Asyik dan Menarik

1.9K 192 8
                                    

Poni_DiaryBab 16b🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Poni_Diary
Bab 16b
🌺🌺🌺

Asyik dan Menarik (?)

==================================

Dia tertawa lirih. Matanya menatap ke arahku. “Jangan ke sini! Kamu belok saja ke kanan. Di situ ada tangga, kamu bisa naik! Nanti aku menyusulmu,” ujarnya masih pelan, selayaknya orang ngomong di telepon.

“Ram, kamu jangan kurang ajar, ya! Kamu orang baik, kan?” desisku sambil berjalan pelan menuju tangga yang dimaksud Ramba. Hatiku berkelijatan nggak keruan. Otak ini terus menerus memintaku mundur dan menjauh saja. Tapi kaki dan tubuhku seakan menentang dan menyuruhku mengikuti apa yang terjadi, atau lebih tepatnya, meladeni tantangan Ramba.

Saat logika dan rasa sudah nggak sejalan begini, aku bisa apa? Sungguh, inikah yang disebut bencana? Oh, semoga kalian nggak menyebutku drama queen!

Dia tertawa lagi. “Aku bersumpah demi para dewa, kalau sampai memperlakukanmu nggak senonoh, aku akan mati di depanmu saat itu juga.” Aku mendengar kemantapan di setiap kata yang diucapkannya. Dan hal itu membuatku bernapas lega sekaligus kagum padanya.

Meskipun ucapan Ramba lebih mirip gombalan daripada sumpah sungguhan, nyatanya hatiku menjadi tenang, tanpa keraguan sedikit pun. Kutatap mata sipit itu dari kejauhan. Teduh dan jujur. “Oke....” Aku pun melangkah menuju tangga yang pencahayaannya  sangat minim itu.

“Kalau kamu berani, naik saja terus sampai ke puncak. Kalau nggak, tunggu aku. Kita naik sama-sama,” ucapnya lagi.

“Sepertinya aku berani.” Kata-kata itu meluncur begitu saja tanpa bisa kukendalikan. Tangga berbentuk spiral itu kotor dan pengap sekali. Pegangannya yang terbuat dari besi tertutup debu tebal, membuatku enggan untuk menyentuhnya. Orang awam pun tahu, kalau tempat ini jarang terjamah manusia. Atau malah nggak pernah sama sekali.

Saat sampai di tengah-tengah, aku mendengar langkah kaki di belakang. Aku menoleh sebentar. Ramba. Ternyata dia sudah dekat di belakangku. Dari remang-remang lampu kecil yang menempel pada dinding, aku bisa melihat pria itu mendongak padaku sambil mengacungkan jempol.

“Pelan-pelan saja! Jangan terlalu cepat. Nanti kamu jatuh,” ucap Ramba lirih membuat wajahku langsung menghangat. Seulas senyum lebar menghias bibir tipisnya yang dihiasi kumis kerdil.

“Kan, ada kamu di belakangku. Kalau aku jatuh, kamu pasti akan menolongku,” candaku sambil membalas senyumannya. Mendadak, aku merasa bahwa apa yang kulakukan ini terkesan kecentilan.

“Tapi, kalau kamu nggak jatuh, kamu kan, nggak merepotkanku,” balasnya nggak mau kalah, membuat wajahku makin memanas. Sedetik kemudian dia sudah persis di belakangku, dua tangga di bawah kakiku. Tapi, tingginya hampir sama denganku. Uhm... ternyata Ramba lebih tinggi dari bayanganku.

Kami terus naik hingga sampai pintu besi berwarna hitam yang juga tertutup debu tebal. Dengan sigap, Ramba yang berdiri satu tangga di bawahku, menjulurkan tangannya untuk membuka kunci pintu. Tak ayal tangan kekar nan eksotis itu menyentuh bahuku. Wajahnya hampir menyentuh kepalaku. Ada desiran aneh yang mendadak merambati urat nadiku. Bau menthol aftershave-nya menggelitiki penciumanku. Nafas hangatnya pun nggak mau kalah, menggoda dan menaikkan suhu pipiku. Semoga saja cahaya temaram itu mampu menelan warna pipiku yang mungkin sudah seperti apel Washington ini.

PONIYEM DIARY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang