40 - Mengenang Verdo

Start from the beginning
                                    

"Thank you, manis. Mau gua anter pulang sekalian?" laki-laki itu mengedipkan sebelah alisnya.

"GA! Kalo sama lo mah, ga dibawa pulang kerumah. Tapi dibawa kesemak-semak."

"Idih, ga lah! Gua mah modal, minimal hotel lah, ngapain semak-semak." lagi-lagi Ganang tersenyum jahil.

Allysa ikut tertawa, "Dah ah, gue mau balik aja. Liat deh tuh temen-temen lo sinis semua."

Ganang mengacak-acak rambut gadis itu, "Hati-hati sayang." ia tersenyum jahil, lagi.

"Apa sih lo sayang-sayang?!" omel gadis itu kemudian ia langsung menyebrang dan pergi.

Ganang menoleh kearah ke 6 temannya itu. Semua menatap kearahnya dengan tatapan sinis namun laki-laki itu hanya menyeringai.

"Liat, gua dapet nomer cewek tercantik kelas 11." ucapnya, sambil menunjukkan nomer Allysa diponselnya.

"Gua ga peduli, Nang. Ayo balik, lu mau ditonjok Arsen ya?" tanya Micho, ia menatap Ganang dengan tajam.

Ganang hanya cengengesan sembari melirik Arsen yang sedang menatapnya dengan sinis kemudian laki-laki itu langsung membuang muka seolah ia muak dengan perilaku Ganang.

7 Laki-laki itu naik bersamaan kemotor mereka yang mereka parkir berderetan. Arsen melajukan motornya lebih dulu, kemudian disusul oleh teman-temannya yang ikut mengebut dan mengejar kecepatan motor Arsen.

"RASCAL!" Ganang menghentikan motornya tiba-tiba, ke 6 teman-temannya ikut berhenti.

"Didepan ada razia, puter balik!" lanjut laki-laki itu.

Arsen diam saat teman-temannya hendak memutar motor. Namun laki-laki itu tiba-tiba saja melanjukan motornya dengan kencang, menerjang semua orang dan melewati tempat razia berlangsung.

Beberapa polisi yang melihatnya, tak sempat menahannya. Laki-laki itu membawa motornya secepat angin, tanpa menabrak atau takut menabrak sedikitpun.

Ganang dan yang lainnya hanya diam melihat motor Arsen yang semakin menjauh dan menghilang ditelan jarak.

"Gila tuh temen lu." desis Gazza, ia melirik Ganang sekilas.

"Kemana lagi tuh anak. Ga takut polisi ya, heran." sahut Ganang, ia menggeleng heran.

"Maklumin lah, mungkin dia masih mikirin Verdo. Daritadi kita ngobrol, dia diem aja kan?" timpal Adit yang diangguki Bagas dan Aldo.

"Yaudahlah. Misah ya? Meet dirumah Arsen." ucap Ganang, ia memakai helm yang sempat ia lepas kemudian melajukan motornya tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya.

Mereka terpisah walau memiliki tujuan yang sama. Karena walau mereka memakai helm, polisi yang menggelar razia itu tetap tidak akan melepaskan anak geng motor mereka.

Arsen melajukan motornya tanpa tujuan, namun tanpa ia sadari ia menghentikan motornya tepat digerbang rumahnya.

Gerbang otomatis itu langsung terbuka dan Arsen masuk kedalam garasinya dan meloncat turun dari motornya.

"Reg!"

Arsen menoleh, ke 6 teman-temannya sudah berada diluar gerbang, mereka membunyikan klakson motor mereka dengan heboh sementara Arsen berlari menghampiri mereka.

Arsen mengerutkan dahinya, "Kenapa? Barang gua ada yang ketinggal?"

Ganang melipat tangannya didepan dada, menatap Arsen dengan tatapan kesal. "Lu abis nerobos razia gitu aja, dan tingkah lu kayak ga ada apa-apa yang terjadi."

"Tadi, pikiran gua bener-bener kacau. Gua gatau apa yang gua lakuin. Gua sempet mikir, bahkan kalau pas itu gua nabrak, mungkin mati adalah pilihan terbaik buat gua saat itu." Arsen mulai melantur.

Ganang menyeringai, "Ini rumah lu ada tamu, ga disuruh masuk?" sindirnya.

Arsen tertawa sembari membuka gerbang rumahnya perlahan dan menutup kembali gerbang itu saat teman-temannya sudah masuk.

Arsen membawa teman-temannya masuk kekamarnya. Kamar bernuansa putih itu tampak bersih dan wangi. Tak seperti kamar anak laki-laki pada umumnya.

Ganang menyentuh meja putih dikamar Arsen. Diatas meja tersebut, banyak sekali tissu basah, facial wash dan skincare cowok lainnya yang pasti sering Arsen gunakan. "Lu make ini?"

Arsen hanya mengangkat kedua alisnya sekilas kemudian tumbang diatas kasurnya. Ia mendesah lelah kemudian memeluk gulingnya sementara teman-temannya meneliti barang-barang dikamarnya itu.

"Ga heran pangeran kita ini jadi pujaan orang-orang. Dia mah rajin ngerawat diri, ga kayak Ganang yang cuci muka aja cuma kalo disuruh emaknya." ledek Micho. Teman-temannya tertawa kecuali Arsen yang sepertinya tertidur dan Ganang yang hanya berdecak kesal.

Bagas membuka laci nakas Arsen, dan mendapati banyak sekali botol-botol berisi pil yang tak ia ketahui apa manfaat pil itu. Ia meraih salah satu botol yang berisi pil berwarna putih itu kemudian meneliti botol tak berstempel itu. "Ini obat apa deh? Emang Rega pernah sakit?" tanya Bagas.

Aldo dan Adit menghampirinya dan merebut botol obat itu dari tangan Bagas. Aldo mengeluarkan 1 pil dari botol itu kemudian menatapnya cukup lama dan mencium baunya. "Ini sama kayak obat yang gua temuin waktu pas kerja kelompok dirumah Verdo." ucapnya pelan.

"Obat apaan sih?" tanya Ganang diseberang sana namun tak ada yang menjawab pertanyaannya.

"Kayaknya itu antidepresan." sahut Gazza yang sedang menatap deretan koleksi action figure milik Arsen yang ditata rapih didalam sebuah lemari kaca besar.

"Sotoy Gazza mah." balas Aldo, ia melirik Gazza dengan sinis.

Gazza menghampiri 3 orang tersebut kemudian merebut pil ditangan Aldo. "Ini xanax. Kandungan alprazolamnya bekerja dengan cara memengaruhi otak buat ngehasilin efek menenangkan, biar penggunanya merasa lebih tenang." jelasnya kemudian ia mengembalikan pil itu ke tangan Aldo.

Aldo, Bagas dan Adit hanya terdiam sambil menatap Gazza. "Tau dari mana lu soal gituan?" tanya Bagas.

Gazza berbalik, kembali melihat-lihat action figure Arsen. "Bokap gua dulu sempet kerja sebagai dokter kejiwaan sebelum pensiun dan ninggalin nyokap gua lalu kabur sama cewek lain."

Teman-temannya itu hanya diam. Mereka sudah tau mengenai kisah hidup mereka masing-masing namun mereka tidak tau banyak tentang Arsen. Laki-laki itu terlalu menutup diri. Bukan tanpa alasan. Tapi semua itu semenjak teman-temannya menganggap bahwa ia berbohong tentang perlakuan buruk Carmilla pada Arsen.


ARSEN (END)Where stories live. Discover now