6

31 5 1
                                    

Sinar mentari menyambut senyumku pagi ini.
Tidak banyak harapan dihari ini, tidak banyak pula angan. Aku masih menikmati obrolanku dengan Kevin, Rafael dan Kiana yang kompak mengenakan seragam  olahraga.

"Eh siapa aja yang ikut lomba?" Tanyaku.

"Daftar nya ada diSiska." Kata Rafael.

"Lombanya ada apaan aja si?" Ucap Kiana menggelung rambut hitamnya.

"Palingan makan kerupuk, estafet sama masukin pensil kebotol." Ujar Kevin menimpal upacan Kiana.

"Enak njir jamkos seharian." Katanya lagi sambil terkekeh.

Keheningan diantara kami hampir tercipta sebelum tiba tiba ada gadis memanggil namaku dengan suara familiarnya.

"Vii.." Sasa memasuki kelasku dengan rambut yang terurai tanpa ikatan.

"Pasti Sasa mau mulai pdktin Kevin nih." Tebak batinku.

"Siapa tuh vi?" Tanya Kiana dengan raut herannya.

"Sasa." Ucapku tanpa memperkenalkannya lebih dalam.

"Oalah, yang sering nyamperin lu kan." Kiana memastikan ingatannya.

"Iya." Aku mengangguk menyempurnakan ucapanku.

Lihatlah sekarang Sasa. Dia hanya berdiri disampingku sambil menyenggol nyenggol tanganku.
Sayangnya, kehadirannya belum mendapat respon dari Kevin dan Rafael.

Belum sempat kami mengobrol dengan Sasa, bel tanda lomba akan dimulai pun berdering kencang.
Sasa meremat tangan kiriku dengan wajah muramnya. Ingin sekali ku membalas rematannya dengan cubitan dipipi gembul itu.

-

Helaan nafasku masih tergesa gesa. Telapak kakiku masih terikat erat disepatu.

"Woy, ada yang abis lomba nih" Rey tiba tiba duduk tepat disamping tubuhku yang bersandar dipohon rindang pinggir lapangan.

"Cape gua." Nafas ku yang tergesa gesa kali ini hampir habis disambit dengan kecepatan detak jantungku yang berlari seperti cheetah.

"Vi." Nada suara Rey kelihatan serius memanggilku.

"Hmm?" Aku masih bersandar dipohon tanpa melirik tatapannya.

"Lu ngerasa cape gak si sama keributan kita setiap ketemu?" Benar saja dia tengah serius kali ini.

"Ya gimana ya, kalo jujur mah capeek banget." Tanganku memainkan ranting yang ada ditangannya, beusaha menetralkan suasana serius ini.

"Gua juga, capek banget. Masa cuma gara gara rahasia kita satu sama lain, lama lama malah jadi bahan ribut." Dia mulai menatap mataku yang masih meluruh pada ranting itu.

"Ya trus mau gimana? Lu juga susah jujurnya. Gua juga begitu. Kita tuh kemakan ego sendiri Rey." Hanya kita berdua. Lagi lagi hanya kita.

"Gua penasaran banget sama cowok itu."

"Gua juga penasaran banget sama cewek itu."

"Huft.. okey gimana kalo kita jujur bareng. Kita ungkapin rahasia itu bareng. Sekarang." Deg. Kata kata Rey menyusup tatapanku.

"Jujur? Se..karang Rey?" Aku benar benar berani menatapnya sekarang. Sangat menatapnya.

"Ya iya. Lu mau kan? Kalo kita ungkapinnya bareng?"

Aku terlamun. Apa yang harus ku katakan? Hati ku rasanya mengatakan ini waktu yang tepat tapi mulutku masih ragu menggucap itu.

"Gimana?" Rey menipiskan lamunanku.

"eem..y-a..ya..yaudah." bibirku masih terbata bata.

"Ini saatnya vi, apapun hasilnya nanti. Aku harus bisa terima. Rasakan kehancuran itu dengan senyuman. Dan tuangkan kejujuran itu tanpa kecemasan." Batin ku terus meyakinkan keputusan ini.

Rey melontarkan senyumannya ketatapanku yang mulai berkaca kaca. Tangan kiriku yang dingin karna suasana ini, kini dibalur dengan tangan kanan Rey yang halus. Ia menarik tubuhku bangkit dari sandaran.

Tubuhku ikut luluh dalam suasana ini. Rey menuntunku perlahan dengan genggaman itu ke  tengah lapangan. Entahlah, aku benar benar terhipnotis!. Ada apa dengan ku? Hati ku terasa setenang ini. Pikiranku sekosong ini. Tatapanku sepekat ini. Dan bibirku sesiap ini untuk kejujuran itu.

Lapangan sesunyi ini. Tapi dibalut kebisingan manusia dengan kegiatannya. Ini benar benar gila. Bagaimana jika banyak yang melihat aku dan Rey dipusat sekolah ini?

"Vi.." Rey menghela nafasnya dihadapanku. Ia melepaskan genggamannya dan mulai mengunci tatapanku lagi.

"Sekarang waktunya. Kita jujur bareng setelah hitungan ketiga. Oke?" Aku berusaha mengangguk tanpa bicara.

"1.."

"2.."

"3.."

-

-akankah aku mendapat tamparan tajam itu? Atau justru.."

-it's actually you-Where stories live. Discover now