"Kita harus membawanya kerumah sakit, dari sini kita hanya perlu waktu sekitar setengah jam. Kalau kita membiarkannya disini sampai keluarganya dapat menemukannya, maka dia pasti sudah tidak bernyawa lagi"

Dan apa yang dikatakan Johnny sangatlah benar, Ten tidak menyangkal hal itu. Ia tahu  jika  meninggalkan pemuda itu sama dengan membiarkannya mati.

Mobil keduanya melaju dengan cepat untuk segera pergi kerumah sakit. Selang setengah jam kemudian beberapa tim pencarian menyisir tempat itu dan tidak menemukan tanda-tanda siapapun.

.

.

.

.

"Maaf tuan, aku ingin membantu tapi rumah sakit ini rumah sakit kecil yang hanya dapat menampung seperempat dari rumah sakit di kota bahkan lebih sedikit dari itu"

Johnny dan Ten mengalihkan perhatian mereka ke arah beberapa pasien rumah sakit yang tengah mengantri untuk mendapatkan ruangan. Di beberapa sudut lain bahkan beberapa pasien dengan jarum infus melekat di tangan hanya bisa duduk bersandar di kursi ruang tunggu. Benar apa yang dikatakan si suster barusan. Jika rumah sakit kecil ini bahkan hanya dapat menampung pasien kurang dari seperempat total pasien rumah sakit besar umum lainnya.

"Sudah John, kita bawa saja dia ke Busan, lagi pula ini sudah hampir memasuki Busan. Kita bawa dia kerumah sakit yang ada disana sebelum terlambat"

Johnny segera bergegas kembali menuju mobil. Mobil mereka kembali melaju ke arah Busan yang cukup dekat dengan kecepatan sedikit diatas rata-rata. Untung saja jalanan benar-benar sedang sepi sekarang ini.

.

.

.

.

.

.

.

Dua hari sudah pemuda itu dirawat dirumah sakit. Dokter mengatakan pada Ten jika pemuda itu tengah mengandung dan dengan sebuah keajaiban mereka sekarang baik-baik saja, meski pemuda itu harus terbaring lemah dengan kondisi koma.

"Dia mengalami syok berat, aku belum bisa memastikan apakah dia akan siuman dalam waktu dekat"

Ten, entah kenapa dia merasa kasihan dengan nasib si pemuda yang tak mereka ketahui namanya itu,  tidak ada kartu identitas disana. Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk membantu menemukan keluarga si pemuda malang.

Genap seminggu sudah dia kerap menunggui dan bahkan bermalam untuk menjaga si pemuda. Kadang kala ia pulang untuk menjemput buah hatinya dari rumah bibi Hwang tetangganya. Terkadang ia pulang untuk mengurus suami dan si kecil karena itu adalah tanggung jawabnya.

"Eomma!!!"

Ten menolehkan kepalanya kesamping, menemukan putra kecilnya yang hampir menginjak usia tiga tahun dua minggu lagi. Si kecil berlari dan memeluk kakinya, menatapnya dengan mata berbinar. Bulu mata lentiknya membuat Ten sangat gemas. Putranya itu terus tersenyum dan berusaha naik kepangkuannya.

"Jaemin mau naik sayang?"

Balita itu mengangguk dengan semangat. Ten segera mengangkat putranya dan membiarkannya duduk di atas pangkuannya. Bibi Hwang yang mengantar Jaemin sudah kembali pulang.

"Eomma, dia cantik"

Jari mungil Jaemin menunjuk kearah si pemuda yang terbaring koma, nafasnya teratur. Luka lecet di wajahnya perlahan mulai pudar.

"Kau menyukainya?"

Ten tidak bisa tidak mencubit gemas hidung putranya, karena Jaemin segera mengangguk setelah mendengar pertanyaan Ten.

Colors ✔ [Jaeyong]Where stories live. Discover now