Kepingan 02

2.1K 301 15
                                    

Detik jarum jam hari ini bertalu lebih lambat dua kali lipat bagi Jungkook. Entah sebab dia yang hanya berdiam diri atau dia yang memang lebih menginginkan malam daripada pagi.

Ini sudah kurang lebih lima hari Jungkook tinggal di sana, dan sekarang ini pukul delapan tepat, yang artinya tidak lama lagi gadis bergigi bengkok itu akan mengetuk pintu kamarnya untuk mengajak sarapan. Ya—walaupun sedikit terlambat, jika pada umumnya sarapan itu terjadi pada pukul tujuh ketika Jungkook di rumah rehabilitasi. Ah! Persetan dengan nama itu, Jungkook lebih merasa ia dikurung di rumah sakit jiwa. Rehabilitasi itu hanya kata penghalus, dan pria itu sangat mengutuknya.

Sepersekon kemudian suara ketukan pintu terdengar jelas. Tiga kali ketukan dengan jari-jari Yiseul yang kelewat bengkok, kemudian berteriak dari balik daun pintu. "Sarapan sudah siap, Bung. Makanlah kalau tidak ingin mati membusuk, okay?"

Kemudian suara itu lenyap. Ya—itu adalah cara yang Yiseul pakai setiap hari, tidak perlu memaksa seperti di awal pertemuan mereka, lagian semua orang pasti akan merasa lapar dan akhirnya memilih makan dengan sendirinya. Itu sama saja seperti ketika Yiseul tengah memusuhi mamanya dan Yoongi karena suatu alasan, ia memilih tidak akan makan apapun dan diam di dalam kamar. Kemudian ketika mama dan Yoongi keluar meninggalkan rumah, Yiseul akan mengendap-endap ke dapur dan makan. Membersihkan piringnya dan meletakkan sesuai tempatnya kembali, lalu setelah mama dan Yoongi kembali seolah-olah dia belum memakan apapun seharian, sampai mulut Yoongi yang sialan itu berteriak dari dapur dan berkata, "Mama? Kok ayam gorengnya hilang satu? Pasti ada kucing mengendap-endap ke dapur tepat kita pergi, ya?"

Okay, itu terdengar hingga kamar Yiseul karena ukuran rumah mereka memang tidak besar. Kemudian Yiseul menenggelamkan wajahnya pada bantal dan menyumpahi sang kakak agar cepat tua. Tetapi tidak juga, jika Yoongi menua otomatis dia juga akan ikut menua karena jarak usianya hanya dua tahun.

Ketika Yiseul dan Yoongi tengah lebih dulu menyantap sarapan, kemudian Jungkook datang. Dengan sendal rumah yang memiliki karakter kelinci berbulu tebal—Yiseul saja awalnya tidak menyangka bahwa pria itu mau memakai sendal macam anak-anak seperti itu.

"Hey. Kemarilah, kita makan enak hari ini," ucap Yiseul yang sedikit tidak jelas sebab masih terdapat makanan di rongga mulutnya.

Jungkook hanya tersenyum kecil, duduk di sana dan menyantap hidangan yang tersedia.

"Aku selesai." Tiba-tiba Yoongi mengangkat bokongnya dari bangku dan berjalan menjauh, padahal tidak biasanya Yoongi makan begitu cepat.

Yiseul memang tahu alasannya, ya—benar—apa lagi kalau bukan tentang kedatangan pria Jeon satu ini? Dan tadi pagi, ketika Yiseul tengah menyiapkan sarapan juga Yoongi menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal tentang Jungkook. Katanya, tepat di tengah malam ketika Yoongi terbangun sekadar menginginkan air putih untuk tenggorokannya yang terasa serak. Tetapi, dia berkata bahwa mendengar suara Jungkook yang tengah berbicara dengan seseorang. Tentu saja Yoongi saat itu gegabah, ia kira Yiseul berada di kamar si sialan Jeon itu berdua—di tengah malam. Sebagai kakak tentu saja pikiran Yoongi mengarah pada hal yang tidak-tidak, apalagi mereka belum benar-benar mengenal seperti apa Jeon Jungkook.

Namun, Yoongi tidak mendengar jawaban apapun. Tidak ada seseorang yang menyahut suara milik Jeon Jungkook. Jadi, Yoongi berpikir waras kalau-kalau ia tengah menerima telepon. Tetapi, Yiseul berkata bahwa ponsel Jungkook baru akan dikirim oleh orangtuanya minggu depan. Lalu percakapan konyol macam apa yang Yoongi dengar semalam? Apa ada perempuan yang menyusup ke rumahnya? Jangan gila! Bahkan amar Jungkook hanya memiliki satu jendela kayu kecil berukuran sekitar 100x60cm, letaknya pun lumayan diatas. Jadi—perempuan gila mana yang mampu masuk? Apa dia memiliki semacam kekuatan super?

Ku mohon jangan pergi lagi, aku benar-benar gila, Leth.

Satu-satunya kalimat yang terdengar jelas semalam adalah kalimat tersebut. Dengan suara Jungkook yang meradang serak. Membuat Yoongi yakin bahwa Jungkook tengah erbicara dengan perempuan, dan itu bukan Yiseul. Leth? Bahkan nama itu terdengar aneh di Korea.

Yoongi menceritakan semuanya pada Yiseul dengan amat rinci, tetapi sang adik tetap kekeh bahwa yang Yoongi dengar hanya halusinasinya. Hal itu membuat Yoongi sedikit kesal atas sanggahan yang Yiseul lontarkan. Halusinasi? Yang benar saja!

Yiseul menyendok puding di hadapannya untuk dilahap. Kemudian meneliti raut Jungkook yang nampaknya sedikit enggan untuk menantap makanan, lalu bertanya untuk memecah keheningan. "Apa ponsel yang orangtuamu kirim sudah sampai?"

Jungkook menggeleng. "Belum, mungkin minggu depan. Lagian, aku tak masalah tanpa ponsel."

Benar, apa yang Yiseul katakan tentang ponsel pada Yoongi itu benar—Jungkook belum memiliki ponsel dan pria itu tidak mungkin berbicara sendiri di tengah malam kan?

"Baiklah. Aku hanya memastikan."

Jungkook tak bergeming, hanya terus menyantap makanannya dengan tenang tanpa membalas perkataan Yiseul, membuat gadis itu mati kutu karena hanya diselimuti hening diantara mereka. Tentu saja hanya Yiseul, Jungkook sama sekali tidak terusik bahkan jika ia harus duduk dan diam berjam-jam dengan seseorang.

"Jung, tidak adakah sesuatu yang ingin kau ceritakan? Sungguh aku bisa menjadi pendengar yang baik, lho," tawar Yiseul, gadis itu memang benar-benar ingin tahu siapa Jungkook. Ia juga agaknya sedikit penasaran tentang benar atau tidaknya cerita Yoongi.

Jungkook mengelap mulutnya denga tisu, menandakan ia telah selesai dengan sarapannya dan menenggak satu gelas air mineral. "Kau akan menganggap ku gila jika aku menceritakannya padamu, Yiseul."

"Gila? Hey, aku tidak punya pemikiran seperti itu tuh."

Pria itu tersenyum miring, mengangkat bokongnya dari bangku untuk meninggalkan meja makan. Tetapi, sebelum ia benar-benar melangkah—dia berkata dengan suara kelewat rendah, dan mata yang sehitam jelaga dengan sejuta rahasianya. "Kau tahu bahwa aku baru saja keluar dari rehabilitasi. Kau tahu, 'kan? Itu hanya kata rumah sakit jiwa yang diperhalus. Aku tinggal di sana untuk beberapa musim. Apa kau pikir manusia waras akan berada di sana, Min Yiseul?"

Yiseul hanya tersenyum kaku, wajahnya seperti ditarik paksa membuat senyum yang memaparkan giginya. Okay, cukup! Ini semua terdengar gila.

[]

Asylum In SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang