"Akan aku panggilkan."

Pak Beom tersenyum sementara aku harus naik ke lantai dua dimana kelas XI-III sampai XI-VI dan XII-I sampai XII-VI berada.

"Halo Han Min Jae." Kim Namjoon yang berpapasan denganku menyapaku dengan cepat, lalu berlalu begitu saja sebelum aku sempat menjawabnya.

Aku bisa melihat Jimin sedang tertawa-tawa didepan ruang kelasnya dengan beberapa teman kelasnya yang tidak sebegitu ku kenal.

"Permisi."

Park Jimin yang sedang tertawa itu langsung menatapku dengan sinis, membuat suasana yang awalnya ceria itu langsung hening seketika dengan adanya kehadiranku disana.

"Oh anak kelas 10 yang disiram waktu itu ya? pacarnya Jimin 'kan?" Canda seorang laki-laki dengan tag nama "Hyun Junbi"

"Hei jaga bicaramu." Park Jimin menendang kakinya dan semua temannya tertawa.

"Ada apa adik kecil?"
"Ya. Park Jimin, kenapa tidak pernah mengenalkan kami secara baik-baik ke adik ini? Dia mantep banget." Lalu 4 pria di sekitar Jimin itu tertawa bersama lagi.

"Diam."
"Ngapain kau kesini?" Tanya Jimin ketus.

"Hei jangan jahat-jahat begitu dong ke anak ini, kasihan~" Cowok lain dengan tag nama "Jeon Hyungjin" berusaha merangkulku ketika Park Jimin akhirnya menepis tangan temannya sebelum berhasil mendarat di bahuku.

"Bicara disana saja." Kata Jimin sambil berjalan mendahuluiku.

Agak menenangkan ketika tahu bahwa Jimin masih memiliki rasa peduli kepadaku yang tengah dijadikan bahan bercandaan teman-temannya, namun tetap saja terasa menyedihkan karena sifat dinginnya yang tak pernah kuterima sebelum-sebelumnya.

"Dicari Pak Beom." Kataku.

"Dimana?"

"Ruangannya lah."

Jimin hanya mengangguk lalu berjalan lagi mendahuluiku untuk pergi ke ruangan Pak Beom.

"Jimin, Mint, kemarilah." Pinta Pak Beom ketika kami sudah muncul di ambang pintu.
"Seberapa jauh kemajuan latihan kalian?"

Aku hanya melirik Jimin yang termanggut-manggut dan terlihat bingung juga untuk menjawab karena kami hampir tidak pernah berlatih bersama lagi beberapa saar terakhir.

"Hmmmm.. Tolong berhati-hati dengan amanatku untuk tampil, ini bukan hanya sekedar tampil, tidak lama lagi festival dan banyak orang akan datang."

Kami hanya terdiam, tak tahu harus bilang apa karena kenyataannya tidak satupun dari kami berinisiatif untuk berlatih semenjak peristiwa di balkon.

"Kami akan berusaha Ssaem, mohon maaf." Aku menunduk dan meninggalkan ruangan terlebih dahulu sebelum Jimin.

"Ya! Min Jae."

"Apa?" Aku berhenti ketika Jimin memanggil namaku.

"Sempatkan latihan sepulang sekolah, jangan hanya bicara ke Pak Beom sebaik itu tapi kau juga tidak berinisiatif untuk memulai latihan. Hentikan sikap egoismu itu."

"Egois apanya?!"

Jimin hanya memandangiku dengan tajam tanpa menjawab bentakanku.

"Kau hanya bisa membentak dan membual, pokoknya sempatkan." Jimin berlalu dengan cepat sambil menyenggol bahuku dengan kerasnya.

Aku melalui beberapa jam pelajaran dan memutuskan untuk keluar kelas sebelum bel pulang benar-benar berdering dan pergi ke ruang musik.

Namun sepertinya Jimin sudah ada didalam, aku bisa mendengar lantunan piano khas Park Jimin dari lorong-lorong.

"Oh ada Mint." Yoongi datang dari belakang sambil sudah menggendong tasnya.

"Selamat sore, Sunbae-Nim." Aku menunduk.

"Iya, sore. Mau latihan ya?" Tanyanya.

Aku mengangguk, "Sunbae mau bertemu Park Jimin?"

Ia hanya menggeleng, "Aku ingin memberikan ini kepadanya." Yoongi menyerahkan hoodie tebal berwarna abu-abu yang seringkali dipakai Jimin.
"Bisa berikan kepadanya?"

Aku diam sejenak lalu mengangguk, sementara Yoongi Sunbae memutuskan untuk berbalik pergi.

Ketika aku menggeser pintu ruang musik, Jimin menatapku sekilas lalu berhenti bermain -main dengan piano.

"Berikan itu." Katanya sambil menengadahkan tangan kanannya.

Aku melempar hoodie abu-abu itu dan duduk di ujung ruangan.

"Ngapain jauh-jauh disana? Kau ini akan tampil solo atau bersama?"

Latihan selama 1 jam 15 menit itu berlalu seperti suasana di neraka, Park Jimin yang terus mengomel dan mengomentari kesalahan-kesalahan kecil di setiap detik ketika aku memainkan biolaku.

"Datanglah besok untuk latihan lagi, kau harus tahu betapa buruknya feelings di tampilan kita."

Aku hanya diam dan merapihkan tas, percuma saja menggubris seseorang seperti dia.

"Kau bisu-

-"Kau ini kenapa sih?!" Potongku sambil menghentakkan tasku di sofa.
"Kalau marahan ya marahan aja! Nggak usah bawa-bawa hal pribadi ke urusan kayak gini, apa kau masih kecil atau gimana?!"

Aku buru-buru menggendong tasku dan membanting pintu yang tergeser dengan cepat, entah apa respon Jimin.

"Han Min Jae!"
"Min Jae!"

Jimin meneriaki namaku dari ruang musik namun aku terus kabur seperti orang gila dengan hati yang terbakar, sifatnya itu membuatku bisa jadi penghuni rumah sakit jiwa karena tak bisa dikondisikan sekali.

"Berhenti berlari dan dengarkan aku!" Park Jimin menarik lenganku dengan keras hingga tanganku menabrak dinding karena terpental.
Kekuatan seorang Park Jimin ketika menarik tanganku bukan main, wajah marahnya itu seketika berubah menjadi terkejut ketika mendengarku mengaduh.

"Aduh!"
"Apa yang kau lakukan Sunbae?!" Aku menarik tanganku sendiri dan menjauh dari Jimin.

Namun Jimin malah menarik tanganku yang satunya lagi walaupun kali ini jauh lebih perlahan.

to be continued

fall for you ✔️Where stories live. Discover now