PART 01 MENOLAK

16.8K 2.5K 185
                                    


"Ih gak mau, mama mau Lusi rebutan bedak gitu ama dia?"

"Hustt kalau ngomong ngawur ya. Siapa coba yang rebutan bedak?"

Mama kini menyisiri rambutku. Aku terlalu terkejut dengan ucapan papa. Maka aku langsung naik ke atas dan masuk ke dalam kamarku. Siapa juga yang mau dijodohin sama oppa-oppa kayak gitu. Aku bukan termasuk k-pop mania. Aku ini tuh penggemar mas-mas kayak papa ataupun dua kakak kembarku itu yang punya cambang macho. Mama langsung menyusulku ke dalam kamar dan memberikanku nasihat.

"Mah, orang sana itu banyak yang oplas loh. Mama mau punya menantu kayak gitu? Wajah palsu, entar kena panas meleleh."

Aku kini menatap mama yang berdiri di belakangku dan menyisir rambutku yang panjang sepinggang. Rambutku memang sangat panjang, sejak kecil tidak pernah dipotong pendek, paling juga cuma dirapikan. Maka kedua kakakku sampai menjulukiku rapunsel. Aku sendiri kalau menyisir begini memang butuh bantuan mama.

"Kamu itu kalau ngomong, ini mah korea rasa Indonesia Lus. Dia ini mamanya Indonesia, papanya korea. Kasihan loh dia, pas usia 10 tahun gitu mamanya meninggal karena sakit kanker. Kebetulan mamanya itu, Mbak Ratna, temennya papa kamu. Nah si Hyun ki ini akhirnya balik ke Seoul sama papanya itu. Dulu, kan di sini juga. Meski papanya Hyun Ki mualaf tapi tahu sendiri mendidik anak di sana dengan kultur dan agama yang masih dianggap minoritas di sana memang kurang efektif. Jadi si Hyun ki ini memang sebenarnya pulang ke negara mama nya ini karena ingin belajar agama Islam. Dan papa kamu yang dimintai tolong."

Aku mengernyit mendengar ucapan mama. Beliau sudah mengepang rambutku dan kini melangkah duduk di tepi kasur. Aku berbalik dan kini ikut duduk di sebelah mama.

"Kan Lusi pingin punya imam kayak papa, kayak Mas Atma dan Serkan. Yang islamnya bener-bener kuat ma. Dijodohin kok sama yang masih awam sama Islam, lah Lusi nanti yang bimbing siapa?"
Mama tersenyum mendengar ucapanku. Dia mengusap rambutku dengan lembut.

"Lus, papa dan mama ingin kamu membimbing Hyun Ki, dia anaknya baik kok, udah dokter loh. Terus pinter dan udah mapan. Apalagi dia memang sangat ingin mendalami agama Islam dan ingin menikah."

Aku memberengut dan menatap mama.."Kenapa papa malah jodohin ama Lusi? Lusi tuh udah suka sama Deniz ma, mama kan tahu?"
Aku memang suka curhat dengan mama soal Deniz, masa mama ya gak bilang sama papa kalau aku sudah jatuh cinta dengan orang lain.

"Ada alasan tersendiri buat papa, apa yang terlihat dari Hyun ki, mungkin itu sudah bisa menjadi jaminan papa untuk menjodohkan kamu dengannya."

Kuhela nafasku dan meniup poni yang kini menutupi dahi.

"Hyun ki nya setuju gitu? Jangan-jangan dia cuma berlagak gitu ma, entar Lusi cuma dijadiin temen curhat gitu ma, jangan-jangan dia suka ama cowok ma?"

Mama melotot mendengar ucapanku.

"Hust kalau ngomong ini mulut. Dia pria sejati Lus. Udah, kenalan dulu deh. Habis itu kamu juga diperiksa ama dia. Tak kenal maka tak sayang Lus."

***** 

Dan akhirnya di sinilah aku. Ini mah namanya pemaksaan bener. Mama dan papa ada di ruang nontot tivi, sedangkan aku duduk di ruang tamu dan di depanku ada Hyun ki.

"Aku periksa dulu ya?"
Kugelengkan kepala saat dia mau mengulurkan termoter ke arahku. Enak saja mau pegang-pegang.

"Sini."

Kuminta termometer itu dan dia memberikannya.

"Ini di kasih mana? Ketek?"
Dia tersenyum dengan kalem dan menganggukkan kepala. Maka aku langsung mengepit termometer itu.

"Bisa ngomong Indonesia lancar?"
Dia kini membuka tas yang ada di atas meja. Tampaknya itu tas tempat peralatan kerjanya. Dia mengambil beberapa obat.

"Ehm formal bisa, sedikit."

"Owh.."

Aku hanya mengucapkan itu. Lalu dia sibuk dengan obat-obat yang dia masukkan ke dalam plastik. Beberapa menit kemudian dia meminta termometer itu. Aku memberikannya dan dia membaca suhu tubuhku.

"Ehm, demam, saya beri obat ya? Diminum.. eh atau dimakan kalau di sini?"

Ucapannya memang kaku, duh. Aku harus bilang apa coba?

"Dimakan itu nasi, diminum itu air. Obat ya ditelan."

Aku iseng mengatakan hal itu yang membuat Hyun Ki menganggukkan kepala. 

"Tapi kalau dimakan kan juga ditelan ya?"

Duh... ini aku ngomong kayak sama anak tk.

"Enggak."

Dia malah tersenyum mendengar ucapanku. Lalu dia meletakkan obat yang sudah dimasukkan plastik dan diberikan kepadaku. Dia menghela nafas dan menegakkan tubuhnya.

"Saya pernah hidup di sini kok, sampai usia 10 tahun. Lalu mama meninggal dan saya ikut papa. Makanya masih agak kaku ngomong Indonesia, tapi saya bisa dan paham. Karena teman-teman kuliah saya juga banyak yang dari Indonesia."

"Heeemmmm."

AKu hanya menggumam, tidak penting. Pokoknya aku gak mau dia jadi imamku, titik.

"Mas, eh,, panggilnya apa? Ehmmm oppa gitu?"
Dia hanya tersenyum lagi dan memamerkan kedua lesung pipinya. Dih itu wajah sama aku aja halusan punya dia loh? Kayaknya aku bakal tanya dia pakai krim apa gitu. Deuuhhh fokus Lus.

"Mas tidak apa-apa."

"Oke, mas Hyun, ehmmm jadi aku gak mau dinikahin sama kamu. Aku sudah punya orang yang aku cintai. Kalau mau cari cewek sini, aku punya temen yang tergila-gila sama cowok-cowok kayak kamu. Mau?"

Nah sudah kukatakan dan lega.

"Tergila-gila?"

Dia mengangkat alis tebalnya.

Aku lupa kalau dia masih belum paham kata tidak baku.

"Ehm maksudku suka gitu."

"Owh..."

Dia tampak bingung tapi kemudian tersenyum lagi.

"Tapi saya sukanya sama Lusi, dan tidak mau yang lain."

Duuuuuuhhhhh emaaaakk... ini gimana coba? 


BERSAMBUNG


Udah di up lagi ya hayuk tambahin komentarnya yee biar lancar

SARANGHAE IMAM-KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang