Bab 11

3 1 0
                                    

Melihat peristiwa akhir-akhir ini, aku merasa terpukul. Aku merasa kehilangan harapan terhadap hubungan. Ah, mungkin akan lebih mudah untuk aku menunduk dan berpura-pura semua yang terjadi kemarin pada dua orang itu tidak terjadi, dibandingkan menengadah dan membantu mencari tahu kebenaran. Bukankah lebih enak seperti itu? Tapi, apakah masalah yang dihadapi mereka akan hilang setelah aku menutup mata? Kalimat yang berkecamuk dibenak Bia.

Sudah dua hari Bia tidak masuk sekolah, dan hari ini ia bergegas untuk pergi ke suatu tempat, tempat terakhir untuk dia memastikan pertanyaan yang menggangu pikirannya dari kemarin. Berharap jawaban yang ia dapati hari ini mematahkan pernyataan yang ia dengar kemarin. Untung saja orantg tuanya sedang keluar, jadi ia sangat mudah keluar rumah saat kondisinya masih sakit menurut versi orang tuanya. Ia pun bersekongkol dengan Bibi supaya tak memberi tahu orang tuanya kalau ia keluar rumah.

Dengan taksi menembus jalanan kota, penuh dengan hingar bingar polusi, Bia memakai masker dan berkacamata hitam, bukan untuk menghindari polusi melainkan agar tak ada yang mengenali nya jika ada teman atau kerabat melihatnya. Hendphone Bia dari kemarin tak henti-hentinya berbunyi, siapa lagi kalau bukan panggilan dari Aksa dan Carel dengan susunan sms yang bertubi-tubi, Bia tak merespon kedua sahabatnya itu.

Sampainya di sebuah rumah berwarna silver dengan halaman yang cukup luas. Di dalam taksi Bia menghela nafas panjang, menenangkan diri, merapikan bajunya, dan berusaha santai. Dibayarnya taksi dan kini ia berdiri didepan rumah Carel

"Assalamualaikum kang" sapa Bia pada satpam depan rumah

"Walaikumsalam neng, neng Bia cari den Carel ya? Den Carel kan lagi sekolah neng, eneng nggak sekolah?" tanya satpam yang membuat Bia langsung to the point mencari Ayah Carel

"Bapak ada neng" mempersilahkan Bia masuk "mari saya antar"

"nggak usah kang, Bia sendiri aja, boleh ya?" kata Bia menolak halus

Sesampainya didepan pintu rumah, sekali lagi ia melakukan apa yang dilakukannya di dalam taksi tadi.

"Bismillah" tok tok tok

Pintu terbuka, mata Bia langsung fokus pada seorang yang mrmbuka pintu, langsung dibuka oleh Ayah Carel, membuat Bia mematung untuk beberapa waktu.

"Bia?" sapa Ayah Carel

"O...m" jantungnya sudah memberikan kode seperti mau meledak

"Kok Bia disini? Kamu nggak sekolah?" tanya Ayah sekaligus menyuruh Bia masuk

Setelah duduk dan Bibi menyuguhkan orens jus di meja, ingin sekali Bia langsung meminumnya karena dari tadi panas diluar cukup membuat tenggorokannya kering, namun ketakutan itu lebih mendominasi sehingga hausnya telah hilang dalam sekejap.

"Om nggak kerja?"

"Om lagi pengen dirumah, nemenin Carel, mmm...Carelnya kan lagi disekolah, atau mau nunggu?"

"Nggak om, aaaku" Bia sekali lagi menarik nafas dan menghembuskannya sekali sembari menutup mata "aku sengaja kesini mau ketemu om"

Dengan raut wajah yang bingung Ayah Carel menanyakan. alasan Bia bertemu dengannya.

Tanpa basa-basi Bia mengeluarkan kertas gambar Aksa dan menunjukkannya pada Ayah Carel.

"Om kenal orang ini?" sambil menunjuk gambar laki-laki dewasa

"Mmm.. Ini siapa?" Ayah Carel masih bingung karena kertasnya kusut dan tidak jelas.

Bia berdiri mengambil foto Ayah Aksa yang ada di atas bufet tak jauh dari mereka duduk, kemudian ia kembali dan mensejajarkan foto itu dengan gambar yang dipegang Ayah Carel.

We (Bahkan "I love you" tak cukup mewakili perasaan)Where stories live. Discover now