BAB 26

3.8K 206 1
                                    

Nihan berlari mendekat kearah Hasan. Nihan memang sudah berada disana sudah cukup lama, karena Hasan memberitahu keberadaannya di hotel tersebut. Nihan melihat kejadian itu, dari kejauhan. Ia memandang jelas Ali begitu murka, ia tidak pernah melihat Ali seperti itu sebelumnya. Ia sudah bersama Ali lima tahun lamanya. Sekarang ia menyaksikan sendiri, betapa spesialnya wanita itu dimata Ali.

Ia tidak pernah sekalipun di bela mati-matian di depan umum kepada Ali. Bahkan Ali tidak pernah marah, ketika ia bermain drama film dengan aktor, melakukan adegan mesra. Ali sama sekali tidak mempermasalahkannya. Sekarang lihatlah, wanita itu hanya makan pagi bersama Hasan. Semua terlihat biasa saja, orang juga tahu bahwa itu hanya sarapan biasa, bukan kencan atau adegan mesra. Tapi Ali begitu marah dan Nyawa Hasan nyaris melayang di tangan Ali. Hasan begitu kasihan, Nihan membopong tubuh Hasan keluar dari area itu.

"Sebaiknya kita ke rumah sakit" ucap Nihan.

Hasan meringis menahan sakit, ia pastikan sudut bibirnya berdarah, wajahnya pasti memar atas

"Sejak kapan kamu disini?" Tanya Hasan.

"Saya tadi di ujung sana, memperhatikan kalian. Kenapa kamu tidak melawan? Padahal tubuh kamu lebih besar dari Ali" dengus Nihan, ia membawanya hingga ke dalam mobil.

"Saya tidak sempat melawannya, Ali tiba-tiba datang dan memukul saya seperti itu".

"Kenapa kamu bisa bersama wanita itu?".

"Saya hanya ingin tahu tentang wanita itu saja. Tidak ada yang spesial darinya. Ali tidak menikah dengannya, mereka baru saja berkenalan disini. Wanita itu sama sekali tidak tahu tentang Ali. Saya lah memberitahu tentang Ali kepadanya. Dia bersama saya karena ingin menghindari Ali. Dia hanya liburan beberapa hari di Luzern".

"Benarkah?".

"Iya, benar. Mereka sama sekali tidak pernah menikah. Sepertinya Ali sengaja memasukan wanita itu ke masalah hidupnya".

"Tapi dia kelihatan menyukai wanita itu" timpal Nihan.

"Ya, seperti yang pernah saya katakan, Ali menyukai wanita itu".

Nihan kembali melirik Hasan, ia tidak menjawab ucapan Hasan. Melihat kejadian tadi, membuatnya hatinya sakit. Ali sangat menyukai wanita itu, terlihat dari tatapannya. "Apakah sakit?" Tanyanya Nihan, ia mengalihkan pertanyaan.

"Iya tentu saja".

"Kita kerumah sakit terdekat, jangan banyak bergerak" gumam Nihan.

Sepanjang perjalanan hanya diam, Nihan menatap kearah jendela. Nihan menenangkan hatinya.

"Kamu harus sabar Nihan" gumam Hasan.

*********

Ali melihat Ela disana, wanita itu mengenakan dress hitam dengan punggung terbuka. Persiapan konferensi pers akan ia laksanakan malam ini, tepat jam 19.00 di ballroom hotel ini. Ali memang telah mempersiapkan konferensi pers itu secara memdadak, dengan bantuan seseorang yang sudah ahlinya. Perencanaan disusun secara terencana, para undangan media, dan tempat yang kan menjadi penyelenggara. Media yang ia inginkan saja, yang dapat meliputnya.

Ela menyadari kehadiran Ali didekatnya. Ela menegakkan tubuhnya dan ia mencoba tersenyum. Ali sangat tampan dengan jas hitam itu.

Ali memang sengaja membeli dress hitam itu untuk Ela, disebuah butik di Luzern. Agar semua orang tahu, bahwa mereka pasangan serasi.

"Apakah kamu sudah siap?" Tanya Ali.

"Iya sudah".

"Terima kasih, dress yang kamu belikan sangat bagus dan pas di tubuh saya" Ela memang menyukai, dress itu. Dress itu simpel dan terlihat nyaman ditubuhnya.

"Ya, kamu sangat cocok mengenakannya".

"Terima kasih".

Ali mengulurkan tangannya, kearah Ela. Ela tersenyum meraih uluran tangan Ali. Ali melangkahkan kakinya menuju balroom hotel, karena ballroom itu letaknya di lantai lima tidak jauh darinya.

Ali mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Ela, "Kamu cantik sekali malam ini" bisik Ela.

Ela tersenyum, dan ia melirik Ali, "terima kasih, kamu juga tampan Ali".

"Kamu hanya perlu diam disamping saya, jawab saja seperlunya, jika mereka bertanya, jangan gugup".

"Iya".

Sedetik kemudian Ela dan Ali meninggalkan kamar miliknya. Mereka berjalan menuju ballroom hotel.

***********

Suasana ballroom sudah dipenuhi oleh media. Mic sudah berjejer rapi di atas meja. Ada beberapa syarat yang ia buat untuk konferensi pers ini. Para wartawan bertanya seperlunya saja. Para wartawan dan kameramen tidak diperbolehkan mengenakan lampu blitz jika ingin mengambil fotonya.

Jantung Ela maraton, ia memandang semua orang disana, ia pastikan mereka sudah menunggu lima jam lamanya. Ali menghentikan langkahnya, ia melirik Ela disampingnya. Ela nampak gugup, ia kembali melirik Ela.

"Tenang, kamu disini bersama saya" ucap Ali.

"Tapi, Al".

"Jangan pernah lepaskan tangan saya".

"Iya" Ela tersenyum.

Ela tahu, ia juga sudah sering berada didepan umum, karena profesinya sebagai sekretaris. Berbicara didepan umum sudah sering ia lakukan. Tapi tidak untuk di depan kamera seperti ini, apalagi melibatkan media. Ini merupakan pertama kalinya ia lakukan. Ia sungguh harus hati-hati atas tindakkanya, karena dirinya dan Ali adalah sorotan utama. Oh Tuhan, apa yang harus ia lakukan. Sungguh ia sudah seperti artis, yang sering ia lihat di Tv. Beginilah rasanya konferensi pers.

Ela lalu duduk di kursi yang telah disiapkan. Ia melirik Ali, laki-laki itu masih tenang. Ali membalas tatapannya dan tersenyum.

Ela mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Semua terasa hening, karena para wartawan sepertinya sudah menanti jawabannya. Ela meremas jemari Ali, agar ia tidak gugup.

"Baiklah, saya akan mengarifikasikan semua tentang masalah saya. Perkenalkan wanita disamping saya adalah Brunella berasal dari Indonesia" Ali melirik Ela, wanita itu nampak tenang dan hanya diam.

Ali lalu melanjutkan kata-katanya, "semua media pasti penasaran, kenapa saya membatalkan pernikahan saya dan Nihan, Karena saya baru menyadari bahwa saya memang tidak mencintai Nihan. Penggemar Nihan pasti sangat marah terhadap saya. Jika ingin marah, marahlah terhadap saya, jangan wanita saya".

Ali memperlihatkankan genggamannya, didepan kamera. Ela sepertinya tidak tahu maksud tujuan Ali menunjukkan genggaman itu.

Tapi Ali mempunyai maksud dibalik genggamnya itu, ia menunjukan jam tangan couple dan cincin melingkar di jari manis Ela di depan media. Ia lalu tersenyum.

"Saya dan Ela memang sudah menikah, kami sedang berbulan madu disini".

Ela nyaris pingsan mendengar Ali mengatakan itu. Sungguh ia masih tidak percaya. Pernyataan itu sama sekali tidak ada dalam rencana ia dan Ali sebelumnya. Oh Tuhan, Ali berbohong lagi kepadanya, ini bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah baru lagi. "Sial".

***********

OM BULE MENJADI KEKASIHKU (SELESAI)Where stories live. Discover now