Chapter 2 Part 3*

30 15 2
                                        

Begitu kami menginjakkan kaki di lantai satu, aroma darah yang menyesakkan dan pemandangan yang menyeramkan menyambut kami.

"Apa apaan ini!" aku berseru terkejut saat melihat pemandangan di lantai satu.

Meja dan kursi hancur berantakan, sebagian terbelah menjadi dua dan sebagian lagi menjadi tiga. Satu - satunya meja yang masih utuh adalah meja kasir.

Kaca di depan restoran sudah runtuh. Pecahan kaca berterbaran di lantai. Sebuah mayat ditutupi oleh pecahan kaca itu, membuatnya tidak terlihat jelas.

Namun, hanya mayat itu saja yang tidak terlihat jelas. Masih ada belasan mayat lain yang berserakan di lantai. Darah mengalir dari tubuh mereka, mengotori lantai dan tembok.

Pandanganku tertuju pada salah satu mayat. Itu adalah pasangan remaja laki - laki dan remaja perempuan yang sebelumnya.

Mereka sedang bersandar di tembok yang kacanya pecah. Darah mengalir dari kepala keduanya dan mengotori tembok itu.

Proty di sebelahku tidak bisa berkata - kata. Dia berlutut sambil bergumam, "A-apa? Ke-kenapa?"

"Seharusnya aku mencegah Proty untuk melihat ini," kataku di dalam hati.

Tiba - tiba, perutku terasa mual. Aku pun menutup mulutku dengan kedua telapak tangan, sebelum muntah.

"Aku harus muntah," bisikku.

"Hah?" sahut Proty. Dia mendengar bisikanku barusan.

"Sebentar," balasku.

Aku berlari ke balik meja kasir. Sesampainya di sana, aku malah mengurungkan niat untuk muntah, karena aku melihat ada orang lain yang sedang bersembunyi di sana.

Isi perutku yang hampir keluar jadi tertelan kembali. Tenggorokkanku terasa panas saat aku menelannya.

"Beruntung masih ada yang selamat," kataku di dalam hati.

Ada belasan orang yang sedang bersembunyi di balik meja kasir. Mereka adalah pegawai restoran ini dan beberapa pengunjung restoran.

"Sebaiknya, aku panggil Proty ke sini," pikirku.

Aku pun menoleh ke kiri. Lalu, aku berseru, "Proty, tolong ke sini!" sambil melambaikan tangan kanan.

Pelayan wanita restoran yang tadi menyambut kami saat memasuki bangunan berbisik, "Jangan keras - keras." Aku langsung membalasnya dengan berkata, "Tenang saja. Polisi sudah datang dan gerombolan yang menyerang sedang adu tembak dengan polisi."

Pelayan wanita itu menganggukkan kepala. Lalu, dia menoleh ke kanan dan membisikkan sesuatu kepada pegawai restoran yang duduk di sebelah kanannya.

"Aku tidak tahu apa yang dia bisikkan, karena tidak baik untuk mengupingnya," kataku di dalam hati.

Beberapa saat kemudian, Proty sudah tiba di sebelahku. Kami sama - sama menghadap kepada orang - orang yang bersembunyi di balik meja kasir.

Aku melihat kalau ada Trail di antara mereka. Kami pun berjalan menghampirinya sambil membungkukkan badan.

Sesampainya di depan Trail, tiba - tiba dia bertanya, "Bagaimana dengan lantai dua?"

"Di sana tidak ada korban, karena hanya kami yang ada di sana," jawabku sambil berlutut, sementara Proty duduk bersila di lantai.

"Gue gak nyangka kalo di lantai satu bakal separah ini," kata Proty dengan nada pelan.

"Emangnya, orang - orang itu ngapain aja di lantai satu?" sambungnya dengan sebuah pertanyaan.

CHAOS_HEARTWhere stories live. Discover now