Salahku atau Salahnya (?)-b

1.8K 186 16
                                    

Pony_Diary🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pony_Diary
🌺🌺🌺

                            Bab 20b
               Salahku atau Salahnya (?)

●Senin, 15 April. Dini hari.

Sekarang pukul tiga dini hari. Mataku seolah diganduli bola besi yang  membuatnya tak mau terpejam sedetik pun. Aku terus-terusan menangis dan merutuki diri. Bantalku pun sudah basah dengan air mata, keringat serta ingus.

Sampai sekarang aku masih nggak paham, kenapa orang menangis selalu mengeluarkan ingus? Kenapa nggak air mata saja, agar nggak terkesan jorok. Dan berkeringat pula. Memangnya menangis itu membutuhkan banyak tenaga ya, sampai keringat pun ikut bercucuran.

Semua bayangan Ramba berjajar rapi di pelupuk, membentuk kaleidoskop yang menari-nari lalu menertawai dan mengejekku. Mereka seolah berteriak bahwa Poni yang tolol, memang pantas mendapatkan semua ini. Tapi... apakah aku memang senaif ini? Sebodoh ini? Apakah saat menciptakanku, Tuhan lupa mencentang kolom jodoh di file namaku?

Kupandangi layar ponsel bergambar wajah Bapak dan Ibuk. Ada tiga puluh miss call dan lima puluh lebih pesan dari Ramba. Semua kubiarkan tanpa kubuka. Aku masih seperti nggak percaya, Ramba akan melakukan ini padaku. Sekaligus bertanya-tanya, apakah peringatan Toni itu menguntungkanku atau menyakitiku?

Ponselku berdering. Semula aku mengira itu Ramba yang masih belum berputus asa. Ternyata Odi. Oh, aku hampir lupa kalau masih punya Odi. Aku masih punya orang yang bisa kuajak berdiskusi. Atau lebih tepatnya untuk kujadikan tempat curhat. “Hai, Bang!” Sial, kenapa suaraku separau dan sejelek ini.

Semoga saja Odi nggak memerhatikannya. Entah kenapa, saat melihat nama Odi tadi, aku berniat mengeluarkan semua beban ini padanya. Tapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Aku malu. Sangat malu hingga aku merasa ada kewajiban untuk menyembunyikan hal ini darinya.

“Kamu kenapa nangis?” Nah kan, dia langsung curiga. Memang suaraku jauh banget dari biasanya. Seharusnya aku tadi nggak mengangkat panggilan darinya.

Kucoba mengontrol suaraku. “Ng-ng-nggak...!” Bukannya bagus, malah lebih mirip suara tikus terjepit pintu. Ah, sebodo amat! Sudah telanjur juga, mau bagaimana lagi.

“Suara kayak gitu, masih bilang nggak ada apa-apa. Orang tidur pun tahu, kalau itu suara habis menangis.” Odi menghela napas pelan. “Ada apa, sih?” tanya Odi mirip bapak menanyai anaknya.

Seharusnya ucapan Odi itu lucu. Seharusnya aku menanggapinya dengan tertawa seperti biasanya. Tapi entah kenapa, yang terjadi aku malah merasa semakin miris. Rasanya seperti kamu sudah hampir  melupakan kesedihanmu, tapi malah dingatkan kembali. “Bener, Bang. Nggak ada apa-apa.” Aku berusaha menahan diri untuk nggak menceritakan soal Ramba pada Odi. Nanti dibilangnya aku serakah. Si Toni, si Ramba, dan semuanya zonk. Kan, malu.

“Ya sudah, kalau nggak mau ngomong. Mungkin emang nggak sepantasnya juga aku mencampuri masalah pribadimu. Maafkan aku, ya? Kalau ucapanku tadi terkesan memaksa. Sebenarnya niatku hanya ingin membantumu.

PONIYEM DIARY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang