BAB 15

4.2K 202 0
                                    

Ali mengendus harum vanila dari tubuh Ela. Wanita itu masih tertidur di pelukknya. Semalam ia memang tidur bersama, seperti yang ia lakukan kemarin. Sepertinya ia sudah tahu lekuk tubuh Ela, dan dimana tempat favoritnya. Ali mencium dan mengendus bagian leher itu, inilah tempat favoritnya. Ali menyingkirkan rambut-rambut Ela kesamping, agar ia bebas mencium leher jenjang itu.

Wanita itu menggelinjak, dan merenggangkan tubuhnya. Ela membuka matanya secara perlahan, ia tersenyum menatap Ali disampingnya.

"Kamu sudah bangun?" Ucap Ela.

"Iya sudah".

"Bisakah kamu menghentikan kecupanmu itu. Apakah kamu tidak bosan, dari tadi malam kamu mengecup saya".

"Bukankah kamu menyukainya" ucap Ali, ia lalu menghentikan kecupannya, dan beralih menatap Ela.

"Ya, saya menyukainya. Tapi jika kamu seperti ini tanpa henti, membuat saya terangsang".

Ali tersenyum, dan ia tertawa atas sikap jujur wanita itu. Ia suka sikap terbuka Ela, "itu tujuan saya, saya ingin memanjakan tubuh kamu. Apakah saya perlu mencium seluruh tubuh kamu".

Ela merinding mendengar ucapan erotis laki-laki itu. Ali seprtinya sudah tidak malu lagi, berkata seperti itu kepadanya.

Ali mengelus paha mulus Ela, secara perlahan. Ia tahu cara memanjakan wanita seperti apa. Ia menatap wajah Ela, wanita itu mengigit bibirnya menahan ransangannya. Ali masih melakukan aksinya, dan seakan tahu titik rangsang wanita itu.

"Bisakah kamu menghentikan tanganmu itu" ucap Ela.

"Apakah kamu tidak suka".

"Saya belum siap" ucap Ela.

Ali mengerutkan dahi, ia menghentikan tangannya. Ia kini mengurung Ela, "tapi kamu menginginkannya".

"Tapi saya belum siap" ucap Ela parau.

"Kita sama-sama dewasa dan itu merupakan kebutuhan biologis kita. Terlihat jelas kamu juga menginginkan hal yang sama" Ali mengelus wajah cantik itu.

"Ya, saya tahu itu. Tapi kamu adalah laki-laki yang baru saya temui beberapa hari yang lalu. Saya belum mengenal kamu sepenuhnya. Saya juga bukan jenis wanita yang mudah tidur dengan laki-laki yang baru saya kenal".

"Apakah kamu tidak ingat? Kamu dan saya tidur bersama, sejak menginjakkan kaki kita disini, hari pertama kamu tidur dengan saya dirajang yang sama, hari kedua juga begitu, dan sekarang kita ditempat yang sama, saya masih bisa menjaga hasrat saya agar tidak merobek baju tidur kamu yang tipis ini. Apakah kamu tidak merasa bahwa kita ditakdirkan bersama?".

Ela hanya diam, dan benar apa yang dikatakan Ali. Sejak menginjakkan kakinya disini ia memang selalu tidur dengan laki-laki itu, dan ia sadar di kamarnya, hanya untuk tempat mengganti baju saja.

Ela diam sesaat, ia menatap iris mata hazel itu dengan berani. "Jadi apa yang kamu inginkan".

"Kamu sudah tahu jawabannya".

Ela lalu mengalungkan tangannya di leher Ali, ia tersenyum. "Saya hanya berpikir, apakah begini rasanya bulan madu".

"Sepertinya begitu, anggap saja kita sedang berbulan madu. Lihatlah kita sedang di Luzern, ditempat yang indah dan tenang. Sangat di sayangkan kita tidak menganggapnya berbulan madu".

"Bulan madu adalah untuk orang yang pernah menikah. Tapi tidak untk kita" ucap Ela.

"Jadi kamu menganggapnya apa?".

Ali menarik nafas, ia mengelus rambut Ela, "berbagi kesenangan, mungkin".

"Bukan jenis kesenangan, tapi kenang-kenangan bahwa kita pernah bersama di Luzern".

"Ya, terserah kamu menganggapnya apa, apakah kamu menolak permintaan saya?" Tanya Ali.

"Bagaimana saya bisa menolaknya, sementara saya juga menginginkannya juga".

Ali tersenyum dan ia lalu mengecup puncak kepala itu. Dikecupnya dengan segenap hati dan perasaanya. "Saya akan hati-hati".

************

Hasan duduk di lobby, masih memantau keberadaan Ali dan Ela. Tidak ada tanda-tanda wanita itu dan Ali melintas di hadapannya. Padahal sudah tiga jam lamanya, ia duduk disini. Memperhatikan satu persatu tamu yang keluar dan masuk. Ponsel Ali berdering, dan ia menatap layar ponselnya.

"Nihan calling".

"Iya, Nihan" ucap Hasan.

"Hasan, sepertinya saya akan menyusul kamu kesana".

Alis Hasan terangkat, ia tidak percaya bahwa Nihan akan menyusulnya kesini.

"Kamu akan kesini?" Tanya Hasan.

"Ya tentu saja, saya ingin bertemu Ali dan wanita itu".

Hasan menarik nafas, kepalanya hampir pecah melihat seperti ini. Lihatlah, semuanya akan menjadi lebih rumit jika Nihan kesini. Mungkin dirinya sudah terlalu ikut campur urusan Ali. Karena Ali merupakan satu-satunya orang yang selalu bisa menjaga nama baik keluarganya.

"Saya sudah 24 jam disini, Ali dan wanita itu belum menampakkan dirinya".

"Mungkin dia sudah pindah, atau sudah pergi dari hotel itu".

"Saya yakin mereka belum pindah, saya tidak melihat mereka chek out dari sini".

"Ya sudah, besok saya akan pergi kesana. Ingin melihatnya langsung".

Hasan mengetuk tangannya di meja, "apakah kamu yakin ingin kesini, dengan siapa?".

"Dengan manager dan asisten saya" ucapnya lagi

"Mungkin jika adanya kamu, pikiran Ali akan terbuka" ucap Hasan.

"Iya semoga saja. Apakah kamu sudah memberitahu semuanya kepada wanita itu" tanya Nihab.

"Belum, bahkan saya tidak sempat memberitahunya, karena Ali tidak ingin saya mendekati wanita itu, sepertinya Ali begitu mencintai wanita itu".

"Benarkah, apakah dia sama dengan apa yang saya alami dulu?".

"Tidak, wanita itu berbeda menurut saya. Terlihat dia sangat marah ketika saya hanya mengobrol sebentar dengan wanita itu" ucap Hasan.

Lagi-lagi Hasan, memanasi Nihan. Hasan menyandarkan punggungnya di kursi. Ia kembali merutuki kebodohannya. Tapi itu benar adanya, bagaimana ia bisa berbohong.

"Terima kasih Hasan. Besok saya akan kesana".

"Ya,datanglah. Saya akan menunggu kamu disini".

*********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now