11.

65 5 2
                                    

Si pemilik tangan yang tadi menghalangiku, kini maju mendekat dan berkata tepat di sebelah telingaku, "Mungkin akan menjadi seru jika seluruh murid sekolah tahu 'rahasia' Vienna." lalu merekapun pergi dari hadapanku. Jericho yang berada di sebelahku sudah pasti mendengar yang dikatakan orang tadi. Aku tidak ingin murid tahu kalau Vienna adalah anak dari pelayan di rumah Robert, jika itu adalah yang dimaksud 'rahasia' oleh Kevin. Mungkin juga, yang dimaksud rahasia oleh Kevin bahwa Vienna berpacaran dengan Robert demi uang. Atau mungkin juga, rahasia yang dimaksudnya adalah rahasia lain Vienna, yang aku tidak ketahui. Apapun itu, aku tidak ingin murid sekolah merundung Vienna.
"Pria itu adalah Kevin" jawab Jericho tanpa aku tanya. Dengan cepat aku kejar mereka, dan kutarik baju Kevin. Aku tatap matanya tajam dan dalam, sedangkan dia hanya tertawa meremehkan membuatku semakin geram. Jericho kini berada di sebelahku, hanya berdiri bingung apa yang harus dilakukannya, sementara murid-murid sekolah berhenti dari kegiatan yang sedang mereka lakukan dan memilih untuk menonton pertunjukan ini.
"Jangan macam-macam dengan Vienna!" tegasku. Sambil tertawa dia menjawab,
"Tentu saja." jawabnya, lalu dia melepaskan tanganku dari bajunya dan berbisik,
"Ikuti aku sekarang." Kevin pun melangkah ke arah taman sekolah disusul kelompoknya, aku, dan Jericho.
"Ada apa Bim?" tanya Jericho di perjalanan ke taman sekolah yang sepi.
"Kau tidak perlu tahu Jer, tapi tolong jangan beritahu siapapun tentang hal ini Jer."
"Tentu saja Bim, kau bisa mempercayaiku!" jawabnya sambil mengangguk.

Sesampainya di taman, teman-teman Kevin mengusir beberapa orang yang sedang duduk di taman hingga taman sekolah menjadi kosong. Kemudian, mulailah dia berbicara.
"Pertama-tama aku ingin mengucapkan selamat sudah menggantikan Robert sebagai pacar Vienna. Kepala Vienna terkena tas saja sampai-sampai kau rela berkelahi dengan kelompok Aben. Aku akui semangatmu itu bagus. HAHAHA." Ucapnya sambil tertawa meremehkan, yang membuatku benar-benar geram.
"Tidak, aku hanya sahabat Vienna tidak lebih. Sekarang apa yang ingin kau bicarakan?"tanyaku tidak sabar akan basa-basi tidak berguna ini.
"Baiklah, jadi begini, jika kau tidak ingin rahasia Vienna diketahui murid-murid sekolah, maka ada harga yang harus kau bayar. Kami merasa tersakiti ketika Robert putus gara-gara kau, dan ketika wajah Robert lebam gara-gara kau. Maka, jangan balas pukulan Aben nanti. Rasakan sakitnya Robert seperti ketika kau memukulnya."
"Setelah itu, kau tidak akan memberitahu murid-murid tentang Vienna?"
"Tentu saja. Jadi, kau setuju?"
"Baiklah."
Merekapun lalu pergi dari hadapanku dengan senyum kemenangan. Aku duduk di salah satu kursi panjang di taman, berharap mereka menepati janji mereka. Jericho yang tidak mengerti akan persoalan yang sedang terjadi, ikut duduk di sebelahku dan berkata,
"Kau yakin, akan menuruti mereka Bim? Aku tidak tahu apa masalah kau dan Vienna dengan mereka, tapi saran aku jangan percaya dengan mereka. Mereka tidak bisa dipercaya Bim, mereka adalah kelompok orang-orang kaya, orangtua mereka memiliki kedudukan penting di pemerintahan. Bahkan hukum enggan menyentuh keluarga mereka."
"Aku tidak bisa membiarkan Vienna tersakiti Jer, dia adalah sahabatku dan aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya!"
"Kalau kau memang sudah bertekad begitu, terserah kepadamu. Aku berharap mereka menepati janjinya Bim."
"Berjanjilah padaku Jer, jangan memberitahu hal ini kepada Vienna."
"Mengapa?"
"Aku tidak ingin Vienna merasa bersalah dan tertekan Jer."
"Baiklah, kalau begitu. Ingat Bim, mungkin setelah kejadian yang akan terjadi kau akan dirundung. Karena orang tidak akan lagi takut kepadamu."
"Tidak apa-apa, asalkan bukan Vienna yang dirundung Jer."
"Perasaanmu sungguh tulus terhadap Vienna."
"Tentu saja, dia satu-satunya sahabatku di sekolah ini Jer."
"Baiklah kalau begitu, lebih baik kita ke kelas sekarang."

Di kelas, aku tidak fokus belajar. Kepalaku terus memikirkan apa yang akan terjadi setelah pulang sekolah. Bukannya tidak sadar akan keanehan dari diriku semenjak dari toilet. Vienna bertanya apa yang terjadi, aku hanya menjawab tidak ada apa-apa.

tteett..tteett..

Aku lihat, Aben menatapku tajam seakan ingin mengingatkan aku untuk tidak lari darinya.
Vienna menatapku khawatir, "Lebih baik kita langsung pulang saja Bim. Kelompok Aben itu lumayan banyak Bim, kau mungkin akan dikeroyok. Sekalipun kau menang, mungkin mereka akan melaporkanmu kepada polisi karena telah memukul mereka." bujuknya.
"Percaya saya padaku Vie." ucapku tersenyum. Akupun berdiri dan langsung berjalan keluar gerbang sekolah, disusul Aben dan teman-temannya yang berjumlah 5 orang, termasuk Aben. Aku lihat ternyata, banyak murid-murid sudah menunggu di luar gerbang sekolah. Entah kelompok Kevin atau Aben yang menyebarkan tentang perkelahian ini, atau murid-murid yang menyebarkan tentang perkelahian ini kepada murid-murid yang lain. Terbesit untuk membatalkan perjanjianku dengan Kevin, karena begitu banyak murid-murid membentuk lingkaran mengelilingi aku dengan kelompok Aben. Aku melihat Vienna dan Jericho di antara murid-murid lain menatapku khawatir, sebaliknya aku melihat kelompok Kevin di belakang kelompok Aben. Kevin maju dan berdiri di antara aku dan Aben. Bersikap seolah wasit yang adil, ia berkata,
"Satu lawan satu, Aben pastikan temanmu tidak menganggu."
"Tentu saja Kev." ucapnya.
Sebelum kembali ke belakang bersama teman-temannya, Kevin menatapku dan mengedipkan matanya mengigatkan aku akan perjanjian kami.
Beberapa detik setelah Kevin ke belakang, Aben langsung maju dan memukul wajahku yang tidak sempat aku tangkis. Murid-murid bersorak gembira, menambah semangat dalam diri Aben, dia lalu menendang perutku dengan kuat, hingga aku terjatuh di lantai. Kini murid bersorak lebih keras dari yang tadi. Sesaat sebelum aku terjatuh aku melihat kelompok Kevin dan Aben tertawa bahagia. Mendegar sorakan dari murid, dengan cepat Aben berada di atasku, dan memukul dengan membabibuta. Yang bisa aku lakukan sekarang hanya menaruh kedua lenganku di atas wajahku untuk menahan pukulannya. Setelah puas memukulku, dia berdiri kini menendangku seakan sedang menendang binatang. Perlahan-lahan sakit yang aku rasakan menghilang, bersamaan dengan kesadaranku yang juga perlahan-lahan menghilang. Sebelum kesadaranku menghilang sepenuhnya, aku melihat Vienna. Matanya mengeluarkan air mata. Terlalu lemas, aku hanya bisa berteriak di dalam hatiku. Jangan menangis.... aku mohon Vie. Aku mohon Vie, setidaknya jangan menangis ketika aku sedang berusaha untuk membuatmu tidak menangis. Kesadaranku kini sudah hilang sepenuhnya.


Kesadaranku kembali, aku berusaha membuka mata yang sangat sakit ini. Aku berada di suatu tempat yang asing, tubuhku sedang tidur di sebuah kasur yang aku tidak pernah lihat sebelumnya. Aku merasakan sesuatu sedang bersandar di tanganku. Aku berusaha menggerakan tubuhku yang sangat sakit ini, untuk duduk. Aku melihat, ternyata Vienna lah yang sedang menyandarkannya kepalanya di tanganku. Perlahan-lahan aku geser tanganku dari kepalanya, tidak ingin menganggu tidurnya. Aku perhatikan lagi ruangan ini. Sebuah kamar tidur, bukan rumahku, bukan juga rumah Herman. Ukurannya lumayan besar, tidak banyak aksesoris di dalam kamar ini, hanya sebuah kasur, lemari, meja belajar, kamar mandi. Membuat ruangan ini tampak lebih luas. Aku alihkan perhatianku kepada seorang bidadari cantik yang sedang tertidur pulas. Menatap wajah polosnya sedang tertidur, membuat aku melupakan rasa sakit di tubuhku sejenak. Pintu dibuka, aku melihat Jericho dengan sebuah nampan berisi makanan ditangannya. Kaget akan diriku yang sudah sadar, dia langsung bergegas berjalan ke arah kasurku. Di letakannya nampan di sebuah meja sebelah kasur dan berkata,
"Baguslah, kau sudar sadar Bim. Vienna, daritadi menangis melihat kondisimu. Dia juga yang mengobatimu." memang, sekarang aku merasakan beberapa kapas di wajahku, dan betadine. Aku menoleh ke arah Vienna, aku perhatikan matanya. Benar saja, matanya sedikit bengkak akibat menangis. Kini aku merasakan sesuatu sedang mencengkram hatiku. Sakit.
"Di mana ini Jer? Berapa lama aku sudah disini?"
"Ini adalah rumahku Bim, tadi kau pingsan jadi kami membawamu ke rumahku. Kurang lebih kau sudah pingsan selama tiga jam. Sekarang sudah pukul enam malam Bim." percakapan kami ternyata membangunkan seorang bidadari yang tadi tertidur pulas. Melihat aku yang sudah sadar, Vienna langsung memelukku erat. Lagi-lagi dia menangis sambil. Aku usap kepalanya, berkata,
"Shuush, jangan menangis Vie. Seharusnya akulah yang menangis, tubuhku sedang sakit, ditambah kau sekarang memelukku membuatku tambah sakit Vie hahaha." ucapku bercanda, mencoba untuk menghiburnya. Bukannya tertawa, ia melepaskan pelukannya, dan menangis lebih kencang.
"Maaf Bim.... Karena aku .... kamu menjadi begini Bim." Kini aku berusaha menggerakan tubuhku yang sakit ini untuk memeluknya.
"Sudah Vie, ini semua bukan salah kamu." Aku lepas pelukanku dan aku hapus air matanya.
Dia lalu menyenderkan kepalanya ke bahuku.
"Aku harus pulang, bunda pasti khawatir aku belum pulang jam segini. Kamu juga harus pulang Vie, sudah malam."
"Kau yakin ingin pulang dalam keadaan begini Bim?" tanya Jericho.
"Tenang saja Bim, kami sudah memberitahu bundamu kalau malam ini kamu menginap di rumah teman karena ada tugas. Pak Ahmad sedang mengambilkan baju di rumahmu, seharusnya tidak lama lagi Pak Ahmad sampai, karena ternyata rumah kalian berdekatan. Setelah Pak Ahmad sampai aku akan pulang." jawab Vienna. Mendengar itu, kini aku merasa sedikit lega.
"Baiklah kalau begitu, aku akan ke bawah untuk makan malam Bim. Makanlah lalu tidur." ucap Jericho lalu pergi dari ruangan ini. Aku lalu berusaha mengambil makanan yang tadi dibawa oleh Jericho, yang ternyata bubur. Melihatku kesusahan, Vienna buru-buru mengambil mangkok bubur dari tanganku, lalu menyuapiku seperti seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya. Dengan penuh perhatian, Vienna menyuapiku, membuatku melupakan segala sakit yang tadi aku rasakan. Setelah aku selesai makan, dia bertanya,
"Mengapa tadi kamu tidak melawan, Bim?"
"Apa maksudmu? Ternyata Aben sangatlah kuat Vie, tentu saja aku kalah." bohongku.
"Tidak Bim, tadi kamu tidak membalas sedikitpun pukulannya, yang kamu lakukan hanyalah melindungi tubuhmu dari pukulannya. Apakah ada sesuatu yang terjadi Bim?"
"Kan sudah aku bilang, dia sangat kuat, juga cepat. Bukannya aku tidak ingin membalas, tapi aku tidak bisa. Dia sangat kuat Vie." Bagaikan penyelamat, Jericho datang memberitahu kalau sopir Vienna telah sampai membuat Vienna berhenti bertanya tentang perkelahian tadi.
"Aku pulang dulu Bim. Cepat sembuh, jika masih sakit seharusnya besok izin saja Bim."
"Iya, hati-hati Vie." Vienna lalu berdiri dari kasur, aku juga mencoba untuk berdiri ingin mengantarnya keluar rumah, sekaligus melihat-lihat rumah Jericho. Ternyata kakiku juga sakit, hampir aku terjatuh jika Vienna tidak menangkapku.
"Tidur saja Bim, tidak usah ikut mengantarku keluar." ucapnya lalu membaringkan aku di kasur. Dengan terpaksa aku menurut.
"Baiklah. Terima kasih Vie sudah merawatku."
"Tidak perlu berterima kasih Bim, aku yang menyebabkan kamu sampai begini." Lalu diapun keluar dari kamar bersama dengan Jericho.
Setelah Jericho mengantarkan Vienna keluar rumah, dia datang ke kamarku. Dia berpesan untuk tinggal dan istirahat disini untuk beberapa hari, dan bik Inem, pembantunya yang aku tidak pernah lihat akan mengurusku selama dia sedang bersekolah. Dia akan memberitahu guru bahwa aku izin sakit selama tiga hari. Aku ingin menolak, tetapi aku juga paham sekarang ini tubuhku sangat lemah dan tidak berdaya. Jadi, aku hanya mengucapkan terima kasih lalu tidur.

Cinta Dua Generasi (Novel bukan Picisan)Kde žijí příběhy. Začni objevovat