BAB 28

3.9K 192 1
                                    

Ela benar-benar akan pulang ke Indonesia, koper miliknya telah siap sedari tadi. Ia letakkan koper itu di dekat pintu. Ia menunggu Ali lengah dan ia pasti akan pulang dari sini. Semalam Ali mengatakan ingin menikahinya? Apakah ia tidak salah dengar, pendengarannya masih baik, ia mendengar secara jelas Ali mengatakan itu kepadanya.

Oh Tidak, menikah? Ia tidak percaya akan dinikahi oleh Ali. Ia dan Ali tidak pernah pacaran sebelumnya. Bahkan pertemuannya itu berlangsung beberapa hari saja.

Apakah Ali sudah gila? Memutuskan menikah dengan wanita yang baru dikenalnya seminggu yang lalu. Itu sama sekali tidak masuk akal. Mana ada orang seperti itu. Paling cepat tiga bulan untuk menikahi seseorang, bukan beberapa hari seperti ini.
Jika bicara hati, ia masih tidak mengerti dengan isi hatinya terhadap Ali. Jujur bersama Ali, ia nyaman walau laki-laki suka semaunya. Hanya sekedar nyaman, itu bukan cinta, bukankah begitu?.

Ia juga bukan jenis wanita yang langsung mengiyakan menikah dengan laki-laki itu begitu saja. Ia akui Ali tampan, dan baik, tapi lihatlah perbedaan ia dan Ali begitu jauh. Ia bisa membayangkan bagaimana reaksi orang tuanya, anak gadisnya dilamar oleh Ali, nota bene laki-laki berkewarganegaraan Libanon. Terlihat jelas dari segi bahasa, budaya, dan negara, sangat jauh berbeda.

Ia sudah membayangkan, bagaimana reaksi ibu dan ayahnya. Ayah dan ibunya hanya tinggal di daerah, jangan. Berharap orang tuanya bisa menggunakan internet. Orang tuanya tahu hanya menerima telfon darinya saja.

"Apa enggak ada laki-laki tampan lagi El di Indonesia. Hingga kamu dapatnya dari negara lain".

Ayahnya juga pasti berkata,

"El, Libanon itu dimana ya? Ayah baru dengar negara itu".

"Ela, ayah enggak ngerti apa yang dia katakan calon suami kamu itu. Coba jelasin ke Ayah".

Ia sudah membayangkan pertanyaan-pertanyaan itu akan meluncur dari bibir orang tuanya. Mungkin ia mendadak menjadi penerjemah untuk orang tuanya. Oh Tidak, betapa ribetnya mengurus pernikahan beda negara itu adat istiadat dan budaya. Memikirkannya saja itu sudah membuat kepalanya pusing tujuh keliling.

"Apa yang kamu pikirkan hemm".

Ela terkenjut atas kehadiran Ali disampingnya. Lihatlah laki-laki sudah berada disampingnya. Bagaimana ia bisa ada disini begitu cepat.

"Tidak ada, kenapa kamu ada disini?" Tanya Ela bingung.

"Saya dari tadi memanggil kamu Ela, kamu malah melamun seperti itu. Apa yang kamu pikirkan sebenarnya?" Tanya Ali penasaran. Masalahnya Ela tidak menyadari kehadirannya.

"Tidak ada" timpal Ela.

"Benarkah?".

"Iya benar".

Ali kembali menatap Ela, ia memegang pundak Ela, agar menghadap dirinya. Ia mengelus wajah cantik itu. Mungkin sekarang sudah saatnya ia berkata sejujur kepada Ela.

"Mari kita menikah" ucap Ali, pernyataan itu, ia nyatakan dengan segenap hati dan perasaanya, ini merupakan kedua kalinya ia berkata seperti itu kepada Ela.

"Menikah?" Ela bingung.

"Iya, menikah. Saya akan menikahi kamu".

"Saya tidak sedang hamil Ali, untuk apa kamu menikahi saya".

Oke fix's, pernyataan itu meluncur dengan mulus di bibirnya. Tidak semua orang menikah harus hamil dulu bukan. Mungkin ia terlalu banyak menonton film drama dan kejadian realita kehidupan anak muda masa kini. Itu pernyataan paling absrud yang pernah ia luncurkan.

Ali tertawa, atas pernyataan Ela, "apakah harus hamil dulu, baru saya bisa menikahi kamu".

"Ya, kebanyakan begitu?" Timpal Ela.

Alis Ali terangkat, ia tersenyum, mengecup sekilas bibir tipis itu, "saya tidak menolak, untuk menghamili kamu. Bahkan saya menginginkan secepatnya".

"Apa !!!".

"Ya, menghamili kamu. Bukankah kamu sendiri yang memintanya tadi".

Ela menepuk jidatnya, "bukan begitu maksud saya. Oh Tuhan, sulit sekali menjelaskannya".

"Jadi, kita menikah?".

"Saya masih memikirkannya" timpal Ela.

"Apalagi yang kamu pikirkan hemm".

"Perbedaan kita terlalu jauh Al, dan kamu juga belum mengenal saya sepenuhnya. Apakah tidak terlalu cepat memikirkan pernikahan. Kita bahkan tidak pacaran".

"Saya rasa tidak, ini sudah cukup saya mengenal kamu. Saya memilih kamu karena saya telah memiliki samuanya, uang, jabatannya, kekayaan sudah saya miliki semua. Hanya wanita sederhana seperti kamu yang mampu membuat saya bahagia dan belum pernah saya miliki".

Ela terpana atas ucapan Ali, jujur ia terharu atas pernyataan Ali kepadanya. Ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia juga menyukai Ali. Ia juga bukan wanita munafik, wanita mana yang tidak menginginkan laki-laki tampan, kaya dan baik seperti Ali. Ia juga sudah nyaman berada di dekat Ali. Masalah cinta akan berjalan dengan seiringnya waktu.

Ali meraih tangan Ela, ia lalu mengecup punggung tangan Itu, "Saya sudah memikirkannya Ela, saya hanya menginginkan kamu menjadi istri saya".

"Maukah kamu menjadi istri saya".

Ela terdiam sesaat, ia mendengar secara jelas suara Ali berucap. Ela menarik nafas, ia mengalungkan lengannya di leher Ali. Ia memandang iris mata Ali.

"Jika ingin melamar saya, datanglah ke Indonesia, bertemu orang tua saya. Memintanya langsung kepada orang tua saya yang telah membesarkan saya".

"Tentu saja, saya akan melakukannya, itu sudah ada dalam rencana saya, setelah ini".

"Benarkah?".

"Ya tentu saja, apakah kamu mau menjadi istri saya" ucap Ali.

"Tentu saja, siapa yang tidak senang di lamar laki-laki tampan seperti kamu. Saya merasa telah menjadi, wanita paling beruntung di dunia ini".

"Ya, kamu wanita yang sangat beruntung mendapati saya".

Ali merapatkan tubuhnya dan ia lalu meraih tengkuk Ela. Tapi dengan cepat Ela mengelak. Menutup bibirnya dengan jemarinya.

"Apakah kamu ingin mencium saya".

"iya, kenapa?".

"Kamu dari awal memang mesum sekali".

"Saya laki-laki normal Ela, wajar saya melakukan hal seperti itu. Semua laki-laki di dunia ini, mempunyai insting yang sama. Selalu menginginkan itu".

"Bisakah kamu menunda ciuman itu, jujur sekarang saya lapar. Saya pikir kamu akan membawakan saya makanan".

Ali tertawa, ia mengecup kening Eka dengan segenap hati dan perasaanya. "Oke, sekarang kita makan di restoran bawah".

"Iya".

Ali tersenyum bahagia. Ia lalu mengecup puncak kepala Ela. "Terima kasih, Saya bahagia".

***********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now