ix. [🌃] malam festival sekolah

1.5K 320 91
                                    

vii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

vii. festival, perayaan manis.
—malam, di pelataran sekolah.

kalau boleh meminta, jeno ingin penampilannya ditonton gadis itu, gadis yang belakangan menjadi pusat dunianya. gadis yang mendadak menjadi penerang di penghujung masa sma yang suram. gadis yang entah darimana asalnya, bisa membuat senyumnya terus menerus terukir.

jeno sedang berada di belakang tenda panitia, menatap langit malam yang luas, dentuman drum memenuhi isi telinganya, tangannya memegang secangkir susu hangat yang disediakan oleh panitia. pikirannya mengudara, membayangkan pengorbanan apa yang ia lakukan di masa lalu sehingga bisa bertemu dengan gadis manis itu. sungguh, sangat keberuntungan. takdir yang lucu.

"pangeran kecil, tolong berhenti tersenyum. kau hampir terlihat seperti orang gila tau!"

tiba-tiba jaket denimnya menyampir begitu saja di pundaknya, gadis yang daritadi menari di pikirannya sudah hadir nyata di depan netranya sendiri, bersama dengan seluruh bintang yang terangkum indah di matanya, matanya indah sekali.

"bukan kamu yang butuh jaket? ramalan cuaca sedang tidak bagus, tadi diberitahu chandra sih." jeno melepas jaketnya, mengembalikan kepada yang seharusnya. tersenyum kecil.

"malam ini kamu cantik, mau bertemu siapa?" jeno bertanya sambil menyeruput susu hangatnya, menoleh jam tangannya, dua penampilan lagi dia tampil.

"kau."

jeno mendelik, terkejut sempurna.

"gila saja. menonton yohan dan bandnya lah. anak sma mana yang mau melewatkan ini. sudah dua tahun aku tidak mengikuti festival sekolah." gadis itu merapikan rambutnya, jeno menghela nafas lelah.

aku bassist bandnya yohan...

"sudahlah tuan, aku pergi dulu. jaga diri baik-baik. kudengar, panitia yang mengurusimu itu, anak kelas sebelas, menyukaimu. daahhh!!!"

lagi, gadis itu meninggalkannya sendiri. jeno terdiam sejenak, membiarkan angin malam merasukinya, sebentar. ia mau menenangkan diri.

"kak jeno? sudah siap belum? kak yohan sama kak rion udah manggil, sebaiknya cepat bersiap,"

jeno tersenyum, mengiyakan seperlunya.
semoga pulang nanti dia bisa membonceng dihar dengan sepedanya. ya, semoga.

festival berjalan lancar, kedai kelas sudah mulai rapi kembali, bersiap pulang. tenda-tenda panitia belum dibubarkan, besok mau dirapihkan sekalian mengisi minggu pagi. kumpulan siswa sudah menghambur bubar, festival sudah selesai.

pandangan taruna itu mengedar, mencari gadis dengan surai sebahu dan baju warna putih polos. tungkainya berlari cepat menenteng tas bassnya, menuju halte ujung jalan.

ketemu juga.

gadis itu duduk diam, sendiri. seperti biasanya. teman-temannya satu persatu sudah lenyap dari ujung mata. dia memainkan kakinya, menatap sekeliling.

"h-hai?" jeno menyapa, duduk di sebelahnya.

"iya?"

"mau pulang jam berapa?"

"nanti."

jeno menghela nafas, boleh diartikan dengan helaan lega.

"jeno." dihar menoleh.

"kenapa?"

"jangan mencariku lagi."

"maksudnya?" taruna itu kaget, sejenak saja.

"kalau aku terlambat pulang dari sekolah, jangan mencariku. kalau aku tidak kau temukan di keramaian, jangan dicari. kalau aku tidak ada di tempat aku baisa berada, jangan mencariku. dan kalau aku hilang, jangan dicari, juga."

pemuda itu diam sebentar, mencari titik terang dari pernyataan gadis muda di depannya. "kau menyuruhku menjauhimu?"

"tidak. siapa bilang."

"lalu ada apa?"

"lakukan saja." dia menjawab pendek.

"kenapa?"

"terakhir kali orang mencariku, dia ikut hilang. kau mau juga memangnya?"

malam itu, dengan segala kecanggungan, untuk pertama kalinya jeno merasa tidak enak hati kepada lawan bicaranya. akhirnya dia membiarkan gadis itu lewat begitu saja dari radarnya, tidak bisa dia tebak.

mendadak teringat ramalan hujan, jeno menatap langit malam yang penghuninya hampir hilang. ya, ramalan cuaca dari chandra sepertinya memang tidak salah. beberapa rintik air sudah mulai membasahi jalanan.

jeno menghela nafas, persetan dengan hujan, gadis itu bisa saja demam besok.

"kau baik-baik saja?" jeno mendekatkan diri lagi, berharap jaket denimnya bisa meminimalisir air yang mengenai perempuan di sampingnya ini.

"dasar gila." dihar berlari menjauh, mengabaikan taruna yang bermandikan air langit di tengah jalanan malam.

jeno segera lari, mencari tempat berteduh. menemui halte lagi. dan gadis itu lagi. kedinginan seperti sikapnya padanya, barusan.

"kau yang gila." pemuda itu mendesis, menetralkan emosinya.

"kamu kira aku baik-baik saja saat melihatmu kehujanan begitu? kamu kira aku baik-baik saja melihatmu bersikap aneh seharian ini?"

dihar menoleh sejenak, mendekatkan diri, "maafkan aku."

"untuk apa?"

"semuanya."

deru hujan makin mengeras, dingin malam makin terasa. di penghujung hari itu, mereka terdiam di antara sebuah sekat yang mereka ciptakan sendiri. di antara bayang-bayang ketakutan seseorang, akan masa depan. sesuatu yang bahkan tidak pasti adanya.

"dihar?"

"iya?"

"jangan hilang. di tengah lautan, jangan lari terlalu jauh. teropongku terlalu kuno untuk tau dimana destinasimu."

"aku mohon, jangan hilang." jeno mengalihkan pandangan, wajahnya datar.

semoga besok, saat dia terbangun, ini semua hanya mimpi belaka. semoga diaminkan semesta.

☾+૰ adipati, property of jenoctopush

[📠] ::
mikum saya ikutan kangen kak jeno

[📠] ::mikum saya ikutan kangen kak jeno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
adipatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang