bisa lari, jangan mandi dulu."
Dia mengecupi permukaan dadaku. Aku agak menggelinjang.

"Nghh- mengapa tidak mandi-hh?"
Aku menerima saja perlakuan Jeno. Dia sadis sekali. Aku juga...

"Aku masih ingin membuat kue bersamamu,"

Pipiku merona, dengan teriakan lagi ketika dia menggoyangkan miliknya di dalamku. Well, panas sekali.

to be continued.

(maaf gak panas wkwk)

AldebaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang