BAB 33

3.8K 181 0
                                    

Ali tersenyum menatap kekasihnya Ela, Ela sudah bisa menggerakkan tubuhnya dan bahkan sudah bisa berjalan normal. Dokter mengatakan kepadanya agar mengganti perban setiap hari, memberikan obat antiseptik, secara teratur dan untuk beberapa hari ini, agar jahitan di punggung Ela cepat sembuh.

Ela tersenyum, dan melangkah mendekati Ali. Ia tahu laki-laki itu mencintainya, terlihat dari tatapannya. Ali begitu peduli kepadanya, Ali selalu melakukan kontak mata ketika berbicara dan itu sudah menguatkannya bahwa Ali benar-benat mencintainya. Cinta adalah kasta tertinggi perasaan seseorang, tidak ada yang mengalahkan cinta. Ia juga tahu Ali mengatakan cinta kepadanya secara langsung dari hatinya yang paling dalam. Kata-kata itu bukan rayuan gombal yang pernah ia dengar dari laki-laki lain. Pernyataan itu sangat menyentuh hati, bagaimana ia bisa menolak orang yang mencintainya sedemikian besar itu.

Cinta memang membuat semua menjadi indah, sehingga orang itu adalah pusat perhatiannya. Ali sudah seperti gravitasi yang membuatnya jatuh berulang-ulang. Walau jatuh itu sakit, tapi lihatlah jatuh yang ia alami menjadi indah. Ia sudah jatuh cinta kepada Ali.

Ali memeluknya tubuh ramping Ela. Dipelukknya segenap hati dan perasaanya. Wanita inilah yang ia inginkan.

Ali melonggarkan pelukkannya, ia mengecup puncak kepala Ela. "Apakah kamu sudah siap, kita pulang hari ini" ucap Ali.

"Iya sudah".

"Apakah saya bisa pulang ke Indonesia?" Tanya Ela.

"Ya, tentu saja, kita akan pulang ke Indonesia, setelah kamu sembuh total, saya tidak ingin orang tua kamu beranggapan bahwa saya tidak menjaga anak gadisnya dengan baik" Ali tersenyum. Semua permintaan Ela akan ia penuhi. Wanita itu ingin pulang ke Indonesia, menebus rasa bersalahnya kepada Ela.

"Apakah kamu melihat visa dan paspor saya? Seingat saya, saya menyimpannya di tas" ucap Ela.

Ali tersenyum, dulu ia memang mengambil paspor dan visa Ela secara diam-diam agar Ela tidak bisa pergi darinya. Ia melakukan tindak itu, agar Ela bisa bersamanya dan tidak bisa meninggalkannya. Sepertinya Ela baru nyadari bahwa visa dan paspornya tidak ada di tasnya. Padahal ia mengambil visa dan paspor itu sudah cukup lama. Wanita itu baru menyadarinya sekarang .

"Ya, saya menyimpan visa dan paspor kamu ditempat yang aman".

Ela merasa lega, ternyata Ali menyimpan visa dan paspornya ditempat yang aman, "Syukurlah kalau begitu, saya pikir tadi hilang" ucap Ela.

Ali melangkahkan kakinya menuju nakas. Mengambil tas miliknya, karena ia membawa perlengkapan untuk Ela. Ia juga perlu identitas Ela, hingga tas itu ada disini.

"Mari kita pulang" ucap Ali. Ia meraih tangan kiri Ela, di genggam tangan itu dengan erat.

"Iya" Ela.

Ela mengikuti langkah Ali, menuju pintu. Membawanya keluar dari kamar.

**********

Ali kini bertemu Hasan di lobby hotel. Ia ingin mengetahui siapa dalang dibalik penembakkan itu. Ia menatap Hasan, tepat dihadapannya.

"Apakah kamu sudah menyelidikinya?" Tanya Ali.

Hasan menarik nafas, ia tidak mungkin berkata bahwa Nihan lah dibalik penembakan itu. Tapi ia tidak mungkin memberitahu kejadian itu kepada Ali, ia berjanji kepada Nihan akan merahasiakannya. Sementara Nihan sudah meninggalkan Luzern. Nihan sudah pergi jauh hingga ke Paris.

"Ya, saya sudah menyelidikinya" ucap Hasan.

"Bagaimana hasilnya?" Ucap Ali penasaran.

"Hasilnya, belum bisa diketahui, karena semua cctv tidak ada hasilnya. Seluruh cctv sepertinya sudah di setting sedemikian rupa, tidak menampakkan pelaku, kita kehilangan bukti itu".

Ali mengerutkan dahi, "apakah kamu sudah memeriksa semuanya" tanya Ali penasaran.

"Iya sudah, hasil rekamannya ada dengan saya. Kamu bisa melihatnya, saya menyimpannya, Tapi hasilnya tidak ada sepertinya semua sudah terencana" ucap Hasan.

Rahang Ali, mengeras "sial !" , ia melirik Hasan, ia pasti akan mencarinya sendiri. "Bisakah kamu menyerahkan semua cctv itu kepada saya?".

"Ya tentu saja, saya akan menyerahkannya untuk kamu".

Hasan menarik nafas, lalu melanjutkan kata-katanya lagi, "Bagaimana keadaan Ela?".

Ali masih memperhatikan raut wajah Hasan, sepertinya Hasan menutupi sesuatu darinya. Dari dulu dia memang tidak sepenuhnya percaya kepada orang, karena hal terdesak seperti inilah ia meminta bantuan kepada Hasan. Karena Hasan satu-satunya orang yang ia kenal disini.

"Ya, ya sekarang sudah baik-baik saja. Setelah ini Ela akan pulang ke Indonesia".

"Ya, dia memang seharusnya sudah pulang" ucap Hasan.

"Saya akan pulang bersamanya dan menikahi Ela sesungguhnya" ucap Ali seketika.

"Benarkah? Apakah kamu serius dengannya?" Hasan mencoba memastikan lagi.

"Ya, saya memang serius dengan ucapan saya".

Hasan menyandarkan tubuhnya di kursi, ia sengaja mengalihkan pernyataan itu, agar Ali tidak menanyakan cctv itu secara detail.

"Apakah kamu mencintainya?" Tanya Hasan.

"Jika saya sudah melakukan sejauh ini, membuat saya tidak bisa tidur, membuat saya menangis meratapi keegoisan saya, dan membuat saya rela melakukan apa saja, demi mendapati wanita itu. Apakah itu dinamakan cinta?".

"Ya, itu cinta, kamu sangat mencintainya" Hasan mencoba tersenyum.

*************

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt