9. Buku Diary

167K 14.9K 580
                                    

HAPPY READING :)

"Assalamualaikum Pak!" salam Alaska sopan saat sudah masuk ke ruang Pak Rizal, dosen yang mengampu setiap adanya kegiatan kampus.

"Waalaikumsalam," jawab Pak Rizal sambil memandang ke arah Alaska. "Duduk" titahnyamempersilakan Alaska.

Alaska lantas duduk didepan Pak Rizal. Lelaki paruh baya itu, menatap Alaska. Seakan ada sesuatu yang ia cari."Ada apa Alaska?" tanyanya sambil melepas kacamata yang menggantung dihidungnya.

"Begini Pak, saya diutuskan untuk mewakili teman-teman. Mereka meminta jika pameran seni tahun ini ingin membuat pementasan drama atau teater."

Pak Rizal tampak menimang. Tak lama ia juga sependapat dengan Alaska jika mengadakan pementasan drama. Karenamerasa kampusnya yang juga jarang mengadakan pementasan seperti itu.

"Saya setuju," jawab Pak Rizal mantap kemudian, membuat Alaska mengembangkan senyumannya. Bersyukur memiliki dosen yang mengerti akan permintaan mahasiswanya.

"Terimakasih kalau begitu, Pak. Saya permisi dulu," pamit Alaskasetelahnya.

"Tunggu Alaska."

Alaska menghentikan aksinya yang ingin beranjak dari sana, saat Pak Rizal kembalibersuara.

"Ada apa, Pak?" tanya Alaska menatap Pak Rizal didepannya dan kembali duduk.

"Saya dengar dari Papa kamu, kalau kamu sudah menikah? Benar?"

Alaska diam. Sedikit memalingkan wajahnya ke arah lain. Perlahan pihak kampus mengetahui statusnya sekarang, semua karena Papanya yang merupakan bagian terpenting di kampus ini.

"He'em." Alaska mengangguk lemah. Tidak bisa berbohong kali ini, mengingat statusnya yang memang sudah menikah. Lambat laun juga semua orang akan tahuhaltersebut. Termasuk Amalia, gadis yang menjadi pacarnya saat ini.

"Siapa nama istri kamu?"

"Senja, Pak."

Pak Rizal sedikit tertawa kecil, memandang Alaska. "Kamu tahu Alaska? Anak saya begitu mencintai kamu. Dia mencintai kamu saat kamu masih SMA."

Alaska kembali diam. Sebelumnya, ia tidak mengetahui anak dari Pak Rizal, bahkan ia baru tahu jika Pak Rizal memiliki anak perempuan. Dan juga ia tidak menyangka jika anak Pak Rizal sudah lama menyukainya.

"Maaf, Pak, saya tidak tau jika anak Bapak menyukai saya."

"Iya Alaska. Karena anak saya tidak berani untuk mengatakan secara langsung."Pak Rizal kembali tersenyum menatap Alaska yang sudah merasa bersalah.

Sejujurnya, ia juga merasa sedikit kecewa, mendengar Alaska sudah menikah. Tapi, harus bagaimana lagi? Ia baru mengetahui, bahwa anaknya mendambakan sosok Alaska. Ia tak heran jika anaknya menyukai Alaska, karena selain memiliki wajah yang hampir sempurna dimata kaum hawa, Alaska juga pintar dalam hal apapun. Dan itu membuat orang menyukai Alaska. Menganggap Alaska adalah makhluk sempurna.

"Oh ya semoga kamu bisa jadi imam yang baik buat istri kamu."

Alaska tersenyum. Ia kembali mengingat istri anehnya itu. Gadis itu selalu membuat Alaska ingin menghabisinya tanpa sisa. Tapi, terlihat menggemaskan disatu waktu.

"Terimakasih Pak."

***

Malam semakin larut, namun jalanan kota Bandung masih tampak ramai. Bulan yang terang benderang menerangi bumi malam inibersinarindah, bersamabintang di sisinya. Benar-benarsebuahpemandangan yang mententramkan.

Jarum jam dinding terus berputar. Namun, perempuan itu masih duduk disofa, sesekali memandang ke arah jam, lalu kembali menatap pintu apartemennya. Menunggu sang suami yang tak kunjung pulang. Makan malam dan secangkir kopi yang dibuatnya sejak tadi sudah mulai mendingin bersamaan dengan malam yang semakin larut.

Senja Di AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang