Chapter 25- New World

262 15 1
                                    

Happy Reading :)

.

.

Perpisahan itu seperti duri yang hinggap dalam daging, jika teringat bahwa kita telah tertusuk maka sakitnya akan teramat terasa. Namun, jika terlupa, kita seperti telah terbiasa. Sungguh menyakitkan, ditinggalkan ketika sudah terlanjur mencintai. Lebih pedih lagi, dipaksa melepaskan ketika sudah sepenuh hati berjuang untuk bertahan.

Semua kegelapan menyeruak dalam kehidupan Luhan, ini untuk kesekian kalinya semesta merenggut kebahagiaannya. Dunia ini sudah seperti neraka bagi Luhan. Ketidakadilan selalu ia dapatkan ketika ia mulai percaya semesta sedikit saja pernah mencintainya.

Sebuah email dari Rachel pagi ini membuatnya tertegun, lemas dan sulit mempercayai isinya. Rachel sudah jelas menyuruhnya menjauhi Melody, atau lebih tepatnya membiarkan Melody menjauhinya. Tentu saja, itu tidak bisa diterima olehnya. Harusnya Rachel dipihaknya, sekalipun Melody meminta pergi, atau mencoba mengasingkannya, Rachel yang paling tahu kondisi Luhan. Ia membutuhkan Melody lebih dari siapapun.

Luhan menelpon ayah Melody, namun Alex tidak mengangkatnya. Alex sudah mendengar permintaan Melody. Melody melarang semua orang memberitahu Luhan bahwa gadis itu sudah sembuh dan mengingat semuanya. Melody perlu waktu untuk menyembuhkan segala hal, atau mengembalikan semuanya seperti semula.

Luhan frustasi siang dan malam ia mencoba menelpon Melody, namun nomor Melody sedang tidak aktif. Luhan putus asa setelah mendengar penjelasan dari Keana lewat Vcall. Melody sedang disibukkan dengan penyelesaian kuliahnya. Namun, tentang perpindahan keluarga Melody membuat Luhan tak habis pikir, kenapa harus pindah ketika Melody sedang sibuk-sibuknya.

"Luhan, Melody dan ayahnya pindah ke sebuah desa di pinggir kota, Melody tidak memberitahu lokasinya. Kami juga merasa kehilangan, ia sungguh tertekan mengingat kakak lelakinya telah tiada." Keana menahan tangisnya mengingat Mike.

Luhan menggeleng tidak percaya, "Ketika dia pergi, kalian hanya diam saja?" Tanya Luhan.

"Kami bahkan tidak tahu kalau ia akan pindah." Keana tidak mengerti lagi harus memberi penjelasan yang bagaimana supaya Luhan percaya.

"Dia benar-benar melupakan aku." Luhan menutup layar laptopnya.

***

Sehari sebelum Rachel memberitahu Luhan tentang kepergian Melody.

"Aku mohon jangan beritahu Luhan tentang ini?" Melody memohon.

"Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri dan Luhan Mel." Ucap Rachel tak habis pikir, mendengar ide Melody.

"Aku... aku hanya perlu memastikan sesuatu." Ucap Melody terbata.

"Apa? Keegoisanmu?" Rachel mulai meninggikan nada suaranya.

Keana memegang tangan Rachel untuk menenangkan, "Rachel." Gumamnya. Melody menggigit bibir bawanya.

"Aku mohon, biarkan kami berdua kembali ke kehidupan masing-masing." Ucap Melody bergetar.

Keana menatap Melody, "Melody, semua ini keputusanmu, entah apa yang sedang kau lakukan. Aku mohon, jika diantara kalian tidak bisa menahannya, tolong kembalilah." Ucap Keana penuh harap.

"Entah apa yang sedang ada dikepalamu ini, padahal seribu kali aku sudah katakan, bahwa Luhan butuh kau. Melody." Rachel mulai geram.

Melody menggeleng, "Percayalah Rachel, ini demi kebaikan kami." Ucap Melody.

Melody mengemas barang-barangnya, ia memang berencana pindah, namun tidak di desa, itu akan menyulitkannya menyelesaikan kuliahnya. Melody hanya pindah ke kota sebelah, untuk memastikan Luhan tidak nekat menemuinya di Boston.

Melody meminta Rachel mengirim email kepada Luhan, Melody ikut ke New York bersama Rachel untuk menemui Kate dan Marcell, juga kepemakaman Andrea, malaikatnya. Melody berjanji akan mengirim kabar kepada mereka berdua, Melody akan menjaga apa yang sudah diberikan oleh Andrea kepadanya.

***

Luhan dengan kehidupannya, dan Melody dengan kehidupannya. Tiga bulan pertama setelah kehilangan sosok Melody yang dipercaya Luhan tidak akan pernah pergi membuatnya sedikit kesulitan. Mulai dari mimpi buruk yang selalu ia temui setiap malam, juga tentang kecelakaan yang terjadi di depan matanya, Melody yang hampir pergi selamanya dengan lumuran darah dipelukannya. Kejadian-kejadian menyakitkan itu terus mengganggu keseharian Luhan. Ia berkali-kali meminta Rachel menambah dosisi obat penenang.

Kesibukan bekerja dan mengajarnya sebagai dosen dan seorang dokter. Luhan cukup memiliki waktu sibuk untuk tidak memikirkan perihnya masalalu. Ia berusaha berdamai dengan keadaan, mulai memaklumi sikap Melody yang seenaknya datang dan pergi, juga tentang masalah-masalah lainnya. Ia tahu, di sana Melody akan baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup untuknya.

***

Washington, Amerika.

2020

Melody menghirup udara dalam-dalam, ini hari pertama ia bekerja secara resmi sebagai seorang dokter.   saat ini ia tengah berdiri tepat di depan gerbang pintu masuk rumah sakit. Setelah sekian lama menanti dan berusaha, akhirnya Melody bisa menjadi seorang dokter spesialis mata di salah satu rumah sakit ternama di ibu kota.

"Melodyy..." Panggil seseorang dari arah parkiran rumah sakit.  Rachel berlari kearah Melody dan Memeluk gadis itu.

Melody membalas pelukan Rachel, selama ini mereka hanya berjumpa lewat layar laptop dan email saja. "Aku tidak menyangkah kau ada disini."

"Aku sedang liburan dan aku sangat merindukanmu." Ucap Rachel lalu melepaskan pelukannya.

"Kau tidak mengabariku sebelum ke sini?"  Melody menyilangkan tangannya, selama tiga tahun ini mereka selalu bertukar email.

Rachel tersenyum, "Aku hanya ingin memberi kejutan."

"Aku sangat senang kau datang, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk reuni." Melody melirik jam di tangannya. "Aku sudah terlambat."

"Baiklah-baiklah kau bisa pergi sekarang.  Nanti kita akan bertemu lagi." 

"Berapa lama kau akan berada di sini?" Tanya Melody.

"Satu minggu, mungkin bisa lebih.  aku sedang mencari profesorku saat kuliah dulu."

Melody mengernyitkan dahinya, "Untuk?"

"Nanti akan kuceritakan, aku hanya ingin menyapamu pagi ini."  Rachel menunjukkan sebuah taxi, "Aku baru sampai."

Melody memeluk Rachel lagi, "Terima kasih telah bersedia menemuiku lagi, aku harap kau mau tinggal di apartementku."

Rachel menggeleng, "Kita akan segera bertemu, aku harus menemui seseorang sekarang."  Rachel lalu berjalan menuju taxinya, lalu melambaikan tangan, "Aku senang melihatmu baik-baik saja." Ucap Rachel dengan keras.

Melody melihat sekelilingnya, ia merasa semua orang mendengar teriakan Rachel.  Melody tersenyum melihat Rachel yang berlalu pergi.  Ia sangat beruntung memiliki Rachel dan Keana yang selalu memahami dirinya. 

Melody masuk ke Lobby rumah sakit dengan perasaan bangga dan bahagia.

.

.

.

To be continued

Vote dan komentarnya jangan lupa.

Terima kasih

Destiny of Love "Blue Eyes" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang