Bab 3

45.2K 3.8K 41
                                    

Selamat Membaca










Aku tidak tahu maksud Nares. Dia mengajakku makan bakso di warung di depan SMA kami dulu. Lelaki itu seolah tengah mengajakku mengingat apa yang sudah pernah kami lalui dulu.

"Neng Kayla, kan, ya?"

Aku mengangguk dan tersenyum kepada pemilik warung yang ternyata masih mengingatku. "Iya, Pak. Ini Kayla. Bapak hebat banget. Udah hampir empat tahun nggak pernah ketemu, masih ingat aja."

"Semua anak Osis yang sering ke sini, selalu Bapak ingat, Neng. Apa kabar? Suaminya?"

Aku melotot horor begitu pemilik warung menanyakan hal itu sambil menatap ke arah Nares.

Aku sudah hendak menjawab, tapi Nares lebih dulu mengeluarkan suaranya.

"Insyaallah, Pak. Didoakan saja."

Pemilik warung itu tersenyum sembari mengangguk. "Iya, Bapak doakan semoga lancar sampai hari-H. Neng Kayla pintar cari calon suami." Dan, aku hanya bisa tersenyum tipis mendengarnya.

"Maksud kamu apa bilang gitu?" tanyaku kepada Nares setelah pemilik warung tadi meninggalkan meja kami.

"Kenapa? Ada yang salah?" balasnya dengan enteng.

"Siapa juga yang mau jadi calon istri kamu?"

"Kamulah."

Aku menatapnya gemas, tapi tidak membalas. Memilih untuk meracik sambal di baksoku.

"Jangan banyak-banyak, nanti sakit perut."

Nares berucap ketika aku tengah memasukkan beberapa sendok sambal di mangkukku. Aku tidak menggubrisnya, dan memilih menuangkan kecap, lalu mengaduknya. Aku mulai memakan baksoku, dengan sesekali melirik Nares yang makan dengan nyaman.

Seberapa sering dia membuatku menangis dulu, seberapa dalam rasa sakit yang dia berikan kepadaku, tetap saja aku tidak bisa membencinya. Atau mungkin, aku memang tidak akan pernah bisa membencinya, apa pun kesalahan yang dia lakukan.

"Kenapa lihatin aku terus?"

Aku melotot mendengarnya. Aku mencoba mengalihkan pandangan dengan meminum es jeruk milikku. "Siapa juga yang lihatin kamu?"

"Dari tadi kamu lihatin aku. Ada yang mau dikatakan?"

"Enggak. Udah, kamu makan aja. Aku masih sibuk setelah ini."

Dia masih menatapku selama beberapa detik, sebelum memilih menuruti perkataannku untuk kembali memakan baksonya.

Kami makan dalam diam. Sampai seseorang tiba-tiba memanggil namanku, yang membuatku dan Nares menoleh ke asal suara.

"Kayla!"

"Abang!" Aku berseru dengan senang begitu melihat salah satu seniorku di Himpunan. Begini-begini, aku adalah anak yang aktif di organisasi selama sekolah atau kuliah.

Aku berdiri menyambutnya, dan memeluknya singkat. Dia menepuk-nepuk kepalaku. "Gimana kuliah lo?"

"Beres, dong. Aku cuman nunggu jadwal wisuda aja," kataku dengan bangga.

Dia manggut-manggut mengerti. "Siapa?" tanyanya sambil menatap ke arah Nares.

Aku hendak menjawab, tapi dengan tiba-tiba saja seseorang melingkarkan tangannya di pundakku. Aku menoleh dan menatap Nares dengan jantung berbedar.

Kenapa dia suka sekali menyentuhku? Apa dia sama sekali tidak berpikir bagaimana keadaan hatiku?

Nares mengulurkan tangan ke arah seniorku. "Nareswara Adiatama. Calon suami Ayla," ujarnya begitu mereka saling berjabat tangan.

Lagi-lagi aku menatapnya dengan terkejut. Kenapa dia bertingkah seenaknya dengan mengaku-ngaku begitu?

Seniorku itu manggut-manggut mendengarnya. Dia melepas jabat tangannya dengan Nares, lalu melemparkan pandangan menggoda kepadaku.

"Jadi, ini Nares-Nares itu?" tanyanya jahil. "Pantes nggak bisa moveon. Cakep gini orangnya, Kay."

Dia dan Nares tertawa. Sementara aku hanya bisa diam dengan pipi memerah. Demi Tuhan, aku malu!

"Yaudah, gue balik duluan, ya, Kay. Jangan lupa undangannya buat gue sama anak-anak."

Aku melepas rangkulan Nares setelah seniorku itu pergi, dan memilih kembali duduk di kursiku. Nares pun demikian, dia duduk kembali di kursinya.

"Aku populer juga ya, di antara teman-teman kamu?"

Aku berdeham pelan. "Jangan geer. Emang yang namanya Nares, cuman kamu doang?"

Dia menatapku intens yang membuatku sedikit gugup. "Tapi, Nares yang dekat sama kamu cuman aku."

Skakmat. Sialan Nares! Dia selalu bisa membuatku tidak berkutik.

"Santai, calon istriku. Mukanya jangan tegang gitu," ujarnya sambil tertawa dan mengacak pelan rambutku.

Aku memberengut mendengarnya. Dia barusan memanggilku 'Calon istriku'. Ingin menolak dan memarahinya, namun hatiku yang murahan malah merasa senang mendengarnya.

Double sialan!

"Setelah kita menikah, nggak boleh main peluk cowok gitu aja, Ay. Aku nggak suka lihatnya."

Aku menatap ke arah Nares yang menatapku dengan serius. Dia ini kenapa, sih? Perasaan dulu, dia yang sangat ogah berdekatan denganku. Sekarang, kenapa Nares terlihat begitu memedulikanku?

"Aku serius, Ay."

***

Malam ini, aku tengah melakukan panggilan vidio dengan kedua temanku, Poppy dan Clara. Dan, seperti yang sudah kuduga, Clara sudah menceritakan perihal Nares kepada Poppy. Sekarang, dua temanku itu sudah seperti cacing kenapanasan, menunggu ceritaku.

Aku menatap keduanya sambil memakai cream malam di wajahku. Aku menghela napas dan mengangguk.

"Laki-laki yang mau dijodohkan sama gue, adalah Nares."

Kedua temanku itu menatapku terkejut. "Kok, bisa, sih?" sahut Clara dengan keponya.

"Lo nggak bohong kan, Kay?" tanya Poppy.

Aku menghela napas berat, dan mengangguk. "Gue nggak bohong. Nares orangnya. Saat makan malam, di bawa orangtuanya dan bilang mau melamar gue."

"Romantis banget," celetuk Clara, sementara Poppy menatapku dengan intens.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Poppy yang membuat aku menatapnya dengan senyuman miris.

"Gue nggak lagi baik-baik aja. Apa yang selama ini udah gue bangun. Runtuh cuman karena kehadiran dia yang tiba-tiba." Aku menghela napas berat, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Gue masih sayang sama Nares. Sayang banget. Tapi, gue bingung sama apa yang di mau hati gue. Dengan dia yang datang tiba-tiba dan bilang mau melamar gue, gue nggak bisa berpikir apa pun."

Clara dan Poppy menatapku iba. Dua sahabatku itu, adalah saksi di mana perjuanganku untuk mencintai Nares selama ini.

"Gue masih mencintai Nares. Tapi, gue takut. Gue takut kalau gue kembali menerima dia, luka yang lebih besar yang malah akan gue dapatkan. Gue cuman nggak mau terluka karena orang yang sama. Karena rasanya, pasti akan lebih sakit dari sebelumnya."










26 Agustus 2020.

Follow ig : Rizcaca21

Terima kasih.




Kayla Dan NaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang