. . . . 3

45 3 4
                                    


Melewati sepanjang musim dingin setelah pembicaraan itu, ada hari ketika Takashi tidak berangkat ke kantor karena sedang tidak enak badan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melewati sepanjang musim dingin setelah pembicaraan itu, ada hari ketika Takashi tidak berangkat ke kantor karena sedang tidak enak badan. Akhir-akhir ini rutinitasnya agak kacau. Dia sering pulang larut dan asupan makannya menjadi tidak teratur. Maka sepanjang hari itu ia menghabiskan waktu untuk beristirahat di apartemen. Pria itu mulai terbangun sekitar jam sebelas siang dan tidak menemukan apa-apa di dapurnya selain setangkup roti kemasan yang dibelinya dua hari lalu. Dia tetap memakannya untuk sedikitnya mengisi tenaga meskipun teksturnya sudah agak mengeras. Tapi tetap saja, roti itu kurang dari cukup untuk membuatnya kenyang.

Pria itu mencuci wajahnya sebentar lalu mengambil cardigan hijau tentara yang tergantung di balik pintu kamarnya. Pikirnya, dia ingin mencari makanan instan saja, tapi demi mengasihani kondisi tubuhnya sendiri, dia mengurungkan keinginan itu. Jadi Takashi memutuskan untuk pergi ke supermarket yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki kurang dari sepuluh menit dari apartemennya berada.

Setelah mendapatkan apa yang dia butuhkan, pemuda itu berjalan pulang dengan menenteng sekantung berisi bahan-bahan makanan untuk dimasak, serta obat untuk membuatnya merasa baikan. Ia pulang dengan memilih untuk melalui jalan besar, sebab sedang malas mengikuti jalur gang yang berkelok-kelok. Biasanya jalanan sudah dalam kondisi cukup lengang karena orang-orang tengah menempatkan dirinya masing-masing untuk bekerja. Meskipun satu-satu dari mereka mulai keluar untuk berburu makan siang.

Takashi melintasi jembatan yang mengarah pada jalur perlintasan kereta di seberangnya, menikmati udara segar yang berembus semilir dari atas sana. Dan seperti sesuatu telah menuntun ke mana arah matanya menuju, garis pandang itu terseret pada seseorang dengan rambut hitam yang dikepang rendah, mantel berwarna cokelat, semua kebetulan yang sama itu.

Hari itu, Takashi menemukannya di dekat perlintasan kereta.

Lebih gila lagi, pemuda itu bisa mengenalinya bahkan bukan dari jarak dekat.

Dia berada di bawah sana.

Gadis itu.

Tidak mungkin, rutuknya.

Takashi terpaku seperti saat pertama kali bertemu dengannya. Di sisi lain, perutnya serasa tergelitik. Dia ingin tertawa, entah karena terlalu senang atau merasa semua ini terlalu bodoh untuk dikatakan kebetulan yang hampir seperti keajaiban.

Perasaan yang hampir tidak bisa ditolak itu datang lagi. Kesenangan yang melumer di dalam hatinya. Seperti bonus, senyumannya kini terlihat lebih jelas, lebih lama seperti yang dibutuhkannya. Garis-garis wajah samar yang memudar itu kini muncul ke permukaan, menyerap ke dalam kanvas memorinya, terbentuk lagi. Seperti memori indah yang terulang lagi. Pemuda itu tak bisa memikirkan apapun selain melihatnya lebih lama. Saat itu secara tanpa sadar, yang diinginkannya hanya agar dapat mengingatnya lebih baik.

Sedetik kemudian, gadis itu berbelok di persimpangan dan kini berjalan memunggunginya. Déjà vu. Seperti pertemuan sepihak sebelumnya, kali ini terulang lagi. Langkahnya tak akan berhenti ataupun melambat untuknya, keberadaannya akan semakin jauh.

Beautiful StrangerWhere stories live. Discover now