duapuluhsembilan.

3.7K 575 56
                                    

Angkasa's

Gue masih nggak percaya kenapa di negeri orang sekalipun, gue harus ketemu sama orang yang paling gue hindari. Bahkan diantara banyaknya orang yang turun dari Etihad, gue juga nggak nyangka gue harus bertatap muka sama seorang Arsenio Damatria.

Lebih tepatnya, gue kaget sih lihat dia ada disini juga. Paris.

Iya gue paham dia kesini karena urusan bisnis sama liburan, tapi ya mana gue tau dia kesini juga karena Jeara kan? Lagipula, ucapan Cakrawala ke gue semakin membuat gue nggak suka sama Arsen.

"Ngapain lo?" Tanya gue.

Arsen tertawa, "Harusnya gue yang nanya, lo ngapain disini?"

"Nyari pacar." Jawab gue asal. Gue lantas meninggalkan Arsen sendiri dan mencari keberadaan Theo karena cuma dia satu-satunya yang gue punya disini. Tante Arin udah duluan karena beliau dijemput sama Om Januar. Gue lumayan berterimakasih sama Tante Arin karena beliau mau menjaga gue dengan baik dan bahkan membiayai perjalanan gue karena dia tahu gue kesini dengan niat baik demi Jeara.

Tapi kalau gue tau Arsen juga kesini, niat baik gue kayaknya bakal susah terealisasi. Apalagi Theo udah nggak pernah ngasih gue kabar tentang Jeara dan Jeara sendiri juga udah nggak pernah jawab chat dari gue.

"Angkasa!"

Gue menoleh untuk menemukan Theo sedang berjalan ke arah gue.

"Woi!" Sapa gue.

"Sampai juga lo, hahaha. Langsungan ke apart gue aja biar lo bisa istirahat." Balasnya.

Gue dan Theo berjalan bersama menuju mobilnya dengan diiringi obrolan ringan tentang masing-masing dan juga tentang keluarga. Theo tanya banyak hal tentang Cakrawala dan gue cuma bisa jawab seadanya karena gue juga baru ketemu Cakra seminggu yang lalu waktu gue pulang ke Bandung. Itu aja juga lima hari kemudian Cakra harus keluar kota ngurus kerjaan. Jadilah waktu gue sama dia cuma sebentar.

Di perjalanan pun gue sama Theo masih saling tukar cerita. Gue banyak tanya soal kehidupan dia disini dan soal pacar dia yang ditinggal kerja di luar gini. Beberapa kali gue sindir masalah Jeara, tapi Theo kayaknya nggak mau ngasih tau gue entah kenapa. Padahal dulu dia udah janji buat terus ngasih gue kabar soal Jeara.

Gue tau ada yang Theo sembunyiin dari gue, rasanya gue mau dia jujur saat itu juga. Tapi gue juga masih tau batasan, gue disini numpang ke dia dan gue juga kayaknya nggak punya hak buat nanyain Jeara ke dia.

Tapi namanya gue, ya nggak bisa nahan rasa penasaran. Gue terlalu lama menyimpan banyak pertanyaan sampai gue bingung sendiri pertanyaan apa yang harus gue tanyain.

"Gue tau lo pasti penasaran banget kenapa gue berhenti ngasih lo kabar tentang Jeara kan?" Kata Theo seakan dia bisa membaca pikiran gue.

"Gue janji sama Jeara, Sa. Buat berhenti ngasih lo sama Arsen kabar tentang dia."

"Jeara yang minta."

Oke, gue nggak masalah soal Jeara yang minta Theo buat berhenti ngasih gue kabar soal dia. Gue tau Jeara butuh waktu dan gue juga tau kalau Jeara nggak mau diganggu. Yang gue nggak bisa terima disini adalah kenyataan bahwa Arsen juga menghubungi Theo buat nanya kabar soal Jeara.

Gue cuma takut. Takut kalau gue gagal dan Arsen menang.

Tapi sekalipun gue selalu yakinin diri gue sendiri kalau ketakutan gue nggak berdasar, gue selalu ditampar fakta kalau nyatanya gue memang udah gagal bahkan sebelum gue mulai berjuang lagi untuk kembali mendapatkan Jeara.

Buktinya sekarang, gue datang jauh-jauh ke Paris hanya buat tau kalau ternyata gue gagal.

"Gue nggak tega ngomong gini ke lo, tapi gue juga nggak bisa nyimpan ini lama-lama, Sa."

AngkasaWhere stories live. Discover now