BAB 35

3.9K 171 0
                                    

Ali dan Ela kini tiba di bandara International Husein Sastranegara. Perjalan cukup singkat, hanya membutuhkan waktu 30 menit. Ali mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Bandara itu tidak terlalu besar, ya ia memang tidak menyamakan dengan Bandara di Qatar ataupun Dubai yang megah itu. Ali mengikuti langkah Ela keluar dari Area Bandara.

Ela tersenyum menatap Ali, laki-laki itu ternyata serius atas ucapannya. Mengikutinya hingga ke Garut, untuk menemui kedua orang tuanya. Ia hampir gila, memikirkan ini. Lihatlah aksi liburannya ke Luzern dan sekaligus membawa calon suami. Ia juga hampir tertawa melihat Ali, laki-laki itu memang cukup nekat, mengikutinya hingga kesini. Padahal Ali pasti bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih cantik darinya.

Ali mengerutkan dahi, melirik Ela, yang tersenyum menatap Ela. "Kenapa kamu tersenyum dari tadi, apa yang kamu pikirkan hemm" tanya Ali.

"Tidak, saya tidak memikirkan apa-apa" ucap Ela.

"Kamu dari tadi tersenyum menatap saya, sama sekali tidak ada yang lucu Ela".

Ela akhirnya tidak bisa menahan tawanya, ia melingkarkan tangannya di lengan kiri Ali, ia menatap Ali dengan jarak dekat seperti ini, tepat di dekat kursi tunggu.

"Tadi saya hanya mencoba berpikir, bahwa kamu cukup nekat mengikuti saya hingga kesini. Saya masih tidak menyangka atas tindakkan kamu".

Ali menarik nafas, ia memegang dagu Ela. "Apakah kamu tahu, saya memang tidak pernah main-main dengan ucapan saya. Walaupun sebenarnya saya memang tidak mempunyai persiapan apa-apa untuk bertemu orang tua kamu. Hanya dengan bermodal nekat, hingga saya pergi sejauh ini, demi kamu. Apakah kamu masih meragukan keseriusan saya" ucap Ali.

Ela tersenyum atas penuturan Ali, "Ya, hanya saya masih tidak menyangka saja. Baru kali ini, saya pulang ke rumah membawa calon suami, rasanya sedikit berdebar-debar untuk memepertemukan kamu kepada kedua orang tua saya".

Ela menarik nafas dan lalu melanjutkan ucapannya lagi, "Kamu tenang saja, orang tua saya baik. Beliau tidak pernah menuntut banyak tentang calon suami saya. Orang tua saya pasti akan menerima kamu apa adanya. Beliau tidak akan menolak, karena niat baik kamu. Kami orang Indonesia, selalu menjunjung tinggi tingkat kesopanan, apalagi kamu adalah calon suami saya".

Ali tersenyum, ia terpana atas ucapan Ela, ia mendekatkan wajahnya ingin mengecup bibir tipis itu. Dengan cepat Ela menutup bibirnya dengan jemarinya.

"Kenapa?".

"Apakah kamu tahu, kita sedang berada di Indonesia. Disini menjunjung tingkat kesopanan. Di Indonesia hal seperti itu adalah hal yang tabu. Bisa-bisa kita diseret ke kantor polisi, jika melakukan itu".

"Benarkah? Saya pikir disini seperti Istanbul, Beirut, hal seperti itu adalah hal biasa" ucap Ali santai.

Ela tidak percaya bahwa disana Ali mengatakan hal seperti itu, bukankah disana merupakan negara timur tengah, "benarkah?".

"Ya, disana sudah biasa, Negara kami sangat liberal, memang seperti itulah adanya, tidak semua yang orang lihat bahwa negara timur tengah berpakaian tertutup. Sekarang malah sebaliknya, terlihat sangat modern. Wanita-wanita disana berpakaian seksi sudah biasa, senang berpesta, pantai-pantai yang di penuhi dengan wanita berbikini juga hal yang lumrah. Jika kamu masih tidak percaya, kamu bisa melihatnya sendiri. Mungkin sekarang Beirut sudah seperti Los Angeles di dunia arab".

"Wow, saya baru tahu".

Ali tersenyum, ia mengecup puncak kepala Ela, "oke, nanti saya akan memberitahu kamu semua tentang Libanon. Sekarang dimana ayah kamu, saya ingin bertemu beliau".

Ela melirik melingkar jam di tangannya. Menunjukkan pukul 12.30 menit, "seharusnya sudah sampai".

Ela mengedarkan pandangannya dan ia tersenyum menatap ayahnya disana. "Disana ayah saya" ucap Ela, menunjuk pria separuh baya berjalan kearahnya.

Ali mengalihkan tatapanya kearah yang di tunjuk Ela. Ali memandang laki-laki separuh baya, berkerja putih berjalan kearahnya. Laki-laki itu masih sehat dan gagah, walau usianya tidak muda lagi.

Ela melangkah mendekat dan lalu memeluk sang ayah. "Ayah, Ela kangen".

Ayah Ela melepaskan pelukkanya, di tatapnya anak bungsunya yang kini sudah semakin dewasa, "Akhirnya, anak ayah pulang juga. Bagaimana kabar kamu sayang".

"Baik ayah, mama dimana? Tidak ikut?" Tanya Ela.

"Mama tunggu di rumah saja katanya, kebetulan kakak kamu dari medan juga datang" ucap ayah.

Sementara Ali menatap pertemuan hangat antara anak dan ayah. Hubungan mereka terjalin dengan baik. Ayah Ela melirik Ali, Ali hanya diam mematung di tempat, ia lalu tersenyum menatap sang Ayah.

"Ini calon suami kamu" ucap Ayah, ia kembali menatap putri bungsunya.

"Iya, ayah perkenalkan ini Ali" ucap Ela.

Ayah menatap Ali, laki-laki bertubuh tinggi besar, khas laki-laki arab pada umumnya. Laki-laki itu tampan, seperti pangeran arab, yang disiarkan di semua televisi Indonesia. Merupakan kebanggaan tersendiri, bahwa ia akan memiliki menantu seperti pangeran arab.

Ali tersenyum dan mengulurkan tangannya, kearah Ayah. "Ali" ucap Ali.

"Saya Ayah Ela, senang berkenalan dengan anda" ucap Ayah, ia lalu melepaskan tangannya.

Ela tersenyum melihat Ali dan ayahnya, keduanya nampak canggung. Mungkin ini merupakan awal pertemuannya,

"ayah, Ali tidak bisa bahasa Indonesia, ayah harap maklum ya" ucap Ela.

Ayah Ela mencoba memakluminya, "ayah tidak menyangka bahwa kamu, mendapatkan calon suami orang arab".

"Namanya juga jodoh yah, mana ada yang tahu" ucap Ela.

"Apakah dia salah satu pangeran arab yang dibawa oleh Raja Salman ke Indonesia kemarin?" Tanya sang Ayah.

Ayah Ela memang mengikuti berita kedatangan Raja Salman kemarin. Berita itu menjadi buming dan merupakan kabar bahagia dari seluruh penduduk Indonesia.

Ela tertawa dan kembali menatap sang ayah. "Bukan ayah, dia dari Libanon, bukan keturunan raja Salman. Ayah ini ada-ada saja".

"Libanon? Ayah baru mendengar itu, lihatlah calon suamimu itu, terlihat seperti pangeran Arab".

"Yasudah ayo kita pulang" ucap Ayah, beliau melangkahkan kakinya menuju area parkir.

Sementara Ali mengerutkan dahi, sejujurnya ia tidak mengerti apa yang dibicarakan itu.

Ela melirik Ali, dan menarik tangan Ali. "Disana mobil ayah saya. Saya akan membawa kamu ke tempat tinggal saya. Nanti saya akan memperlihatkan kebun kopi ayah saya, disana tempatnya menarik".

"Iya, sayang" ucap Ali tersenyum menatap Ela.

***********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now