Chapter XI: Cerita Rachel - Sela-Sela Malam

853 31 0
                                    

Gue bercerita kepada orang lain soal bayangan hitam yang gue lihat kemarin malam. Rupanya orang-orang enggak ada yang percaya sama gue, hingga suatu waktu gue ketemu sama Rachel dan menceritakannya. Rachel menjawab kalau munculnya bayangan hitam itu bukanlah kali pertama, dia menambahkan beberapa cerita yang seketika membuat bulu kuduk gue berdiri. Aneh rasanya, padahal gue sama sekali enggak percaya sama yang begituan.

***

Rachel bercerita, beberapa minggu setelah kejadian tangisan bayi, ia masih selalu tidur dengan mamanya dikamarnya. Ia merasakan keanehan karena selama ia tidur dengan mamanya hampir tidak ada suara-suara aneh yang muncul. Ini masih menjadi suatu misteri bagi Rachel.

Fokus cerita kali ini tertuju kepada Rachel. Di suatu malam hanya ada Rachel dan mamanya di rumah. Papanya masih sibuk di balai desa karena minggu-minggu itu berdekatan dengan hari pemilihan kepala desa. 

Waktu di rumah pun masih menunjukkan pukul tujuh malam. Rachel ketika itu sedang belajar di ruang tamu sedangkan ibunya berada di tempat mencuci baju. Jarak di antara mereka tidak begitu jauh.

"Chel, Rachel!"

Aku dengan sigap langsung mendatangi ibu yang sedang mencuci.

"Kok mama mencuci malam-malam sih?"

"Iya nak, celana kerja mama tadi terkena kopi nak. Mau mama cuci lagi, soalnya celana mama yang satunya masih di Ibu Sarah."

Ibu Sarah adalah penjahit langganan mamaku. Rumahnya pun tidak jauh dari lokasi rumahku.

"Memangnya bakal kering ma?"

"Ya semoga kering nak, nanti mama masukkan ke pengering yang lama."

Aku hanya mengangguk, selepas itu mamanya bertanya,

"Mama bisa minta tolong nak?"

"Tolong apa ma?"

"Nyalakan saklar air nak, airnya habis rupanya."

Posisi saklar air ini ada di pekarangan rumah karena di sana jugalah tempat pompa airnya berada.

"Oke ma, sebentar ya ma."

Tidak terpikirkan olehku kejadian mistis apapun karena sudah lama juga aku tidak diganggu oleh hal-hal aneh.

Kreeek..

Suara pintu halaman belakang terbuka dan suasana gelap nampak terlihat. Hanya diterangi oleh sebuah lampu kecil, membuat aku yang tadinya merasa berani kembali mundur karena takut.

"Gimana nak? Sudah dinyalakan?"

"Ehm, begini ma, bagaimana kalau Rachel ke rumah Ibu Sarah saja? Rachel ambil jahitan mama."

"Nak, Ibu Sarahnya lagi di luar kota. Kalau dia ada di rumah, ngapain mama cuci celana ini?"

Mau tidak mau aku harus menyalakan saklar air di pekarangan itu. Perlahan aku pun berjalan keluar.

"Kamu bisa Chel, kamu anak berani." ujarku berbicara sendiri sambil berjalan pelan menuju saklar air.

Akhirnya tibalah aku di tempat pompa air berada. Aku pun langsung menyalakan saklar airnya. Sedikit gambaran, setelah menyalakan saklar air, kita harus menunggu kurang lebih dua menit untuk memastikan aliran air telah melewati pipa-pipa pompa tersebut dan aku menunggunya dengan cemas karena aku tahu pekarangan rumahku bersebelahan langsung dengan dua rumah kosong.

"Bau.. Bau apa ini?"

Aku yang awalnya menganggap bau itu berasal dari pompa air, mendadak kaget ketika bau tersebut semakin jelas tercium. Aku yakin sekali ini bukanlah bau yang berasal dari pompa air, hingga akhirnya aku mencoba berjalan mendekati sumber bau berasal.

Aku langsung lari terbirit-birit ketika tahu bau itu datang dari rumah Ibu Tiara dan bau ini bau bunga melati. 

***

"Mamaaa. Mamaaa.."

Aku langsung berlari mendatangi mama sambil memeluknya dan menangis histeris. 

"Mama, hantunya ada lagi."

"Sudah nak, sudah. Sudah." ucap mama sambil menyeka air mataku.

"Ru.. Rumah.... Ibu Ti.. Tiara.. Ma, bau melati."

Raut mama jelas nampak kaget ketika mendengar ucapanku namun mama masih berupaya menenangkanku.

"Su.. Sudah nak, kita nunggu papa saja nak."

Aku dan mama langsung bergegas menuju ruang tengah. Aku yakin mama juga ketakutan sepertiku karena mama sendiri tidak berani mengecek pekarangan rumah.

***

"Disini nak asal baunya?" tanya papa sambil mematikan saklar air.

Papa baru tiba pukul sembilan malam, dua jam setelah kejadian aku mencium bau tersebut.

"I.. Iya pa." ucapku sambil memeluk erat mama.

Papa tidak mengatakan sepatah katapun, ia melihat mama lalu mengajak kami semua untuk kembali masuk ke rumah.

"Baunya sudah hilang nak, sekarang kamu lupakan ya kejadian itu?" ujar papa sambil mengunci pintu ke pekarangan rumah.

"Pa.. Papa masih nggak percaya ya?"

"Begini ya nak, hal-hal begitu memanglah ada, tapi kita cuma sekedar tahu saja kalau mereka itu ada. Kamu jangan mau dipermainkan sama mereka. Perbanyaklah berdoa nak." pungkas papa dengan lugas sambil memelukku.

Aku masih terdiam sambil merasakan hangatnya pelukan Papa mama. Jarang sekali aku dipeluk seperti ini di umurku yang sekarang. Pesan papa masih tertanam olehku hingga saat ini. Namun entah mengapa aku masih kesulitan untuk tidak memikirkannya hal-hal mistis itu.

Hinggabeberapa kali aku jatuh sakit karena hal itu..


Di Antara Rumah yang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang