Chapter X: Awal Mula Perkenalan

Mulai dari awal
                                    

Rachel terlihat pasrah dan akhirnya menerima kalau gue bayarin nasi goreng pesanannya.

"Tigapuluh Ribu neng."

Gue pun membayar dan abang nasi goreng ini pun melanjutkan memasak pesanan Rachel.

***

Gue berjalan pulang ke kost bersama Rachel, di sepanjang jalan kami ngobrol-ngobrol walaupun tak seantusias ketika di tukang nasi goreng tadi.

"Jangan lewat sana kak!" ujar Rachel sambil menarik tangan gue.

"Lah? Terus lewat mana? Gue kalau pulang selalu lewat sini."

"Lewat atas aja Din."

Di jalan menuju kost dan rumah Rachel ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu jalan yang menanjak dan jalan yang mendatar. Gue kalau pulang selalu lewat jalan yang mendatar. Ya karena secara logika jalannya yang datar dan gue merasa lebih dekat aja jaraknya daripada lewat jalan yang menanjak.

"Bukannya lebih dekat lewat sini ya?"

"Udah Din lewat sini aja. Nanti aku ceritain."

Mau nggak mau gue menyetujui ajakkan Rachel ini. Gue bingung sama si Rachel ini, ada jalan yang lebih dekat, eh dia malah mau lewat jalan yang lebih jauh.

***

Malam hari ini begitu dingin. Untungnya gue memakai jaket begitupun Rachel. Setelah cukup jauh berjalan, gue bertanya ke Rachel soal apa yang mau dia ceritakan.

"Cerita apa Chel?"

Rachel terlihat bingung ketika gue bertanya seperti itu.

"Begini Kak Din, eh maksudnya Dini. Kamu tahu kan rumah kosong yang warna kuning di sebelah rumahku itu?"

Gue mencoba mengingat dan nampaknya gue cukup paham dengan rumah yang dimaksud Rachel.

"Oh yang rumah kosong atapnya hancur itu ya?"

"Iya benar Din."

"Terus kenapa?" tanya gue penasaran.

"Ya kalau bisa jangan lewat sana kak, kan kalau lewat jalan datar kita ngelewatin rumah itu."

Gue adalah tipe orang yang nggak percaya sama hal-hal begituan. Gue kaget aja kok si Rachel masih percaya aja sama hal-hal begituan. Gue ngerasa, ayolah tahun segini masih aja elo percaya sama hal-hal begituan.

"Maksudmu rumahnya angker?" jelas gue.

"I.. Iya kak." jawab Rachel terbata-bata.

Benerkan dugaan gue, Rachel ternyata percaya sama hal-hal begituan.

"Yang bener lo Chel, masa zaman sekarang masih aja percaya sama hal-hal begituan." balas gue sambil tertawa.

"Aku serius kak." gumam Rachel dengan nada menaik.

"Begini ya Chel, gue kalau pulang kuliah malam hari lewat jalan datar, sama sekali enggak pernah lihat kejadian gitu. Biasa-biasa aja malah gue lewatin rumah yang katanya elo angker itu."

Muka Rachel menghadap bawah dan mengernyitkan dahinya, tanda ia tidak suka sama jawaban gue.

"Kok elo malah jadi murung sih Chel?"

"Habisnya kamu sama kayak papa dan mamaku. Nggak percaya sama cerita aku."

Gue nggak menjawab ucapan Rachel terakhir tadi dan hanya geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya percaya sama tahayul di zaman sekarang. Dasar Rachel.

***

Tidak lama kemudian akhirnya kami tiba di jalan terakhir menuju rumah Rachel dan kost.

Di Antara Rumah yang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang