Kita Selamanya

35 5 5
                                    

Kau tahu, semua yang telah kau berikan padaku sangat berarti sahabat. Semua yang pernah kita lalui sangatlah berarti. Kuterima kelemahan dan kelebihanku. Sejujurnya, aku ingin bertemu langsung denganmu, namun kau pun telah jauh di sana.

Namaku Amelia, gadis biasa dengan penampilan yang sederhana yang ingin merangkai mimpi dengan sahabat selamanya.

Pagiku yang mendung, berganti dengan indahnya pelangi. Kau rangkul aku di saat kebanyakan orang mengabaikanku. Saat aku terjatuh. Walau aku beberapa mengabaikanmu karena aku takut temanmu tak suka denganku. Ya, mana pantas aku berteman denganmu yang tentu lebih baik darimu. Tapi, kau dengan percaya diri meyakinkanku. Aku bahagia saat itu.

Di tengah keramaian, seperti biasa aku hanya bermain ponsel sebagai teman setiaku. Percuma saja aku bergabung dengan temanku. Pasti juga aku hanya menjadi nyamuk. Tak dianggap. Tempat duduk di sudut belakang adalah yang paling nyaman dengan jendela terbuka sehingga aku bisa melihat ke luar. Biarlah aku sendiri menikmati alam, melakukan apa yang aku suka. Asal aku tak mengganggu itu sudah cukup. Semua orang terkadang menatapku dengan bingung. Mengapa aku sungguh berbeda dari anak pada umumnya. Apakah salah dengan sifat introver, sehingga menjadi pusat perhatian. Aku benci ini. Aku bahkan ingin hidup seperti orang lain. Aku iri dengan orang yang mudah mendapat teman tak seperti diriku. Namun, ada hal yang aneh. Seorang teman yang tak terlalu dekat bahkan ia berbicara sarkas malah datang menolongku di saat yang lain berlagak sibuk.

Diam-diam ia mengamatiku. Namun, kala dia mengajakku berbincang, aku canggung. Aku merasa tak nyaman. Inilah teman terbaikku. Dia yang terlihat jahat di luar tetapi hatinya baik. Ia sama sepertiku, melakukan apa yang ia suka tak peduli pandangan orang tentangnya. Pendiriannya sangat kuat. Hingga kami telah lama tak bertemu karena kuliah yang berbeda, ia masih saja mengingatku. Dialah Nadia, gadis dengan rambut sebahu nan tomboi.

Ada pula sahabatku yang dengan sabar mengajariku bersosialiasi. Ia mau berbagi denganku.

"Kenapa kau suka menyendiri, Mel?" tanya Rika dengan anggunnya.

"Tak apa. Percuma saja aku di sana, aku juga diabaikan." Aku menjawab ketus, terus terang aku benci tiap kali orang menyinggung ini. Bukankah perilaku jahat lebih buruk dibanding introver. Aku emosi dengannya. Namun, aku berusaha untuk mengumpat.

"Ya, tapi jika kamu cuek yang ada orang jadi menganggapmu tak asyik. Bersosialisasi juga baik kok. Tak semua orang seperti itu, aku mau jadi temanmu. Karena aku mempunyai masa lalu yang sama denganmu." Rika memandangiku dengan sendu.

"Kamu gak malu apa punya teman sepertiku?" Aku merendah.

"Kenapa harus malu? Aku beneran mau jadi sabatmu, Mel."

Entah kenapa aku selalu canggung, takut dia meninggalkanku atau tak nyaman denganku. Aku bahkan mencoba yang terbaik agar ia tak malu denganku. Walau dia bilang, ia sama sekali tak malu, tetapi aku merasa nanti dia akan menjadi bahan pembicaraan temannya. Apalagi dia populer.

Aku pernah mendengar bahwa temannya Rika selalu saja melakukan ritual agar ia kaya. Terus terang saja aku walau memiliki sifat cuek dan introver, namun aku mudah trenyuh.

"Maaf sebelumnya, aku pernah melihat Santi selalu aja membawa benda wangi seperti bunga dan benar saja aku menemukan sepulang sekolah malam-malam ia bersama kawannya Radit meletakkan kembang tujuh rupa dalam sebuah wadah. Bukankah itu menyesatkan." Aku bertanya dengan hati-hati agar dia tak marah.

"Kamu tahu dari mana? Itu info sembarangan. Jangan mengada-ngada." Dia langsung naik pitam.

"Aku tahu sendiri dengan mata kepalaku saat mengambil bukuku yang ketinggalan karena esoknya PR itu harus selesai dikumpulkan."

"Lantas, gimana lagi ceritanya?" Rika mulai penasaran.

"Aku menemukan mereka di ruangan dekat parkiran sedang meletakkan bunga dan aku juga tak sengaja, melihat mereka saat aku hendak melaju ke jalanan untuk pulang. Aku merasa penasaran, dan mengikuti mereka. Benar saja mereka berada di tempat gelap dan sepi. Anehnya lagi ternyata Radit membawa lilin. Pemuda itu sedang menjaga lilin. Pantas saja mereka sekarang bisa membeli apa saja. Kamu harus hati-hati dengan mereka. Pokoknya kamu putus pertemanan dengannya."

"Aku tak ingin memutus pertemanan dengan mereka. Asal kita waspada dan tidak ikut seperti mereka." Ia menasihatiku.

"Apakah pertemanan seperti itu?"

"Menurutku ya seperti itu. Buat apa kita memilih teman. Bagiku, semua tetap menjadi teman. Kita bijak saja dan tak mudah terbawa.

Rika mengajarkanku cara bersosialiasi dan aku dituntut untuk percaya diri. Itu melelahkan. Aku hampir saja menyerah. Tetapi setiap aku hampir menyerah, ia selalu memotivasiku. Aku yang awalnya tak suka cara dia memaksa, akhirnya seiring berjalannya waktu pun tahu jika ini sangat berarti.

Pernahkah kamu sedang kehabisan baterai ketika menginap, dan ingin mengisi baterai handpone, tetapi saklarnya hanya satu dan ia dengan sombongnya memakai seenaknya. Namun, Rika menawarkanku agar pergi ke tempat lain hanya untuk mencari saklar. Dia teman yang baik, aku selalu saja menyusahkan tetapi ia tak marah.

Saat ini, aku kehilangan nomor Nadia. Nadia susah pula dihubungi. Apakah ia berubah dan tak mengingatku. Apa karena ia sudah sukses. Entahlah, aku tak tahu. Sementara itu, Rika kini telah pindah ke daerah untuk pekerjaannya. Kami masih komunikasi. Namun, sayang kami hanya bisa bertemu lewat suara. Itu saja sudah membuatku bahagia.

Aku akan mengingat mereka, karena mereka yang dapat mengubah hidupku. Meski jauh juga aku akan menyempatkan diri dan sebisa mungkin menghibur mereka dikala ada masalah. Aku rasa egois kala aku tak menyemangati mereka.

Kini aku sudah bisa bersosialisasi dab belajar. Coba saja kalau aku tak bertemu mereka. Entah apa jadinya, banyak orang yang membenciku. Dan kini aku juga mendekati orang yang mempunyai masalah hampir serupa denganku. Aku tak membenci mereka. Orang seperti itu pasti mempunyai masa kelam atau sedih berlebih hingga mereka berubah. Justru kitalah yang harus membantu. Aku sangat menyukai motivasi untuk perubahan. Bahkan, jika kami bertemu nantinya lagi. Aku ingin mendirikan sebuah komunitas untuk berubah lebih baik. Biarpun orang berkata ini terlalu berlebihan dan aneh untuk mimpiku. Tapi ini keinginanku. Aku juga orang biasa yang terkadang bisa labil. Tapi ketika aku ingat tentang keinginanku yang sebenarnya, aku akan bangkit.

Sahabatku, kulihat bintang di malam ini. Nuansanya indah nan cerah. Tanpa terasa kuteteskan air mata, aku hanya ingin kami berkumpul malam ini. Kalian yang terbaik. Kita selalu ada di hati selamanya.

Amelia Widyastiana

Nadia Rahmania

Rika Renata Permatasari

Kita selamanya

Lihatlah video atau foto kami saat kalian merasa rindu. Pejamkan mata dan bayangkan kami bersama. Tersenyumlah, meski masalah menimpa. Sayangi diri kalian sendiri.

Selesai

Me and The Forgotten OneWhere stories live. Discover now