Sawah Besar: Selasa, 15 April 2014 - Bagian 1

Začít od začátku
                                    

"Coba cari dulu."

"Maksud aku, mungkin Diva udah keluar dari sekolah."

"Bisa aja sih."

"Ingat-ingat coba. Tempat mana lagi yang bisa kita cari?"

Robi melihat ke sekeliling, kemudian menyadari sesuatu, "Sar."

"Ya?"

"Atap yang itu belum kenapa-kenapa."

"Hah? Atap?"

"Tangga ke sana masih utuh nggak ya?"

"Apaan sih?"

"Kamu lupa?"

Sarah bingung maksud Robi. Ia berusaha mengingat apa yang ia lupakan, tapi tak kunjung ditemukan.

"Ada tangga buat ke atap sana. Biar caraka bisa bersiin genteng ato benerin antena. Diva pernah ke sana, kan?"

Sarah langsung ingat. Waktu itu kelas sepuluh. Diva dikerjai habis-habisan oleh seniornya di kelompok pemandu sorak karena mengecat ungu rambutnya. Rambutnya dipenuhi tepung dan telur. Ia berlari sambil berteriak dan menangis, menghindari pandang dari siswa-siswi serta guru yang melihatnya keheranan. Hanya Sarah yang mengejarnya waktu itu, hingga akhirnya Diva menaiki tangga menuju atap yang tak berani dinaiki oleh siswa-siswi lain. Seingat Sarah, itulah saat ketika ia dan Diva sungguh-sungguh menjadi teman. Seingatnya juga, itu juga satu-satunya waktu ketika ia melihat Diva dengan Pak Arli, karena setelah menghibur Diva, Pak Arli naik dan menyuruh Sarah untuk turun serta menyerahkan keadaan itu kepadanya. Sarah menarik benang merah, dan kini menyadari bahwa hari itu adalah hari pertama Diva dan Pak Arli dekat.

"Oke. Coba kita ke sana," ucap Sarah. Robi hanya mengangguk. Mereka dan Novi mengarungi koridor untuk mencari tangga yang masih utuh dan bisa dinaiki.

Sarah menemukan tangga yang masih cukup utuh untuk dinaiki. Meskipun demikian, tangga itu tak terlihat aman untuk dinaiki sesuka hati. Melihat keadaan Novi yang kukunya habis digigiti, Sarah mengatakan kepada Robi, "Rob, mungkin Novi jangan naik dulu. Kamu temenin dia di sini ya."

Robi mengangguk, "Kalau dia nggak ada, langsung turun lagi aja. Kita langsung balik ke Bang Jon."

Sarah menaiki tangga itu dengan hati-hati, dari lantai dasar menuju lantai satu. Ia melihat tangga lantai dua sudah hancur dan tak dapat dinaiki, tetapi ia tak langsung turun kembali. Ia menelusuri koridor dan menemukan tangga lain yang belum hancur. Dengan hati-hati, ia naik ke lantai dua. Ketika ia sampai di lantai dua, ia menyadari bahwa sebagian dari koridor telah runtuh, sedangkan tangga kecil menuju atap ada di ujung lain dari koridor tersebut.

Sambil menghela napas panjang, Sarah memutuskan untuk menelusuri koridor tersebut. Ia merapat ke dinding luar kelas dan berhati-hati dalam melangkah. Ketika ia mencapai bagian koridor yang hampir hilang semua, ia mulai menempelkan punggungnya ke dinding dan berjalan menyamping. Setelah berusaha, ia berhasil dan lanjut berjalan hingga menemukan tangga kecil menuju atap. Ia pun terkesan ketika melihat pintu menuju atap itu terbuka, dan sepertinya secara paksa. Setelah cukup dekat dengan pintu tersebut, Sarah melihat gagang yang rusak. Seseorang telah membuka paksa gembok pintu ini, pikirnya.

Ketika Sarah melewati pintu, ia melihat seorang siswi yang masih berseragam sedang duduk di ujung lantai. Kaki siswi itu terjulur setengah melayang, dan setengah lagi menyentuh genteng sekolah.

"Diva."

Siswi itu tidak menengok. Sarah mendekat. Benar, siswi itu Diva. Sarah mendekat, kemudian duduk di sampingnya. Ia melihat wajah Diva yang penuh luka, meski telah kering dan sepertinya telah cukup pulih. Mata Diva kosong, memandangi sekolah beserta puingnya, dan sebagian dari kota yang telah hancur di beberapa titik.

Ujian NasionalKde žijí příběhy. Začni objevovat