Mudah dan Cepat (?)-2

4.1K 344 4
                                    

🌺Kadang demi sebuah cinta, yang entah pada keluarga atau masa depannya. Seseorang bisa melakukan sesuatu di luar nalar manusia biasa. Termasuk menerjang segala aral yang ada.🌺

==============================

Rabu, 15 Agustus. Siang

Dengan malu-malu aku duduk di hadapan Pak Safar yang lagi sibuk bertelepon. Jadi aku menunggunya sambil fesbukan. Belum juga semenit kututup lagi aplikasi itu karena yang lewat di 'Timeline'ku hanya foto-foto narsis Kira dengan pacarnya. Yang ada bukannya terhibur, tapi malah menyesakkan dada.

Sambil bicara di telepon, Pak Safar beberapa kali melihat wajahku dengan pandangan aneh. Mungkin dia berpikir aku datang karena urusan event. Semoga saja dia ngga sedang bertelepon dengan Mas Aris. Secara aku pernah dengar bahwa mereka itu sahabat akrab.

“Jadi ... ada yang bisa saya bantu?” tanya Pak Safar setelah meletakkan ponselnya.

Aku jadi kikuk, bingung mau mulai dari mana. “Engg ... begini, Pak! Saya kok tertarik bekerja ke luar negeri, ya!” Kutaruh tanganku di bawah paha, agar ngga mudah naik ke mulut. Aku ngga boleh menggigiti kuku di depan Pak Safar.

Pria itu manggut-manggut. “Beneran? Kerja di luar itu ngga semudah di dalam negeri, lho! Mentalnya harus dobel. Ngga boleh pulang setiap saat.” Idih, ni orang, ngomong seperti aku anak kemarin sore saja. Kalau soal begituan mah, ngga usah dikasih tahu pun, aku juga sudah paham.

Kutanggapi dengan senyuman palsu termanis dan anggukan lembut. “Ya beneran lah, Pak! Masa boongan. Pengen nyoba aja, jadi TKI tu kayak gimana.”

Dia terkekeh. “TKI itu ngga mudah. Yang jelas ngga semudah pekerjaanmu sekarang.”

“Tapi buktinya, banyak yang berminat kok, Pak! Di lingkungan RT saya aja nih, ada sepuluh orang yang kerja di luar.”

Pria itu manggut-manggut lagi sambil berkata lirih. “Terpaksa. Kadang demi sebuah cinta, yang entah pada keluarga atau masa depannya. Seseorang bisa melakukan sesuatu di luar nalar manusia biasa. Termasuk menerjang segala aral yang ada. ”

“Bagaimana, Pak? Bisa kasih saya informasi?” tanyaku sudah ngga sabar. Meskipun filosofinya bagus dan masuk akal sih. Tapi, aku kan ke sini untuk pekerjaan, bukan diskusi hal lainnya.

“Bisa, kamu mau perginya ke negara mana? Ngga semua negara menerima TKI. Hanya beberapa saja,” jwabnya lagi. Kenapa sih, orang ini ngga njelasin to the point saja? Kenapa harus muter-muter keliling kampung begitu.

“Wah, beberapa negara. Okey, saya mau detailnya dulu, Pak! Maksud saya ... plus minus-nya gitu, Pak.” Tanganku menggaruk-garuk kepala yang ngga gatal.

“Tinggal kamu mau job yang bagaimana? Ada yang rumit, biaya pemberangkatan tinggi, nunggunya juga lama, tapi gajinya lumayan tinggi. Ada cepat, tanpa biaya, dan mudah, tapi gajinya ya ... ngga seberapa.  Ada yang di antara keduanya.” Pak Safar menjelaskan daftar job seperti halnya menu makanan saja.

“Wah, ternyata pilihannya banyak ya, Pak? Lebih banyak dari warungnya Bu Eko,” candaku yang ternyata garing. Buktinya dia ngga tertawa.

“Bagaimana? Kamu pilih yang mana?” desaknya sambil membuka layar ponsel.

“Yang mana, ya? Bingung juga kalau begini,” tanganku menggaruk-garuk kepala lalu masuk ke mulut untuk digigiti, tapi aku lekas sadar dan menurunkannya, “yang ... mudah dan cepat aja, Pak!” Otakku lagi males untuk bersusah dan bersabar.

Pria itu manggut-manggut lagi. Kali ini dengan jempol tangan kanannya, mengelus-elus dagu tanpa rambut itu.
“Okey, silakan ke bagian pendaftaran. Meja yang paling ujung depan, ya? Di sana nanti Metta akan menjelaskan detailnya.” Tangannya menyilakanku keluar.

Gila, mentang-mentang bos besar, segitu sombongnya sama kuli jelata sepertiku. Terus ngapain cobak, dia nyuruh aku duduk di depannya berlama-lama tadi. Kalau tahu endingnya begini, ya mending aku langsung ke si Mba Metta saja tadi.

Dengan senyum pahit, aku mohon diri, melangkah menuju meja si Metta. Perasaan dongkol masih bercokol di dada. Tapi ... demi sebuah solusi yang cepat, murah, dan mudah, sepertinya aku harus sedikit lebih ramah. Dan sabar tentunya.

========Bersambung=========

PONIYEM DIARY (COMPLETED)Where stories live. Discover now