3. Tidak Ada Harapan

39 6 4
                                    

Leo

            Hari minggu ini aku rencananya ingin jalan-jalan disekitar taman dekat apartemenku. Daripada aku menghabiskan waktu dengan tidak jelas, lebih baik aku memanfaatkan waktu yang ada, untuk jalan-jalan disekitar tempat tinggalku. Berhubung aku punya waktu luang, sekalian mencari inspirasi untuk musikku.

            Ketika aku baru keluar dari pintu utama, aku melihat pintu tetangga sebelah juga terbuka. Sepertinya Felicya juga akan pergi dihari minggu ini. Aku pun menghampiri Felicya yang berada didepan pintu apartemennya.

            "Hai, Lisya!" sapaku. Gadis itu pun menoleh menatapku sambil tersenyum.

            "Hai, Leo!" serunya, riang.

            "Mau kemana?"

            "Mau bertemu teman, sekalian minta diantarkan ke dokter, mau mengontrol kakiku." dia menunjukkan sebelah kakinya yang masih diperban. Gipsnya sudah dilepas, dia juga tidak menggunakan kruk lagi untuk membantunya berjalan. Sepertinya gadis itu sudah hampir sembuh.

            "Oh, kalian bertemu dimana?"

            "Di studio tarinya. Dekat dari sini, kok."

            "Kalau begitu aku antar saja, ya? Aku juga ingin jalan-jalan."

            "Apa tidak merepotkan?"

            "Sama sekali tidak. Lagipula aku ingin tahu temanmu, siapa tahu kami bisa berkenalan."

            Felicya pun tertawa. "Temanku laki-laki, omong-omong."

            Padahal bukan maksudku untuk dekat dengan teman Felicya, kalau temannya perempuan. Aku hanya ingin tahu, siapa orang yang mau berteman dengan Felicya. Padahal setahu Leo, di Lanfrach, Felicya sangat tidak disukai. Apa mungkin dia punya teman diluar Lanfrach?

            "Dia juga bukan anak Lanfrach." sambungnya, seolah tahu apa yang kupikirkan saat ini. "Dia adik kelasku saat aku masih SMA."

            "Oh." sahutku ringan disertai sebuah anggukan paham. "Kakimu baik-baik saja?" tanyaku.

            "Iya, sudah lebih baik."

            "Bisa jalan?"

            "Bisa." katanya.

            "Oke, mau berangkat sekarang?"

            Aku melihat Felicya mengangguk, tanda bahwa ia setuju untuk berangkat bersamaku. Kami pun langsung menuruni tangga, keluar dari gedung apartemen dan pergi menuju studio tari tempat teman Felicya.

-οΟο-

            Kami tiba di Axelle Studio, sebuah studio tari yang terletak dipinggir kota, tidak begitu jauh dari apartemen kami. Aku merasa ragu untuk masuk kesana, karena baru pertama kali menginjakkan kaki ditempat tersebut, tapi Felicya menyakinkanku dengan mengatakan 'aku ada disampingmu', padahal aku tidak mengatakan apapun padanya, aku juga tidak takut untuk masuk ke dalam. Aku hanya ragu untuk masuk, begitu melihat studio yang besar ini.

            Axelle Studio merupakan studio yang cukup terkenal di Kota kami. Well, mereka punya pengajar-pengajar yang berbakat. Aku tidak percaya bahwa teman Felicya adalah pemilik studio tersebut.

            Kami pun masuk ke dalam studio, jalan dipimpin oleh Felicya yang kelihatannya sudah tahu seluk beluk tempat ini. Dari arah ruang latihan, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil nama Felicya dengan kencang, membuat kami menoleh secara bersamaan.

AkasiaWhere stories live. Discover now