Sudah siap untuk berangkat ke sekolah.

Bagaimana kabarmu? Apa semuanya baik?

Senyumnya mengembang seketika melihat gambar kedua sahabatnya. Dia ingin membalas pesan itu, tapi nama Jongin tertera di layarnya ingin melakukan panggilan video. Dia melihat sekitarnya yang sepi, namun berdiri dan berjalan ke luar kemudian.

Setelah berada di depan pintu utama, dia melihat jarak yang cukup antara tempatnya berdiri dengan beberapa penjaga yang berdiri di beberapa sudut dekat tembok.

"Sudah kuduga itu kau, Chuang," ucapnya setelah menggeser layar ponselnya ke kanan. Dia melihat Chuang yang tertawa sementara Jongin sedang mengemas tasnya.

"Semalam Jongin menginap di rumahmu?" dia bertanya pelan melalui alat penangkap suara dari earphone-nya.

"Iya," Chuang menjawabnya sekaligus menunjukkan eyesmile-nya. Dia terlihat senang pagi ini, namun Chanyeol tidak heran. "mengapa semalam kau pergi?"

"Sama seperti biasanya," dia menarik nafas sejenak, "bagaimana pekerjaan semalam? Apakah benar Paman Yoo terlibat?"

"Benar, Yeol, pamanmu itu terlibat dalam pekerjaan ilegal itu. Aku tahu kau pasti terkejut. Aku pun tidak menduganya. Pamanmu sudah—"

"Berikan ponselku," kini dia dapat melihat wajah Jongin.

Chanyeol menyapanya dengan senyum, namun Jongin berkata, "maaf, Yeol, aku harus mematikannya. Ibu Sehun sudah memanggil."

Panggilan video itu terputus. Chanyeol membolak-balikkan ponselnya, tidak mengerti apa yang dilakukannya. Dia kembali ke dalam, duduk di sofa yang sebelumnya diduduki. Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki dua orang hendak memasuki ruang yang sama dengannya. Salah satunya terlihat sangat berwibawa dengan karisma seorang yang sukses dalam berbisnis. Pakaiannya terlihat elegan dengan kemeja hitam yang dibalut jas abu bergaris-garis merah tipis dengan celana kain berwarna senada. Sepatunya pun hitam mengkilap, terlihat cocok dengan pakaian yang dikenakannya.

Pria itu berhenti sejenak, memberi senyuman lebar yang sekali lagi dapat membuatnya takjub dengan aura hebatnya, "kau menunggu Baekhyun?"

Chanyeol berdiri, "ne, Daepyo-nim."

Pria itu mengulurkan tangan, "Byun Gaejeong imnida. Siapa namamu?"

Chanyeol membalas jabat tangannya, "Park Chanyeol."

"Ah ..." jemarinya menunjuk-nunjuk sambil mengingat, "kau anak dewan daerah Park, bukan?"

"Ne, Daepyo-nim," dia menundukkan kepalanya tersenyum rendah.

"Salam untuk ayahmu. Kalau kau mau, datanglah ke meja makan dan temani Baekhyun menikmati sarapannya, sampai jumpa," dia berjalan menuju pintu utama yang diiringi seorang pemuda yang menurut pendapatnya sekarang adalah asisten pribadinya.

Dia kembali duduk dengan pemikiran-pemikiran yang baru, menjentikkan jari jemarinya di pertengahan paha seraya membayangi sosok Byun Gaejeong yang hampir lenyap melewati pintu. Dia baru menghentikan gerakan jarinya setelah merasa cukup tenang. Dia melihat waktu yang ditunjukkan oleh ponselnya, memperkirakan lima belas menit lebih telah berlalu dan Baekhyun belum menampakkan diri.

Tubuhnya tegap berdiri mengikuti perkataan Daepyo-nim menuju ruang makan. Dia bertemu beberapa pelayan wanita yang membungkuk ketika melihatnya. Chanyeol membalas senyum Pelayan Seo dengan sopan kemudian menyuruh salah satu pelayan terdekat untuk menarik sebuah kursi untuk Chanyeol.

"Terima kasih," Chanyeol menyembunyikan senyumnya.

Pelayan yang memberinya kursi mulai menuangkan segelas air putih, susu, teh dan jus jeruk pada gelas dan cangkir yang berbeda. Chanyeol tahu ini adalah kebiasaan yang terjadi di rumah Tuan Byun, tapi dia tidak mungkin menghabiskan berbagai minuman itu di pagi hari jika ingin perutnya aman. Sebagai permulaan, dia mengambil gelas berisi air putih dan meneguknya sedikit.

Man In Mask: Amour ets SecretWhere stories live. Discover now