Surya Natta Cendana | 1

21.8K 1.5K 45
                                    

Rapat evaluasi jadi kecemasan tersendiri bagi para karyawan, bukan karena mereka merasa kinerjanya menurun, tapi karena mereka berhadapan langsung dengan direktur utama yang terkenal tegas dan otoriter. Bahkan suasana ruang rapat kali ini terasa sepuluh kali lebih mencekam dari rapat biasanya.

"Kamu kira saya main-main dengan proyek ini?!" Surya membanting hasil laporan yang di-print khusus untuknya agar dibaca selagi kepala divisi riset dan perencanaan mempresentasikan hasil kerjanya, "kenapa rencana kalian belum ada yang rampung sampai sekarang?"

Surya menatap semua orang yang mengikuti rapat, mereka kompak menunduk menyembunyikan ketakutannya.

"Maaf, Pak. Tapi kami sudah mempresentasikan rencana ini dari minggu kemarin, dan Bapak menyetujuinya waktu itu." bela kepala divisi riset dan perencanaan yang masih berdiri di depan.

"Lalu kenapa sampai sekarang belum ada perkembangan signifikan dari perencanaan kalian?" sinis Surya, "saya mengeluarkan dana lima milyar untuk proyek ini, kalau sampai proyek ini gagal, kalian semua saya pecat!"

Surya keluar meninggalkan ruang rapat begitu saja tanpa menutup rapat secara resmi seperti biasanya. Bima yang masih di sana, mencoba menenangkan teman-teman seperjuangannya yang mengeluh mendengar kata pecat dilontarkan Surya.

"Pak bos kenapa sih, Bim? Kebiasaan marah-marahnya kumat lagi." ujar kepala divisi riset dan perencanaan sambil merapihkan peralatan presentasinya.

"Nggak tau saya. Tapi emang dari seminggu kemarin Pak bos kerjaannya marah-marah mulu."

Bapak itu menepuk-nepuk pundak Bima, "Untung kamu kuat, Bim. Kalau saya jadi kamu, udah dari jauh-jauh hari saya ajukan resign."

Bima terkekeh. Jika diingat kembali, tahun ini sudah tahun ketujuh dia bekerja di bawah tekanan Surya. Memang benar Bima lebih sering makan hati menerima omelan bosnya tiap hari, tapi hal yang membuatnya bertahan adalah kebaikan seorang Surya yang tidak diketahui banyak orang selain dirinya.

"Saya nyusul Pak bos dulu ya, gawat kalau dia tau saya masih di sini."

Bima keluar setelah berpamitan dengan karyawan lain, kemudian dia makin melebarkan langkah kala melihat Surya menunggu elevator seorang diri.

"Pak bos jalannya cepet juga." ujar Bima sesampainya di sisi Surya.

Surya tak menjawab, dia memasuki elevator sesaat setelah pintu terbuka. Dia menatap Bima yang sedang menekan tombol elevator menuju lantai bawah karena sebentar lagi jam istirahat tiba.

"Orang-orang divisi pada bilang apa?"

Bima sempat melirik Surya, dia menangkap setitik kekhawatiran di mata atasannya, "Mereka kaget, nggak nyangka kalau bos bakalan mecat mereka yang udah puluhan tahun bekerja buat perusahaan ini," Bima memutar badan menghadap Surya, "lagian nih, ya, mereka cuma butuh waktu buat matangin rencana itu. Masalah sepele kayak gini nggak usah diperbesar lah."

"Itu namanya gue totalitas sama proyek ini."

Bima menggeleng tak setuju, "Bukan karena itu. Gue rasa ada hal lain yang ganggu pikiran lo sampai-sampai lo lampiaskan emosi itu pas rapat tadi."

Bima memicingkan mata melihat Surya bergeming, biasanya pria itu akan mengelak jika tebakannya salah. Berarti tebakannya kali ini benar.

"Come on man, gue tau ada yang lo sembunyiin. Sejak relasi datang dan dengar gosip itu, lo jadi pemarah kayak gini," Bima makin mendekati Surya, "apa jangan-jangan mereka ngadu ke Bokap lo?"

Ting!

Surya keluar saat elevator tiba di lantai bawah, Bima menyusul dengan rasa penasaran yang makin membuncah.

Tata dan Surya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang